Hendrajit, Wartawan Senior

Desmond J Mahesa: Aktivis Muslim yang Nyaman di Lingkaran Nasionalis

Minggu, 25/06/2023 14:43 WIB
Politikus Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia, dia sempat dirawat di Rumah Sakit (RS) Mayapada, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Jenazah Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, dimakamkan di Al-Azhar Memorial Garden Karawang, Sabtu (24/6/2023). Robinsar Nainggolan

Politikus Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia, dia sempat dirawat di Rumah Sakit (RS) Mayapada, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Jenazah Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, dimakamkan di Al-Azhar Memorial Garden Karawang, Sabtu (24/6/2023). Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Bung Desmond wafat. Begitulah berita yang saya terima pagi ini. Mengingat penyakit ginjalnya yang sudah ia alami bertahun tahun tetap saja kabar berpulangnya pria asli Banjarmasin itu pada hari ini mengejutkan saya.

Saya sendiri dengan Desmond meski saling mengenal baik satu sama lain sejak 1997, namun kalau dianalogikan ibarat sama-sama anak kosan yang tinggal satu atap, tapi punya kelompok pertemanan yang berbeda.

Punya agenda dan acara masing masing yang berbeda setiap harinya. Sehingga kalaupun bertemu dan saling komunikasi hanya pas pagi hari atau pas tengah malam karena sama-sama sudah lelah beraktivitas sepanjang hari.

Maka ketika hari ini kita berbagi kenangan dan ingatan seiring wafatnya Bung Desmond, apa kalimat singkat yang kiranya pas mengantarkan kepergian salah satu kader terbaik Partai Getindra dan anggota DPR-RI komisi III ini?

Aktivis Muslim yang nyaman berada di lingkaran kaum nasionalis. Saya kira frase kalimat ini tidak berlebihan. Kali pertama saya berkenalan dengan Desmond pada 1997 di Deplu Raya, kediaman mas Erros Djarot.

Kala itu, Deplu Raya boleh dibilang rumah juang para eksponen pergerakan yang ikut menanam benih munculnya apa yang kelak disebut para aktivis pergerakan 1997-1998.

Mengingat fakta bahwa Desmond yang alumni fakultas hukum Lambung Mangkurat ini saya kenal juga sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kehadiran Desmond di Deplu Raya yang waktu itu sudah suatu konfigurasi pelangi berbagai aliran dan mahzab politik yang beragam, tentu saja suatu kejutan menyenangkan buat saya dan kawan-kawan yang waktu itu tak melihat jalan lain untuk perubahan mendasar dan menyeluruh, kecuali melengserkan Pak Harto sebagai titik tolak walau bukan titik tuju.

Bertemu kali pertama di kediaman Erros kala itu membawa kesan yang saya ingat terus sampai sekarang. Meski baru kenalan tapi dari obrolan mengisi waktu sambil menunggu Erros yang lagi menerima tamu yang silih berganti, saya baru tahu kalau sudah tahu banyak tentang saya saat ia mengikuti berbagai diskusi yang diselenggarakn para aktivis Hmi dari berbagai kampus di Jakarta.

Alhasil perbincangan mengenai konstelasi politik nasional pada saat posisi pemerintahan Suharto lagi gonjang ganjing, boleh dibilang kita punya satu spirit dan persepsi yang sama dalan menilai keadaan saat itu. Bahwa pada saat Suharto menjadi titik pusat dan pusat piramida politik saat itu, justru di situlah nanpak titik lemah Suharto. Dan prediksi itu terbukti benar pada Mei 1998.

Nah dari perbincangan singkat di ruang tamu Deplu Raya itulah saya dapat kesan bung Desmond ini merupakan anomali di lingkungan HMI. Berbincang dengan Desmond yang dari gesture terkesan dingin namun berkepribadian hangat itu, mengingatkan saya pada sosok senior HMI kenamaan yaitu Dahlan Ranumihardjo.

Salah satu mantan Ketua Umum PB HMI era 1950an yang sangat gandrung pada ajaran marhaenisne dan nasionalisme sebagai mahzab politiknya Sukarno.

HMI mahzab Sukarno. Itulah yang merekatkan Desmond dengan orang orang dari lingkaran kaum nasionalis dari berbagai spektrum politik kaum nasionalis baik yang berbasia religius maupun sosialis.

Dan dari kalangan eksponen HMI mahzab Pak Dahlan Ranu, Desmond sesungguhnya tidak sendirian. Dari kalangan senior HMI yang lebih senior dari Desmond, ada Akbar Tanjung dan Zulvan Lindan. Dari kalangan yang lebih yunior dari Desmond ada Dadang RHS dan Rusman Rusli.

Konfigurasi pelangi namun ideologis ini pada perkembangannya menjadi kaukus politik yang menjadi dinamo stater demonstrasi mahasiswa Mei 1998 dan sebagai nuklius politik pasca reformasi.

Ada yang bergerak di Golkar ada yang bergerak di PDIP pimpinan Megawati. Ada di PAN yang bernasabkan Amien Rais maupun Faisal Basri.

Oleh sebab terkoneksinya Desmond dengan Jejaring Pelangi lintas aliran dan lintas mahzab namun bervisi nasionalis kerakyatan inilah, boleh jadi menyebabkan pria kelahiran 1965 masuk target operasi komunitas intelijen pak Harto entah dari jalur mana.

Menariknya, penculikan terhadap Desmond, Haryanto Taslam, Andi Arif, dll, terjadi seminggu setelah pertemuan di Deplu Raya yang mana saya ikutan hadir.

Saat pertemuan khusus dengan Erros setelah para tamu sebelumnya pulang, ikut gabung kawan saya sejak era Detik AS Laksana, Dodi Yusra, aktivis UGM yang erat dengan komunitas Detik, Dadang RHS, dan tentu saja bung Desmond.

Dan seperti biasa, kalau mas Erros mulai memimpin pertemuan kita yang muda-muda ini dengan bijak menyimak monolog Erros. Buat kita waktu itu oke-oke saja.

Waktu pulang bersama pada dini hari Desmon dan saya satu mobil yang dikemudikan bung Yusra. Waktu malam itu di mobil yang juga ikut kawan saya Sulak, sama sekali tak menyangka bung Desmond tiba-tiba dikabarkan hilang. Untunglah akhirnya bung Desmon dan kawan kawannya bebas.

Bahkan Desmond dan Haryanto Taslam merapat kepada Prabowo Subianto di partai Gerindra.

Kerja Tuhan memang misterius dan penuh rahasia. Dan selalu bekerja melalui celah celah yang tersembunyi.

Selamat jalan bung Desmond. Sampai bertemu kembali entah kapan.

 

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar