Buntut Pembakaran Al Quran, Erdogan Bakal Tolak Swedia Gabung NATO

Kamis, 06/07/2023 09:52 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (AFP via Detik)

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (AFP via Detik)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan belum lama ini memberi sinyal bahwa Ankara belum siap merestui Swedia masuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) imbas aksi pembakaran Al Quran saat Iduladha pekan lalu.

Sebagai informasi, Turki adalah salah satu anggota NATO memiliki hak seperti seluruh anggota lainnya untuk menerima atau menolak negara tertentu yang ingin bergabung ke aliansi tersebut.

Usai pertemuan kabinet, Erdogan mengatakan Stockholm harus bekerja lebih keras terhadap "pekerjaan rumah" yang perlu diselesaikan, jika benar-benar ingin bergabung dengan NATO.

Dalam kesempatan itu, Erdogan mengecam Swedia yang mengizinkan aksi melecehkan Islam itu kembali terjadi di negara tersebut. Menurutnya, tindakan semacam itu merupakan kejahatan rasial terhadap Muslim.

"Kami telah memperjelas bahwa perjuangan yang gigih melawan organisasi teroris dan Islamofobia adalah garis merah kami," kata Erdogan seperti dikutip Arab News, Senin (3/7).

Dia kemudian melanjutkan, "Setiap orang harus menerima bahwa persahabatan Turki tidak dapat dimenangkan dengan mendukung terorisme atau dengan memberi ruang bagi teroris."

Erdogan menyampaikan sinyal penolakan ini setelah polisi Swedia mengizinkan protes di luar masjid di Stockholm yang lagi-lagi diwarnai aksi pembakaran Al Quran seperti awal tahun ini.

Aksi yang bertepatan dengan Hari Raya Iduladha pada 28 Juni itu dilakukan oleh Salwan Momika, imigran asal Irak yang mengungsi ke Swedia sejak lima tahun lalu.

Momika berdalih pembakaran Al Quran merupakan caranya mengekspresikan opini soal kitab suci umat Islam tersebut.

Sederet negara, seperti Arab Saudi hingga Indonesia, lantas mengecam aksi yang dianggap sebagai penistaan agama ini.

Saudi bahkan memanggil duta besar Swedia di Riyadh untuk menyampaikan protes. Mereka mendesak Swedia agar tak membiarkan aksi-aksi semacam ini terjadi lagi.

Menyusul aksi ini, Erdogan mengatakan "ketimbang buang-buang waktu dengan taktik gangguan, kami percaya bahwa menepati janji akan menjadi metode yang lebih rasional dan lebih bermanfaat."

"Kami menyarankan mereka untuk mengamati diri mereka sendiri dan melakukan pekerjaan rumah mereka dengan lebih baik," ucap dia, merujuk pada memorandum yang ditandatangani Swedia dan Finlandia dengan Turki tahun lalu.

Memorandum ini terkait persetujuan kedua negara Nordik untuk mengatasi kekhawatiran Ankara, terutama soal Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dicap sebagai teroris. Meski begitu, memorandum ini tidak mencakup soal memerangi Islamofobia.

Sejak pembakaran Al Quran di Stockholm pada akhir Januari lalu, Turki berulang kali menegaskan keengganannya merestui Swedia bergabung dengan NATO.

Turki menuding Swedia terlalu lembek terhadap demonstrasi anti-Islam maupun terhadap kelompok-kelompok yang dianggap Ankara sebagai ancaman keamanan.

Swedia sendiri mengklaim telah mengubah undang-undang anti-teroris mereka sejak mengajukan keanggotaan NATO guna mendapat restu Ankara. Namun, Turki beranggapan pendukung kelompok militan masih bisa dengan bebas mengatur demonstrasi, merekrut anggota, dan mendapatkan dana di negara tersebut.

NATO sebetulnya ingin memasukkan Swedia ke dalam daftar anggota saat para pemimpin blok bertemu di Lithuania pada 11-12 Juli. Kendati begitu, Erdogan mengatakan Stockholm masih punya `PR` untuk dirampungkan.

Guna menjadi bagian NATO, Swedia memang harus mendapat restu dari seluruh anggota blok pimpinan Amerika Serikat tersebut. Sejauh ini, tinggal Turki dan Hungaria yang belum memberikan restu.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada pekan lalu mengajak Turki, Swedia, dan Finlandia untuk bertemu pada 6 Juli demi mengatasi keberatan Ankara. Finlandia sejauh ini sudah bergabung dengan NATO meninggalkan Swedia.

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar