Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Keluar Ketentuan

Sabtu, 27/05/2023 16:55 WIB
Eks Komisioner KPK Lili Pintauli saat konpers OTT KPK (Dok. Antara)

Eks Komisioner KPK Lili Pintauli saat konpers OTT KPK (Dok. Antara)

Jakarta, law-justice.co - Perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilegitimasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap telah keluar jalur secara ketentuan. Soalnya, penentuan masa jabatan pimpinan KPK haruslah melalui undang-undang, yang digodok oleh pihak DPR dan pemerintah, bukan melalui putusan MK.

Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani, menuturkan ada kesan dipaksakan dalam putusan MK yang mengabulkan permohonan masa perpanjangan jabatan pimpinan KPK yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.

"Putusan MK yang membentuk norma baru, yakni mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, adalah keluar jalur karena itu kewenangan pembentuk UU. Artinya kewenangan pengaturan ada pada organ pembentuk UU yakni DPR dan Presiden. Jadi isu usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK bukanlah isu konstitusional melainkan kebijakan hukum terbuka. Hanya saja MK tidak konsisten dalam memperlakukan norma-norma sejenis ini," kata Ismail dalam keterangannya, dikutip Sabtu (26/5/2023).

Lain itu, yang janggal dari putusan MK ini terlihat dari perbedaan pendapat di antara Hakim MK. Sebab, tidak semua hakim bersepakat dengan permohonan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK yang menjadi 5 tahun itu.

"Semakin menegaskan keterbelahan pandangan di tubuh MK. Sekalipun dissenting atau concurring opinion suatu hal biasa, tetapi tren keterbelahan yang berulang menggambarkan bahwa tubuh MK semakin rapuh, rentan dan mengalami pengikisan kenegarawanan hakim dan integritas kelembagaan," kata dia.

Putusan MK ini lantas disebut oleh juru bicara MK Fajar Laksono untuk segera diberlakukan di masa kepemimpinan Firli Bahuri. Ismail mengatakan, pernyataan jubir MK itu tidak mempunyai landasan hukum.

"Oleh karena itu bisa diabaikan. Betul bahwa putusan MK final dan mengikat dan berlaku saat diucapkan, tetapi objek uji materi di MK adalah norma abstrak dan tidak ditujukan untuk menyelesaikan kasus konkret, seperti yang diminta Nurul Ghufron," kata dia.

"Apalagi sifat putusan ini adalah putusan yang sifatnya non-self executing, yang tidak serta merta berlaku untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini," imbuhnya.

Ismail bilang putusan MK dapat berpotensi menyebabkan kekacauan, ketidakpastian dan pertentangan hukum baru, jika benar akan segera diterapkan di masa Firli. Sebab, sesuai ketentuan sebelumnya, masa jabatan Firli Cs tidak lama lagi berakhir pada 2023 ini.

“Putusan MK terkait masa jabatan ini akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia," kata dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta Ismail untuk mengabaikan putusan MK ini. "Presiden Joko Widodo, sebaiknya mengabaikan putusan MK ini untuk kepentingan penguatan KPK, meluruskan cara berkonstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, dan tetap melanjutkan pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK baru," kata dia.

Lanjutnya, pemerintah bersama DPR justru harus segera bertindak atas putusan MK demi menyelamatkan supremasi hukum.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar