Indikator: Korupsi RAT Bikin Masyarakat Ogah Taat Bayar Pajak

Minggu, 02/07/2023 16:35 WIB
Ilustrasi pemotongan pajak (Foto : jagatbisnis.com)

Ilustrasi pemotongan pajak (Foto : jagatbisnis.com)

Jakarta, law-justice.co - Kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT) ternyata dapat berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi pemasukan ekonomi negara. Efek korupsi yang dilakukan Rafael membuat sebagian masyarakat hilang kepercayaannya terhadap Direktorat Jenderal Pajak sehingga memilih untuk tidak taat membayar pajak.

Persepsi negatif masyarakat soal kredibilitas institusi negara dalam mengelola pajak terungkap dalam hasil survei Indikator Indonesia yang rilis pada Minggu (2/7/2023). Menukil hasil survei, ditemukan ada gap yang sangat besar antara tingkat kepercayaan dengan kepatuhan untuk tetap membayar kewajiban pajak, sekitar 20%.

Hasil survei Indikator menunjukkan kepercayaan terhadap DJP selaku pihak yang mengumpulkan pajak, tidak lantas juga berarti membuat masyarakat percaya untuk tetap membayar pajak. Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi mengatakan kepercayaan publik untuk tetap membayar pajak harus dipulihkan guna menyiasati lunturnya kredibilitas pegawai pajak.

Kata Burhanuddin, megembalikan persepsi positif masyarakat soal taat pajak penting dilakukan, jika Indonesia tidak mau kehilangan pendapatan nasionalnya. “Indikator memperkirakan pendapatan utama negara, yaitu sektor perpajakan, sangat potensial mengalami penurunan pada masa yang akan datang,” katanya.

Dari hasil survei yang mengambil sample persepsi masyarakat dalam kurun waktu 20-24 Juni 2023 ini, kebanyakan warga menilai perlu adanya hukuman lebih berat bagi pegawai pajak yang terbukti korupsi. Persentase yang menilai hal demikian sebesar 33 persen. Kemudian persentase persepsi yang menilai pegawai pajak patut dipecat ketika tidak bisa mempertanggung jawabkan kekayaannya yang melampaui kewajaran, mencapai 29 persen.

Persepsi masyarakat demikian merupakan luapan kekecewaan yang harus diserap oleh negara demi mengembalikan citra institusi perpajakan. “(Hal itu) merupakan tindakan yang harus dilakukan oleh DJP untuk memulihkan kepercayaan publik,” ujarnya.

Sebelum kasus RAT, institusi pajak kadung diketahui kerap tersangkut kasus korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2005 - 2019 sedikitnya terdapat 13 kasus korupsi perpajakan yang menunjukan kongkalikong antara pihak pemerintah dan swasta. Dari seluruh kasus tersebut, terdapat 24 orang pegawai pajak yang terlibat. Modus umum dalam praktik korupsi pajak adalah suap menyuap. Total nilai suap dari keseluruhan kasus tersebut mencapai Rp 160 milyar. Ini tentu belum dihitung nilai kerugian negara akibat berkurangnya pembayaran pajak oleh wajib pajak korporasi.

Ada setidaknya tiga kasus korupsi yang melibatkan pegawai negeri sipil di DJP dan pernah menarik perhatian publik. Pertama, kasus yang menjerat Gayus Tambunan, pegawai negeri sipil di DJP yang diketahui menerima suap dan gratifikasi hingga Rp 925 juta, US$ 659,800, dan Sin$9,6 juta, serta melakukan pencucian uang. 

Kedua, kasus yang menjerat mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII DJP Kemenkeu Bahasyim Assifie. Ia terbukti menerima suap senilai Rp 1 miliar dan terbukti melakukan pencucian uang. Ketiga, kasus yang menjerat Dhana Widyatmika, pegawai di DJP yang terbukti menerima gratifikasi dengan total nilai Rp2,5 miliar, melakukan pemerasan, dan melakukan pencucian uang.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar