Impor Emas Ilegal Lewat Depan Hidung Aparat Bea Cukai, Negara Rugi Triliunan Rupiah

Menguliti Jalur Haram Impor Emas

Sabtu, 03/06/2023 12:12 WIB
Penyidik Kejaksaan Agung melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas berdasar Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Prin-14/F.2/Fd.2/05/2023. Sprindik yang diteken 10 Mei 2023 itu berisi pengusutan kasus korupsi sektor emas yang terjadi dalam rentang waktu 12 tahun, yakni periode 2010 hingga 2022.

Penyidik Kejaksaan Agung melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas berdasar Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Prin-14/F.2/Fd.2/05/2023. Sprindik yang diteken 10 Mei 2023 itu berisi pengusutan kasus korupsi sektor emas yang terjadi dalam rentang waktu 12 tahun, yakni periode 2010 hingga 2022.

law-justice.co - Perlu waktu hampir satu tahun bagi Jaksa Agung untuk mengungkap dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 s/d 2022. Pada Jumat (12/5/2023), Kejaksaan Agung melalui Kapuspenkum Ketut Sumedana mengungkap sedang melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas.

Penyidikan ini dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Prin-14/F.2/Fd.2/05/2023. Sprindik yang diteken 10 Mei 2023 itu berisi pengusutan kasus korupsi sektor emas yang terjadi dalam rentang waktu 12 tahun, yakni periode 2010 hingga 2022. 

Dalam taklimat perdana, Ketut Sumedana belum secara gamblang menjelaskan ihwal konstruksi perkara, termasuk modus maupun kerugian negara akibat laku bancakan ini. Namun yang jelas, penyidik memulai penyidikan dengan melakukan penggeledahan di beberapa tempat. Dari hasil penggeledahan, penyidik mengklaim berhasil memperoleh dan menyita sejumlah dokumen penting serta barang bukti elektronik yang diduga berkaitan dengan perkara.

Sejumlah bukti yang didapat berasal dari lokasi penggeledahan yang tersebar di beberapa tempat, yaitu mulai dari Pulogadung, Pondok Gede, Cinere, Pondok Aren hingga Surabaya. Belakangan, Kejagung mengonfirmasi lokasi yang pertama disebut adalah kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada di bawah Kementerian Keuangan. 

Kemudian, dalam konferensi pers pada Senin (15/5/2023), Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi terkesan hati-hati dalam menjawab pertanyaan awak media. Ia enggan menyampaikan duduk perkara kasus ini secara jelas, apalagi membeberkan siapa saja pihak yang terlibat. “Mohon maaf, saya secara teknis belum bisa jelaskan karena baru kita mulai. Secara garis besar telah terjadi impor emas yang diduga perlakuannya tidak sebagaimana mestinya sehingga ada dugaan perlakuan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara," kata Kuntadi saat itu. 

Sepekan setelahnya, Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah justru menuturkan rentang waktu kasus yang sedang disidik adalah periode 2021-2022 atau berbeda dengan pernyataan Humas Kejagung di awal. Akan tetapi, ia pun enggan mengatakan kasus yang dimaksud melibatkan pihak mana saja. 

Ketut Sumedana saat dikonfirmasi Law-justice.co pada Rabu (31/5/2023), mengatakan kasus ini masih dalam penyidikan umum sehingga informasi masih terbatas diungkap ke publik. “Saya tidak bisa membuka (informasi) biar tidak menganggu proses (hukum) yang sedang berjalan,” ucap dia. 

 

Bermula dari Temuan Komisi III DPR RI

Merujuk pernyataan Jampidsus, kasus yang dimaksud erat kaitannya dengan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR pada Senin (14/6/2021) yang menyebut bakal mengusut kasus korupsi impor emas. Dalam rapat itu, anggota DPR Arteria Dahlan bilang ada penyelundupan impor emas senilai Rp47,1 triliun pada periode 2019-2021 yang melibatkan pejabat Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Soekarno-Hatta dan 8 perusahaan, satu di antaranya BUMN PT Antam. 

Secara gamblang Arteria Dahlan mengungkap praktik penggelapan terkait importasi emas yang melibatkan Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta.  "Ini ada masalah penggelapan. Ini ada masalah orang maling terang-terangan, pak. Saya ingin sampaikan coba diperiksa kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta. Namanya inisialnya FM. Apa yang dilakukan pak? Ini terkait impor emas senilai Rp 47,1 triliun. Ulangi pak, Rp 47,1 triliun. Kita nggak usah ngurusin pajak rakyat pak," ujarnya.

"Apa yang dilakukan? Ada indikasi ada perbuatan manipulasi pak. Pemalsuan, menginformasikan hal yang tidak benar. Sehingga produk tidak dikenai bea impor. Produk tidak dikenai bea impor, produk tidak dikenai pajak penghasilan impor pak. Potensi kerugian negaranya pak Rp 2,9 triliun. Ini bukan uang kecil pak di saat kita lagi susah," lanjutnya.

Anggota KOMISI III DPR Arteria Dahlan

Arteria lantas mengungkapkan modus yang dilakukan para pihak. Modusnya adalah impor emas Rp 47,1 triliun dengan mempergunakan HS yang tidak sesuai. "Ini bukan temuan pertama pak, ini temuan kesekian kalinya. Saya tadi dikatakan Pak Suding ada PT Jardin Trako Utama April 2020. Pelakunya sama pak, Finani dan petinggi kantor pusat Bea Cukai," ujar Arteria.

"Batangan emas yang sudah bermerek, yang sudah bernomor seri, yang sudah dikemas rapi bersegel dan tercetak keterangan berat dan kandungan emasnya seolah-olah dikatakan sebagai bongkahan emas," lanjutnya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, emas impor itu berasal dari Singapura. Namun, ada perbedaan laporan ekspor di Singapura dan di Indonesia.

"Waktu masuk dari Singapura, barangnya udah bener pak. HS-nya 71081300. Artinya kode emas setengah jadi. Di Indonesia barang tersebut kena bea impor 5%, kena PPh impor 2,5%. Tapi sampai di Bandara Soekarno-Hatta kode tersebut sudah berubah saat dicatat di dokumen PIB, pemberitahuan dokumen impor," ujar Arteria.

"Yang tadi sudah batangan, berlabel dan sebagainya, seolah-olah dikatakan sebagai bongkahan pak, sebagai cash bar. Ini sudah luar biasa ini menyimpangnya. Kodenya dicatat 71081210. Artinya emas bongkahan. Apa konsekuensinya? Emas bongkahan tidak kena namanya bea impor, apa konsekuensinya? Tidak kena lagi yang namanya PPh impor," lanjutnya.

Konsekuensi dari ini semua, menurut Arteria, adalah negara kehilangan potensi pendapatan. Dari satu perusahaan saja, negara rugi Rp 2,35 triliun (bea impor) dan Rp 597 miliar (PPh impor).

Lebih lanjut, Arteria mengatakan, berdasarkan dua temuan itu telah disimpulkan kalau pengimpor diduga tidak mencantumkan dokumen HS dengan benar.

"Ini bapak tidak perlu sidik lagi, bapak tinggal tangkap. Karena apa? Ini semua historikalnya sudah saya bacakan tadi dan sudah ada temuan di penindakan Bea Cukai," katanya.

Berikut 8 perusahaan yang dimaksud Arteria:

  1. PT Jardin Trako utama
  2. PT Aneka Tambang
  3. PT Lotus Lingga Pratama
  4. PT Royal Rafles Capital
  5. PT Viola Davina
  6. PT Indo Karya Sukses
  7. PT Karya Utama Putera Mandiri
  8. PT Bumi Satu Inti

Belum Tetapkan tersangka, Penyidik Fokus Dalami Saksi

Mencermati saksi yang sejauh ini diperiksa Kejagung, tampaknya kasus yang sedang disidik memang betul terkait penyelundupan impor emas yang disebut Arteria itu. Dari catatan Kejagung, setidaknya ada 29 saksi yang digali keterangannya sejak 19 Mei 2023 hingga 31 Mei 2023. Mereka adalah pejabat di Antam, pejabat DJBC sampai dengan pihak swasta yang nama perusahannya sesuai dengan yang diungkap Arteria. 

Dari 8 perusahaan yang disebut, penyidik Kejagung sudah melakukan pemeriksaan terhadap 2 perusahan di luar Antam, yakni PT Royal Raffles Capital dan PT Karya Utama Putra Mandiri. Artinya masih ada 5 perusahaan lagi yang belum dimintai kesaksiannya, yaitu PT Jardin Trako utama, PT Lotus Lingga Pratama, PT Viola Davina, PT Indo Karya Sukses dan PT Bumi Satu Inti. 

Dari laporan dan data yang kami himpun, ada 3 lagi perusahaan importir emas yang terlibat dalam perkara ini. Mereka adalah PT Indah Golden Signature, PT Untung Bersama Sejahtera, dan PT Suka Jadi Logam. Kejagung juga sudah menggali kesaksian dari pegawai 3 korporasi tersebut. Bahkan, sejak awal penyidikan, penyidik telah geledah kantor PT Indah Golden Signature dan PT Untung Bersama Sejahtera di Surabaya. 

Beralih ke pemeriksaan saksi dari kalangan penyelenggara negara, Kejagung teranyar memintai kesaksian seorang pejabat DBC Soekarno-Hatta berinisial BWBM selaku Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai. Berdasar penelusuran, inisial BWBM ini adalah Bahaduri Wijayanta Bekti Mukarta. 

Bahaduri lah yang pertama kali mengendus gelagat penyelundupan impor emas dalam perkara ini. Lantas, direktorat Bahaduri mengeluarkan dokumen yang berisi penyelewengan impor emas batangan di Bea Cukai Soekarno-Hatta. Adanya temuan impor emas yang tidak beres melalui Singapura ini berawal dari analisis yang merujuk data global trade atlas dan Badan Pusat Statistik. Ditemukan ketidaksesuaian antara laporan ekspor dari Singapura dengan laporan yang dihimpun petugas Bea Cukai. 

Emas yang parkir di Singapura sebelum diimpor ke Indonesia itu berkode Harmonized System (HS) 7108.13.00 atau kode untuk menunjukkan emas setengah jadi. Sesuai dengan aturan kepabeanan di Indonesia, emas jenis itu wajib dikenakan tarif bea masuk sebesar 5 persen.   

Namun, kode emas itu diduga berubah saat masuk ke Indonesia. Padahal, emas itu diketahui sudah berbentuk emas batangan dan berlabel. Kode HS-nya dicatat berubah dalam dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) Bandar Udara Soekarno-Hatta sebagai emas berkode 7108.12.20 yang dikategorikan emas bongkahan atau ingot yang harus diolah lagi. Di Indonesia, emas impor dengan kode HS tersebut bebas bea masuk atau 0 persen. 

Seharusnya, emas yang masuk ke Indonesia itu mesti dicatat dalam kode HS 7115.90.10 atau emas batangan siap jual yang dikenai bea masuk sebesar 5 persen. Akibatnya, impor emas senilai Rp47,1 triliun itu tak dikenakan bea masuk sehingga terdapat potensi kerugian negara dari selisih bea masuk dalam impor ini sebesar Rp2,9 triliun. 

Adapun rincian transaksi impor senilai Rp47,1 triliun itu terbagi di 11 korporasi tadi. Paling banyak nilai impornya adalah Antam, mencapai Rp39,1 triliun. Masih dalam angka triliunan, berikutnya adalah PT Indo Karya Sukses, sebesar Rp3,74 triliun dan diikuti PT Lotus Lingga Pratama dengan nilai impor sebesar Rp2,66 triliun. Lalu, kurang lebih Rp2 triiun sisanya menyebar di transaksi impor ke delapan perusahaan. 

Hasil temuan dan pengolahan data ini yang kemudian disampaikan ke Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Soekarno-Hatta yang saat itu dijabat Finari Manan. Hasil temuan termaktub dalam nota dinas. Nama Finari Manan ini juga disebut Arteria dalam rapat bersama Jaksa Agung pada Juni 2021 tersebut. Ia diduga terlibat dalam penyelundupan impor emas itu. 

Diolah dari berbagai sumber.

Melihat nota dinas itu, Finari mengirim balik nota dinasnya kepada Direktur Teknis Kepabaenan Bea Cukai Fajar Doni. Finari dalam nota dinas itu bersikukuh bahwa penetapan tarif impor emas telah sesuai, yakni 0 persen. Ia merujuk pada kegiatan petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta yang katanya sudah melakukan pemeriksaan fisik atas impor emas yang dimaksud. 

Nota dinas Finari pun dibalas. Fajar Doni dalam keyakinan impor emas itu harus dikenai bea masuk 5 persen. Sebab, fisik emas yang diimpor adalah emas batangan. 

Keterangan impor emas wajib dikenai bea masuk 5 persen diperkuat oleh nota dinas Bahaduri. Diindikasikan barang yang seharusnya diklarifikasi pada pos kode 7108.12.00 dengan tarif pembebanan bea masuk 5 persen pada saat importasi di Indonesia dilarikan pada pos tarif 7108.12.10 dengan tarif pembebanan bea masuk 0 persen.

Perkara impor yang disidik Kejagung ini juga tampaknya ada kaitannya dengan semesta transaksi janggal Rp189 triliun yang diungkap Menkopolhukam Mahfud Md. Dalam transaksi janggal triliunan itu, disebut juga terkait permainan dalam impor-ekspor emas di Bea Cukai dan yang melibatkan Antam. 

Perkara pertama terkait soal ketidaksesuaian dokumen ekspor emas yang dilakukan oleh suatu perusahaan pada 2016 lalu. Ada perbedaan antara dokumen dan pembuktian fisik emas yang ditemukan oleh petugas Bea Cukai Soekarno Hatta. Alhasil, pihak DJBC membawa perkara ini ke meja hijau. Namun, tergugat diputus tidak bersalah secara pidana dalam hal pemalsuan dokumen ekspor itu. Hakim hanya mengenai delik pelanggaran administratif secara kepabeanan. 

Perkara kedua, ihwal kasus yang melibatkan eks General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Aneka Tambang  (Antam) Dody Martimbang dan Direktur Utama PT Loco Montrado Siman Bahar dalam kerja sama pengolahan anoda logam. Dody diduga menyetujui penunjukan perusahaan PT Loco Montrado sebagai backup refinery tanpa adanya persetujuan direksi PT Antam. Pemilihan itu juga tanpa adanya riset yang dilakukan sebelumnya. Negara melalui BUMN Antam disebut mengalami kerugian sebesar Rp100 miliar lebih. Untuk kedua perkara tersebut, kami sudah menulisnya dalam laporan berjudul “Melacak Sosok di Balik Transaksi Janggal Rp189 T”. 

Teranyar pada sidang PN Tipikor Jakarta Pusat akhir Mei 2023 kemarin, Dody didakwa JPU KPK telah merugikan negara atas dugaan korupsi dalam pengadaan anoda dengan Loco Montrado. Atas perbuatannya, Dody didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Sementara Siman Bahar masih melenggang bebas, setelah berhasil lolos dari jeratan tersangka oleh KPK melalui sidang praperadilan. Dasar hukum penetapan tersangka yang dilayangkan oleh KPK dinilai hakim saat itu masih lemah. 

Setelahnya, Komisi antirasuah pada awal Mei 2023 memanggil Siman untuk menggali keterangannya soal kerjasama perusahaannya dengan Antam. Penyidik ingin menggali pertemuan antara Siman dan Dody dalam pengolahan anoda logam yang ilegal ini untuk membuktikan kongkalikong di antara mereka. 

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi, KPK, Asep Guntur Rahayu menuturkan pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan terus memproses status hukum Siman Bahar. “Untuk perkara dimaksud sedang kami dalami, Insya Allah dalam waktu dekat akan direlease,” kata Asep saat dihubungi Law-justice, Kamis (1/6/2023). 

Asep belum mau menjelaskannya lebih lanjut soal dasar hukum penetapan tersangka oleh KPK yang dinilai belum kuat itu. “Ini masuk materi penyidikan. Nanti akan kami buka di persidangan. Pada prinsipnya perkara yang naik dalam penyidikan memiliki paling tidak dua alat bukti,” ujar dia.  

Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak. (Parlementaria)

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengatakan Kasus korupsi emas di PT Aneka Tambang (Antam) terjadi bukan kali ini saja.  Amin menyebut pada Tahun 2022 lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memvonis pelaku korupsi dengan modus persekongkolan pengalihan izin usaha tambang emas.

Korupsi di PT Antam kembali terjadi dan saat ini sedang disidik oleh Kejaksaan Agung setelah sebelumnya dilakukan penyelidikan mendalam.  Berdasarkan modus sebagaimana diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung), Anggota Komisi VI DPR RI, Amin menduga praktik korupsi berjalan sistemik karena dirancang secara luar biasa.

Amin menyebut hal ini bisa dilihat dari dua hal, Pertama dari periode waktu terjadinya korupsi. Kedua dilihat dari modus korupsi yang digunakan. “Pertama dari sisi waktu terjadinya korupsi. Berdasarkan hasil penyelidikan Kejagung, diduga korupsi emas di PT Aneka Tambang tersebut berlangsung sejak tahun 2015 sampai tahun 2022. Bahkan Kejagung sedang memperlebar waktu penyelidikan hingga ke tahun 2010 silam,” kata Amin kepada Law-Justice.

Sedangkan dari sisi modus, Politisi PKS ini menyatakan bila korupsi dilakukan dengan mengubah dan memalsukan status dokumen atau kode impor. “Mereka memalsukan kode dokumen dari seharusnya impor emas batangan setengah jadi diubah menjadi seolah-olah impor emas bongkahan. Dari pemalsuan dokumen ini saja negara dirugikan sampai Rp2,9 triliun dan ini diduga bukan kali pertama terjadi,” sebutnya.

Berdasarkan periode waktu, Amin menuturkan bila korupsi berlangsung maupun modus operasi yang dilakukan, menunjukkan betapa lemahnya kerja pengawasan yang ada di PT Antam. Dewan komisaris yang seharusnya melakukan fungsi pengawasan di BUMN sesuai jabatannya, gagal mendeteksi kejahatan yang telah berlangsung cukup lama.

“Tanpa bermaksud mendahului proses penyelidikan dan penyidikan yang sedang dilakukan Kejagung, saya berharap Kejagung tidak hanya memeriksa direksi hingga manajer, namun juga memeriksa dewan komisaris. Hal itu penting untuk membersihkan PT Antam dari korupsi hingga ke akarnya, juga untuk mencegah spekulasi adanya pembiaran ataupun keterlibatan dewan komisaris,” tuturnya.

Merujuk pada Peraturan Menteri BUMN tahun 2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), bahwa dewan komisaris juga bertanggung jawab atas terlaksananya GCG di BUMN. 

Selain itu, Dewan Komisaris harus memantau dan memastikan bahwa GCG diterapkan secara efektif dan berkelanjutan.

Berulangnya kasus korupsi emas di PT Antam ini mendorong Amin mempertanyakan implementasi prinsip-prinsip GCG maupun pengawasan pelaksanaannya. “Merujuk hasil penyelidikan Kejagung, praktik korupsi diduga sudah berlangsung setidaknya sejak 2015 lalu, apa iya Dewan Komisaris tidak tahu. Lantas bagaimana dengan pelaksanaan tugas pengawasannya?” tanya Amin.

Karena itu, Amin pun mendukung langkah Kejagung untuk menuntaskan kasus korupsi di PT Antam. “Juga berbagai kasus korupsi di sejumlah BUMN sebagai bagian dari upaya bersih-bersih di perusahaan milik negara,” imbuhnya.

Lagi-lagi Dugaan Korupsi Senggol BUMN, Bagaimana Peran Pengawasan?

Terkait dengan kasus pengelolaan emas tersebut, Anggota Komisi III DPR RI Santoso mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut tuntas kasus korupsi pengelolaan emas yang disebut terkait kegiatan ekspor-impor komoditas logam mulia. 

Sebab, menurut legislator Partai Demokrat ini kasus yang muncul sejak 2021 itu tidak boleh dipetieskan. "Kasus importasi emas yang merugikan negara trilyunan ini tidak boleh didiamkan. Negara harus hadir kalau tidak mau dianggap melakukan penegakan hukum yang tebang pilih jika kasus ini tidak dilanjutkan," ujar Santoso saat dihubungi.

Santoso sendiri menjadi salah satu pihak yang menyuarakan pengusutan kasus korupsi emas tersebut sejak 2021. Di mana saat itu, Komisi III tengah rapat kerja dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Menurutnya, kasus tersebut terendus pada pertengahan Juni 2021 saat PT Aneka Tambang Tbk (Antam) disebut-sebut terlibat dalam skandal impor emas. Perusahaan pelat merah itu diduga menggelapkan produk emas setara Rp 47,1 triliun dengan cara menukar kode impornya.

Tujuan penukaran tersebut untuk menghindari bea dan pajak penghasilan (PPh) impor. Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta diduga ikut terlibat. "Sudah menjadi modus pelaku pidana yang terkait dengan nilai ekonomi untuk mengamankan kejahatannya. Berkolaborasi dengan aparat penegak hukum agar kasusnya tidak berlanjut pada proses peradilan," ujar Santoso.

Anggota Komisi III DPR RI Santoso

Karena itu, Kejagung harus mengusut tuntas kasus tersebut. Apalagi, kasus impor emas itu juga bersinggungan dengan transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Jika penyampaian Menkopolhukam tentang transaksi importasi emas tidak dilanjuti oleh aparat penegak hukum, maka dipastikan negara telah lumpuh melawan pemilik modal, oligarki," ujarnya.

Terkait dengan hal tersebut, Antam Pun turut angkat bicara setelah terseret kasus dugaan korupsi emas senilai Rp 47,1 triliun. Pihak menyatakan dukungannya terhadap proses hukum yang berlangsung dan siap bekerja sama selama proses penyidikan.

"Kami mendukung proses hukum yang berlangsung," kata Corporate Secretary Division Head Antam, Syarif Faisal Alkadrie saat dikonfirmasi. Syarif juga menuturkan perseroan menghormati dan mengikuti proses yang kini tengah berjalan serta berkomitmen bekerja sama dengan pihak terkait. 

Kasus hukum yang melibatkan perseroan itu pun tidak berdampak terhadap operasional perusahaan. Perusahaan tetap menjalankan layanan optimal untuk memastikan layanan konsumen berjalan normal.

"Operasional perusahaan saat ini berjalan seperti biasa," tuturnya.

Ia melanjutkan, perusahaan senantiasa berkomitmen menciptakan praktik bisnis sesuai tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dengan mematuhi peraturan yang berlaku dalam setiap lini bisnis perusahaan.

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir merespon penelusuran dugaan tindakan pidana korupsi komoditas emas yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). 

Seperti diketahui sesuai dengan kabar yang beredar kasus tersebut melibatkan perusahaan negara, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. (ANTM). "Kalau masalah penyelundupan kita tunggu saja dari pihak berwajib, seperti apa yang pasti saya dukung penuh karena itu walaupun gimana buat kami berarti sistemnya sudah mulai berjalan," kata Erick melalui keterangan yang diterima Law-Justice.

Erick memaparkan, sejak awal kepemimpinannya telah mencanangkan program `bersih-bersih` dan transformasi di tubuh perusahaan BUMN.  Dalam transformasi tersebut termasuk dalam aspek Sumber Daya Manusia (SDM).

"Dalam memastikan perubahan ya harus mencari figur-figur yang tepat tetapi dibangun juga sistem yang baik. Nah kt lakukan konsisten bersih bersih ini," paparnya.

Jika ada oknum yang tersapu oleh pihak berwenang, maka hal itu menjadi bagian dari program tersebut. "Kalau saya lihat mayoritas pun ini banyak kasus lama. Karena itu sekarang kita benar-benar menyeimbabgkan antara SOP dan manusianya. Itu yang kita lakukan," imbuhnya.

Erick menuturkan, sejak awal Kementerian BUMN selalu terbuka untuk bekerjasama dengan lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejagung. "Dengan Kejagung justru proses hukum di Kejaksaan bagian dari SOP sehingga itu tercatat kalau melakukan kesalahan ini itu sistemnya yang ini yang benar. Kalau kita ingat Garuda begitu. Garuda ketika sudah ada tindakan pidana baru ada SOP lain kali ga boleh begitu. Ini yang kita dorong," tutupnya.

Menanggapi adanya dugaan kasus korupsi di Antam, Pengamat BUMN Toto Pranoto mempertanyakan kontrol internal dalam tubuh PT Aneka Tambang (Antam). Toto menyebut bila hal tersebut tentu berimbas pada terseretnya Antam pada kasus korupsi komoditas emas.  "Ini agak mencengangkan karena peristiwa impor emas ini berlangsung dalam kurun waktu cukup panjang," ujar Toto saat dihubungi.

Associate Director BUMN Research Group LM (Lembaga Management) Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) tersebut juga menyoroti lemahnya mekanisme pengawasan internal yang tidak mampu mendeteksi adanya indikasi korupsi.

Toto menilai proyek fiktif atau pelanggaran aturan terkait ekspor dan impor mestinya sesuatu yang bisa dideteksi apabila fungsi pengawasan yang dijalankan Dewan Komisaris berjalan optimal. Menurutnya, dalam setiap action plan yang akan dikerjakan pihak eksekutif biasanya dilaporkan ke dewan komisaris. 

"Dewan komisaris juga bisa optimalkan fungsi pengawasan dengan memberdayakan komite auditnya untuk mendalami transaksi atau aksi korporasi yang dirasa janggal," ucap Toto.

Selain itu, Toto menyatakan masih terdapat pengawasan eksternal yang dijalankan auditor, baik kantor akuntan publik (KAP) maupun BPK. Toto menyampaikan BUMN setiap tahun membuat laporan keuangan yang diaudit kantor akuntan publik (KAP) independen. Dengan demikian, secara aturan, lanjut Toto telah ada sejumlah filter pengawasan yang berlapis.

Toto menyatakan bila masih terjadi kebocoran juga maka masih terungkap kasus manipulasi dalam transaksi impor emas seperti di Antam. "Maka semua mekanisme pengawasan ini bobol alias tidak berfungsi. Apalagi kalau BUMN juga sudah go public (perusahaan terbuka) maka ini bisa menurunkan kepercayaan investor," ujarnya.

Meski Lokus di Bea Cukai, Modusnya Masuk Delik Korupsi

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Yenti Ganarsih mengatakan ada kesalahan pemahaman oleh hakim soal penerapan delik dan sangkaan hukum dalam kasus yang meloloskan secara pidana pihak yang digugat DJBC pada 2016 lalu. Kasus transaksi janggal Rp189 T yang di dalamnya ada perkara ekspor-impor emas tidak bisa dianggap sederhana bahwa permasalahannya hanya pelanggaran administratif saja. 

“Itu yang terjadi penyelundupan. Jangan dibelokkan kalau ada pelanggaran administrasi bersanksi pidana seolah-olah bukan hukum pidana. Jangan dibilang itu ranahnya hukum administrasi. Ini pelanggaran administrasi yang bersanksi pidana. Namanya pidana administratif yang ancamannya pasti penjara,” kata Yenti saat dihubungi law-justice, Selasa (30/5/2023). 

Dalam pandangannya, penyelundupan terbagi dua, yakni secara administrasi dan fisik. Penyelundupan secara fisik artinya betul ada barang masuk, tetapi tidak ada dokumen legal yang menyertainya. “Kalau kasus ini ada dokumennya, tapi dokumennya tidak sesuai dengan barangnya. Dan itu bersanksi pidana,” kata dia.  

Putusan hakim saat itu yang meloloskan unsur pidana, kata dia, menimbulkan tanda tanya besar. Integritas penegak hukum patut dipersoalkan. “Menurut saya karena salah memahami UU. Salahnya pura-pura salah, atau sengaja salah biar dapat uang, itu yang harus didalami. Apakah salah memahami ini ada ongkosnya tidak, karena sudah sangat jelas pidananya,” tutur dia. 

Perihal kasus dugaan korupsi yang kini disidik Kejagung, Yenti menyoroti adanya dugaan gratifikasi atau suap sehingga terjadi manipulasi dokumen impor emas. Polanya, bisa saja melibatkan pejabat Bea Cukai yang mendapat suap dari importir. 

“Ada orang yang menerima untuk mengamankan itu, yang menyogok maupun yang disogok. Di kasus ini bisa saja ada suap ke penegak hukum dan pejabat publik,” kata dia. 

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Yenti Ganarsih. (Instagram Yenti Garnasih)

Senada, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko, juga mengatakan lokus korupsi dalam kasus impor emas ini berada di DJBC Soekarno-Hatta. Modus yang dimainkan mengubah dokumen yang bisa memanipulasi tarif bea masuk impor emas. 

“Yang didagangkan itu berbeda dari barang aslinya dengan yang dilaporkan. Yang dilaporkan pasti tidak sesuai agar lebih murah tarif beanya sehingga ada perbedaan tarif yang merugikan negara. Modus ini hanya bisa dilakukan melalui kerja sama dengan eskpor-impor, dalam hal ini Bea Cukai,” ujar Danang kepada Law-justice.co, Selasa (30/5/2023). 

Danang bilang penyidik mesti menulusuri peranan pegawai Bea Cukai terkait agar dapat mengurai siapa saja yang terlibat korupsi. “Menurut saya yang perlu difokuskan adalah, ketika kasus ini terjadi petugas bea cukainya siapa saja, itu yang harus dikejar. Kemudian LHKPN pegawai bea cukai yang diduga ada keterlibatan mesti dicek juga aset-asetnya,” ucap dia. 

Sementara itu, Yenti menambahkan jajaran Kementerian Keuangan juga patut dimintai keterangannya oleh penyidik Kejagung, selain kesaksian dari DJBC dan pihak importir. “Pada akhirnya sampai ke Kementerian Keuangan. Karena minimal seharusnya ada laporan bahwa ada Rp49,1 T yang masuk ke indonesia dengan dugaan bea masuknya 0. Sejauh mana menteri dapat laporannya. Kalau dirjennya pasti tahu. Kecuali memang dibiarkan terjadi,” kata Yenti. 

Berdasarkan penelusuran, ada satu pejabat Kemenkeu yang saat kasus impor emas terjadi menjabat sebagai Dirjen Bea Cukai, yakni Heru Pambudi. Disinyalir Finari Manan memiliki kedekatan dengan Heru yang menjabat dirjen pada periode 2015-2021. 

Nama Heru sendiri disebut Mahfud dalam rapat dengan DPR beberapa waktu lalu sebagai salah satu pihak dari Kemenkeu yang menerima laporan PPATK soal transaksi janggal Rp189 T. Laporan itu diserahkan oleh PPATK ke Kemenkeu sejak 2017. Akan tetapi, Menkeu Sri Mulyani baru mengetahui saat heboh pengungkapan transaksi janggal Rp349 T. 

Karier Heru terbilang moncer, usai 6 tahun menjabat orang nomor satu di Bea Cukai, ia kemudian diberi jabatan yang memiliki kekuasaan tinggi di institusi bendahara negara itu, yakni sebagai Sekretaris Jenderal. Dalam catatan FITRA, bahkan Heru rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN Pertamina. Diungkap, pendapatan Heru dari Pertamina mencapai Rp2,8 miliar lebih. 

Danang mengatakan potensi konflik kepentingan antar pegawai di Kemenkeu memang terbuka lebar. Dalam konteks korupsi, konflik kepentingan menjadi pintu masuk laku bancakan. 

“Jajaran dirjen di Kemenkeu orang dalam semuanya. Berbeda dengan kementerian lain yang pakai lelang jabatan. Di Kemenkeu enggak pakai lelang jabatan. Artinya ini koneksi antar pertemanan. Sekjen sekarang kan mantan Bea Cukai. Sehingga kemudian tidak ada kontrol yang kuat. Lalu birokrasi di dalam menguasai sepenuhnya,” tutur Danang. 

Dalam kasus transaksi janggal di Kemenkeu, Danang menuturkan konflik kepentingan kentara terlihat. “Konflik kepentingannya itu kenapa inspektorat tidak tampak kinerjanya, mengapa banyak laporan PPATK, tapi kok Kemenkeu tidak ada follow up-nya. Padahal salah satu saluran follow up-nya melalui inspektorat,” kata dia. 

Mendengar adanya kasus korupsi di Bea Cukai, peneliti dari Seknas FITRA, Gulfino Guevarrato berpikir perlu adanya reformasi birokrasi yang konkret. Kasus ini seolah menjadi rentetan dari kasus-kasus yang melibatkan pejabatnya, misal temuan flexing anak mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono yang berujung Andhi dicokok KPK sebagai tersangka perkara gratifikasi. 

“Ini penting untuk diungkap lebih jauh, jangan-jangan ada yang salah dari sistem kelembagaan Bea Cukai. Bea Cukai yang ada di bawah Kemenkeu sehingga kewenangannya sangat luas dan dampaknya kontrolnya jadi lemah sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Bea Cukai. 

“Apakah ada persoalan kelembagaan, kok bea cukai lagi-lagi bermasalah. Jangan-jangan Bea Cukai di bawah Kemenkeu ini tidak tepat, jangan-jangan harus dibuat sendiri institusinya. Agar kontrolnya lebih mudah, tidak dengan kemenkeu, tapi langsung dengan presiden dan DPR dan APH,” imbuhnya.  

Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko

Soal perkara ini, Juru Bicara Kemenkeu, Yustinus Prastowo menanggapinya secara diplomatis. Ia tak menjawab pertanyaan kami soal dugaan keterlibatan Heru Pambudi dalam kasus ini. 

 “Kami menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung. DJBC akan kooperatif dan menjelaskan semua yang ditanyakan, termasuk dokumen yang dibutuhkan. Tentu kami percaya proses penyidikan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar dia saat dikonfirmasi Law-justice.co, Rabu (31/5/2023). 

Apa yangah disidik oleh Kejaksaan Agung tampaknya baru pucuk gunung es adanya dugaan korupsi yang lebih besar dan lebih dalam lagi di tubuh Direktorat Jenderal bea dan cukai. Kasus dugaan korupsi emportasi emas ini, bisa menjadi petunjuk adanya dugaan korupsi sejenis pada komoditas lain dengan modus yang kurng lebih sama.

Dalam teori, kerap disebutkan diskresi yang terlalu luas dan pasar monopolistik dan tertutup cenderung menyuburkan praktik korupsi. Dalam kasus impor emas ini, komoditas yang sama, namun berbeda bentuk, mendapat perlakuan yang berbeda. Hasilnya, diskresi petugas di lapangan, saat inspeksi fisik dan visual menjadi sangat determinan. Apalagi dalam kasus ini, diduga bukan hanya inspeksi fisik yang melibatkan petugas lapangan. Tetapi nulai dari penyusunan dokumentasi, hingga transportasi dan inspeksi melibatkan aparat bea cukai. Bahkan, saat ada petugas inspeksi yang menangkap tangan pun, masih ada nota dinas yang membela laku culas ini.

Tentu bukan jejaring rapuh dan lokal yang mampu mengelola operasi yang melibatkan dana triliunan rupiah. Secara fisik pun, emas (dalam bentuk apapun) senilai Rp47 triliun bukanlah barang yang bisa disispkan dengan mudah. Apalagi kasus ini pernah menjadi urusan hukum.

Penyidik Kejaksaan tidak boleh berhenti di aparat lapangan saja. Mesti ada terobosan hukum untuk mampu menjangkau ke pejabat puncak. Hal ini sangat signifikan, mengingat Bea Cukai merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Jika lumbung negara ini terus digerogoti oleh koruptor, tak heran jika neraca keuangan pemerintah semakin kritis saja.

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar