Hingga Akhir 2023, Indonesia Bakal Impor Beras Sebanyak Dua Juta Ton

Senin, 27/03/2023 13:05 WIB
Ilustrasi beras bulog yang sudah berdebu di gudang Bulog Indramayu, Jawa Barat (kompas)

Ilustrasi beras bulog yang sudah berdebu di gudang Bulog Indramayu, Jawa Barat (kompas)

Jakarta, law-justice.co - Badan Pangan Nasional (Bapanas) secara resmi menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton pada tahun ini.

Penugasan tersebut merupakan hasil rapat internal bersama Presiden Joko Widodo pada Jumat (24/3) yang tertuang dalam salinan surat.

Dalam surat tersebut, dijelaskan Perum Bulog diperintah untuk mengimpor 2 juta ton beras pada tahun ini dimana 500 ribu ton harus segera didatangkan secepatnya.

"Menindaklanjuti hasil rapat internal bersama Bapak Presiden 24 Maret 2023 dengan topik Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idulfitri 1444 H, kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023. Pengadaan 500 ribu ton pertama agar dilaksanakan secepatnya," tulis salinan surat tersebut tertanda Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi seperti melansir cnbcindonesia.com.

Masih dari salinan surat tersebut disebutkan tambahan pasokan beras tersebut dapat digunakan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Beras (SPHP), bantuan beras kepada sekitar 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan kebutuhan lainnya.

"Pengadaan beras dari luar negeri tersebut agar tetap menjaga kepentingan produsen dalam negeri serta memperhatikan aspek akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," lanjut isi salinan surat tersebut.

Bapanas mengingatkan Bulog agar tetap menjaga kepentingan beras dalam negeri.

"Sejalan dengan hal tersebut, kami menugaskan Perum Bulog untuk tetap mengoptimalkan penyerapan hasil produksi dalam negeri terutama selama masa Panen Raya Maret-Mei 2023," sebut surat tersebut.

Sementara itu, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menuturkan keputusan impor tersebut sebetulnya cukup dilematis.

Pasalnya, saat ini petani menikmati harga gabah tinggi. Mengingat biasanya saat panen raya harga tertekan.

"Tentu ini menguntungkan petani," kata Khudori.

Di sisi lain, Bulog kesulitan melakukan penyerapan karena harga tinggi. Sampai 24 Maret lalu, penyerapan Bulog baru 48.513 ton beras.

Sedangkan tahun ini, Bulog ditargetkan Bapanas menyerap beras petani domestik sebesar 2,4 juta ton, yang 1,2 juta di antaranya akan menjadi stok akhir tahun. Dari target itu, 70 persen di antaranya diharapkan bisa diserap kala panen raya sampai Mei nanti.

"Menimbang kondisi di lapangan, target itu hampir bisa dipastikan sulit dipenuhi. Termasuk target menyerap 70 persen dari 2,4 juta ton beras saat panen raya. Sementara peluang terbaik bagi pengadaan Bulog yang di panen raya. Kalau penyerapan saat panen raya terlewat atau tidak tercapai, target hampir dipastikan tak tercapai," jelasnya.

Pada pekan lalu, CBP yang ada di gudang Bulog hanya 280 ribu ton. Jumlah tersebut sangat kecil, karena mulai Maret hingga Mei nanti Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras untuk 21,35 juta keluarga kurang mampu.

Dalam bantuan tersebut, masing-masing keluarga akan mendapatkan beras 10 kg. Artinya, perlu 630 ribu ton.

"Kalau mengandalkan penyerapan/pengadaan dari dalam negeri mustahil beras sebesar itu bisa disediakan lewat mekanisme pembelian yang ada. Bapanas memang telah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) di petani jadi Rp5.000/kg dan beras di gudang Bulog Rp9.950/kg. Tapi harga gabah dan beras di pasar masih lebih tinggi dari HPP," katanya.

Khudori menambahkan Bapanas dan Kemenko Perekonomian telah mengumpulkan puluhan penggilingan besar dan menengah untuk membantu memperbesar serapan beras Bulog.

Mereka diminta berkomitmen untuk membantu Bulog. Tapi komitmen yang mampu diikat tidak besar, hanya 60 ribu ton. Cara-cara ini selain tak banyak membantu, boleh jadi juga tidak ramah pasar. Pemerintah mesti membuang jauh cara-cara tak ramah pasar. Bisa saja Bulog menyerap lewat mekanisme komersial.

"Jika ini ditempuh, boleh jadi CBP akan membaik jumlahnya. Tapi langkah ini sama saja mendorong Bulog agresif masuk ke pasar dan berkompetisi dengan pelaku usaha lain, baik penggilingan padi maupun pedagang beras, untuk memperebutkan gabah/beras," katanya.

Langkah itu jelas tidak tepat dan menyalahi khittah keberadaan Bulog. Cara ini hanya akan membuat harga tertarik ke atas alias akan semakin tinggi. Sebab itu, ia menyarankan perlu ada upaya-upaya yang serius untuk menggenjot produksi dan produktivitas. Produksi dari 2018 ke 2022 terus menurun.

Produktivitas memang naik, tapi minor. Tahun ini, tantangan produksi diperkirakan jauh lebih sulit ketimbang tahun lalu yang masih mengalami La-Nino.

"Tahun ini, mulai April akan terjadi El-Nino, yang jika merujuk pengalaman biasanya produksi turun," katanya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar