Harga MinyakTembus 94 USD, Harga Pertalite Berpotensi Naik?

Jum'at, 15/09/2023 16:45 WIB
Ilustrasi: Petugas SPBU melayani masyarakat dengan mengisi BBM jenis Pertalite. (Foto: Antara)

Ilustrasi: Petugas SPBU melayani masyarakat dengan mengisi BBM jenis Pertalite. (Foto: Antara)

Jakarta, law-justice.co - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa tidak akan ada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, khususnya jenis RON 90 atau Pertalite, meski harga minyak mentah dunia melonjak, bahkan menyentuh level US$ 94 per barel, tertinggi sepanjang 2023.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa terus melonjaknya harga minyak mentah dunia tidak akan membuat harga BBM bersubsidi, khususnya Pertalite, ikut naik.

"Nggak," jawab Arifin tegas saat ditanya perihal potensi kenaikan harga BBM Pertalite di tengah kondisi minyak mentah yang melonjak, saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 15 September 2023.

Namun demikian, Arifin mengakui pihaknya khawatir jika harga minyak mentah terus mengalami kenaikan, maka terdapat potensi bagi pengguna BBM non subsidi untuk berpindah ke BBM bersubsidi.

"Kemarin kan sudah lihat, yang non subsidi kan (harganya) sudah pada naik tuh. Ini juga nanti akan mendorong (konsumen) pakai yang Pertalite kan," tambahnya.

Oleh karena itu, pihaknya juga mewanti-wanti agar jangan sampai terjadi perpindahan dari konsumen non-subsidi ke BBM bersubsidi. Terlebih, lanjutnya, sebagian besar konsumen BBM non-subsidi berasal dari kalangan menengah ke atas.

"Kita harapkan, kita imbau supaya jangan masuk sektor subsidi. Karena juga yang berkendara kan banyak dari segmen mampu. Seharusnya bisa lah konsumsi BBM yang lebih ramah lingkungan," tegasnya.

Pada pagi hari ini, Jumat 15 September 2023, harga minyak jenis Brent dibuka menguat 0,34% ke posisi US$ 94,02 per barel. Sedangkan harga minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertambah 0,57% ke posisi US$ 90,67 per barel.

Sedangkan pada perdagangan Kamis kemarin, harga minyak Brent ditutup melonjak 1,98% di posisi US$ 93,7 per barel. Sedangkan harga minyak WTI melesat 1,85% menjadi US$ 90,16 per barel.

Harga penutupan perdagangan Kamis lalu merupakan level tertinggi tahun ini, imbas dari ekspektasi pasar atas berkurangnya pasokan yang melebihi kekhawatiran terhadap melemahnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS).

Pada hari Rabu, Badan Energi Internasional mengatakan pengurangan produksi minyak yang berkepanjangan oleh Arab Saudi dan Rusia akan mengakibatkan defisit pasar hingga kuartal keempat. Sebelumnya, harga minyak sempat melemah karena laporan persediaan AS yang bearish sebelum melanjutkan kenaikannya.

Kedua benchmark minyak secara teknikal masih berada di wilayah overbought.

Hedge fund telah membeli minyak mentah berjangka selama dua atau tiga minggu terakhir karena "fundamental terus menguat, sebagian besar didorong oleh tingginya permintaan bensin dan solar," ucap Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.

Sehari sebelum laporan IEA, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengeluarkan perkiraan terbaru mengenai permintaan yang kuat dan juga menunjukkan defisit pasokan pada tahun 2023 jika pengurangan produksi terus berlanjut.

Di sisi lain, harga minyak mentah di atas US$90 per barel di Amerika Serikat menimbulkan kekhawatiran bahwa inflasi dapat meningkat lebih lanjut dimana The Federal Reserve telah menaikkan suku bunga secara tajam untuk mengendalikan kenaikan harga.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar