Kasus Pemerkosaan Anak di Parimo, Kompolnas Dorong Polda Jerat Pelaku

Kamis, 01/06/2023 17:00 WIB
Ilustrasi kasus pemerkosaan (kompastv)

Ilustrasi kasus pemerkosaan (kompastv)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah untuk juga menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam kasus pemerkosaan anak 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) untuk menjerat pelaku lebih berat. Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mendorong penggunaan pasal-pasal dari UU TPKS untuk melengkapi Undang-Undang Perlindungan Anak dan KUHP.


“Agar ada jaring bagi para pelaku untuk dihukum seberat-beratnya,” kata Poengky saat dihubungi, Kamis, 1 Juni 2023. Poengky menjelaskan pasal yang digunakan menjerat pelaku adalah Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak. Selain itu, bisa digunakan juga Pasal 65 KUHP untuk perulangan kejahatan yang dilakukan pelaku. Apabila melihat pasal perulangan kejahatan, ujar Poengky, maka ancaman hukumannya maksimal 15 tahun ditambah 1/3, yaitu 5 tahun, sehingga total 20 tahun penjara.“Apalagi jika ada kerusakan fungsi reproduksi, maka ancaman hukumannya bisa ditambah,” ujarnya.

Ia mengatakan Kompolnas juga mendorong penyidikan dilakukan secara profesional berdasarkan scientific crime investigation agar hasilnya valid. Poengky mengatakan Kompolnas tidak melihat ada pasal "lunak" karena diduga menyangkut anggota. “Kami tidak melihat hal itu. Perwira tinggi berpangkat Irjen Pol seperti Sambo dan Teddy Minahasa saja tetap diproses hukum tegas kok,” ujarnya.

Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Joko Wienartono mengatakan Polda Sulteng telah menyangkakan pelaku dengan Pasal 81 Ayat (2) Undang – Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Dengan pasal ini, pelaku terancam dengan hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun. “Pasal ini yang kami terapkan. Bapak Kapolda juga menyatakan penerapan pasal tersebut,” kata Joko saat dihubungi.

Baca juga: Pakar Hukum Nilai Kapolda Sulteng Keliru Sebut Kasus Parimo Bukan Pemerkosaan

Dalam konferensi pers 31 Mei 2023, Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur dibanding pemerkosaan terkait kasus pemerkosaan terhadap anak 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo). Agus beralasan tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman dalam kasus tersebut. "Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban," kata Irjen Agus dalam jumpa pers di Polda Sulawesi Tengah.

Agus mengatakan alasan dia mengganti dikai `pemerkosaan` menjadi `persetubuhan` anak karena mengacu dalil KUHP. "Mengapa? Karena apabila kita mengacu pada istilah pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP ini secara jelas dinyatakan bahwa unsur yang bersifat konstitutif di dalam kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan atau pun ancaman kekerasan, memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan," ujarnya.

Ia mengatakan kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur ini juga tidak dilakukan secara bersama-sama. Menurut Agus, sebelas terduga pelaku melakukan perbuatan tersebut sendiri-sendiri dan di waktu yang berlainan.

Agus menyatakan korban mengaku disetubuhi 11 pelaku secara sendiri-sendiri di waktu dan tempat yang berbeda dalam kurun 10 bulan dari April 2022 hingga Januari 2023. 11 inisial pelaku menurut keterangan korban, yakni Kepala Desa insial HR berusia 43 tahun; ARH alias Pak Guru SD berusia 40 tahun; wiraswasta inisial RK alias A berusia 47 tahun; AR alias R berusia 26 tahun, petani; MT alias E berusia 36 tahun, tidak memiliki pekerjaan; FN berusia 22 tahun, mahasiswa; K alias DD, 32 tahun, petani; AW yang sampai saat ini masih buron; AS, sampai saat ini masih buron; AK yang sampai saat ini masih buron; dan MKS yang berprofesi sebagai anggota Brimob Polri. MKS sampai saat ini masih dalam pemeriksaan dan belum berstatus tersangka.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar