Ini Deretan Kasus Besar yang Ditangani Dirdik KPK Brigjen Asep Guntur

Rabu, 02/08/2023 11:36 WIB
Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu. (Antara via Jawapos)

Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu. (Antara via Jawapos)

Jakarta, law-justice.co - Menyusul polemik kasus dugaan suap di Basarnas, Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu mengajukan permohonan mundur dari jabatan Direktur Penyidikan sekaligus Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.

Penanganan di Basarnas oleh KPK menimbulkan kegaduhan lantaran dua pejabat Basarnas yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK merupakan perwira aktif TNI.

Mereka adalah Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Penetapan status tersangka terhadap Henri dan Afri pada 26 Juli 2023 itu Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Puspom menyatakan keberatan. Menurut Puspom TNI, mereka punya aturan sendiri. Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko mengatakan kecewa dengan KPK karena tak berkoordinasi.

Rombongan Puspom TNI yang dipimpin Agung pun mendatangi KPK pada Jumat (28/7) sore. Setelah itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan permohonan maaf. Johanis juga menyebut terdapat `kekhilafan` dari tim penyelidik dalam operasi tersebut.

Brigjen Asep pun lantas memilih mundur setelah ada pernyataan Johanis tersebut. Ia yang menjabat sebagai Direktur Penyidikan sejak 2 Juni 2022 mengundurkan diri karena merasa tidak mampu mengemban amanah sesuai dengan tugasnya.

KPK membenarkan pengunduran diri Asep. Namun, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan mempertahankan Asep sebagai Direktur Penyidikan KPK. Firli menyebut pengunduran diri merupakan hak Asep, tetapi pimpinan KPK juga punya hak untuk menerima atau tidak pengunduran diri itu.

Berikut ini sejumlah perkara yang ditangani Dirdik KPK Brigjen Asep Guntur.

A. Suap Gazalba Saleh

Hakim nonaktif MA Gazalba Saleh diproses hukum KPK atas kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dalam kasus ini, hakim agung Sudrajad Dimyati dan kawan-kawan telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.

Dia sempat mengajukan praperadilan soal penetapan tersangka, tetapi ditolak oleh hakim. Gazalba akhirnya ditahan KPK sejak 8 Desember 2022. Dalam perjalanannya, Gazalba juga ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dia didakwa menerima suap sebesar SGD20 ribu terkait pengurusan perkara di MA. Gazalba didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Namun, Gazalba divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Bandung.

B. Suap Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto

Kasus dugaan suap penanganan perkara di MA tak berhenti di Gazalba. Sekretaris MA nonaktif Hasbi Hasan juga turut terseret dalam kasus ini.

Hasbi telah diperiksa dalam penanganan perkara oleh tim KPK. Hasbi pun ditetapkan sebagai tersangka bersama eks Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto. Keduanya juga mengajukan praperadilan atas penetapan status itu, namun ditolak hakim.

Dadan ditahan lebih dulu pada 6 Juni 2023. Lalu disusul Hasbi yang ditahan pada 12 Juli 2023.

KPK menduga Hasbi menerima suap senilai Rp3 miliar. Uang tersebut didapat melalui Dadan yang menjadi pihak perantara antara Hasbi dengan pihak swasta, yakni Intidana.

Hasbi dan Dadan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

C. Suap dan Gratifikasi Lukas Enembe

KPK memproses hukum Gubernur Papua Lukas Enembe dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. Berkas penyidikan suap dan gratifikasi Lukas telah lengkap dan masuk ke tahap pengadilan di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Dia didakwa menerima suap dengan total Rp45,8 miliar dari sejumlah pihak, mulai dari Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur, Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua.

Selain itu, KPK menduga Lukas juga menerima gratifikasi senilai Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun.

Lukas yang kini berstatus gubernur nonaktif disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 B UU Tipikor. Selain itu, Lukas juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPU.

D. Gratifikasi dan TPPU Rafael Alun Trisambodo

Mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo diproses hukum KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi terkait perpajakan sebesar US$90.000 atau sekitar Rp1,35 miliar. Dia ditahan sejak 3 April 2023.

Kasus ini berawal dari harta-harta Rafael yang menjadi sorotan di media sosial. Rafael, saat menjabat Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur I 2011 lalu, diduga menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaannya. Gratifikasi itu diduga diterima Rafael melalui PT Artha Mega Ekadhana (AME).

Dalam perjalanannya, Rafael juga ditetapkan sebagai tersangka TPPU. Rafael diduga menempatkan, mengalihkan, membelanjakan sekaligus menyembunyikan hingga menyamarkan asal-usul harta miliknya yang diduga bersumber dari korupsi. Sejumlah asetnya pun telah disita KPK.

Berkas perkara Gratifikasi Rafael kini telah lengkap. Dia segera di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

E. Gratifikasi Andhi Pramono

Kasus ini sama-sama berawal dari foto-foto yang viral di media sosial. KPK memproses Mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono diproses hukum KPK atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan barang ekspor impor. Andhi telah ditahan sejak 7 Juli 2023.

Dia diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp28 miliar dalam kurun waktu 2012-2022. Penerimaan uang itu melalui transfer ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nominee.

Tindakan Andhi dimaksud diduga sebagai upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitas Andhi sebagai pengguna uang yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain.

Dia diduga menggunakan uang tersebut di antaranya untuk membeli berlian senilai Rp652 juta, polis asuransi senilai Rp1 miliar dan rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.

Atas perbuatannya, Andhi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar