Aktivis Demokrasi Pius Lustrilanang Raih Rekor MURI dari Buku Aldera

Rabu, 01/02/2023 13:42 WIB
Aktivis Demokrasi Pius Lustrilanang Raih Rekor MURI dari Buku Aldera. (Documen Aldera).

Aktivis Demokrasi Pius Lustrilanang Raih Rekor MURI dari Buku Aldera. (Documen Aldera).

Jakarta, law-justice.co - Belum lama ini, buku berjudul Aldera: Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 mendapatkan penghargaan dari Penerbit Buku Kompas atau PBK sebagai buku dengan penjualan terbanyak dalam waktu tercepat, kurang dari empat bulan.

Inisiator penulisan buku itu, Pius Lustrilanang, juga mendapatkan penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) karena mengukir rekor kuliah umum dan bedah buku dengan peserta terbanyak.

Penghargaan bagi Pius, dan Yayasan Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) yang mendukungnya, itu diserahkan di Bentara Budaya Jakarta, Selasa (31/1/2023) malam. Penghargaan dari PBK diserahkan oleh Direktur Bisnis Kompas Lukminto Wibowo.

Pendiri Muri, Jaya Suprana, melalui video, menilai banyak organisasi mahasiswa pada era Orde Baru yang berjuang. Namun, Aldera mampu memantik gerakan di sejumlah daerah hingga puncaknya Orde Baru tumbang.

”Buku ini menjadi penjaga lilin semangat perjuangan kaum muda untuk tetap berkontribusi bagi Tanah Air,” ujar Jaya Suprana.

Pius, yang kini menjadi anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menerima langsung penghargaan itu. Hadir pula Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo, Direktur Operasional Muri Yusuf Ngadri, serta sejumlah aktivis demokrasi dan Aldera.

Buku yang mencatat perjuangan Aldera itu terjual 100.000 eksemplar lebih dalam waktu kurang dari empat bulan. Buku itu dijadikan acuan kuliah umum dan bedah buku, yang puncaknya meraih rekor Muri atas kuliah umum dan bedah buku dengan 3.000 peserta di Universitas Negeri Manado.

Buku itu juga menghimpun dan merekonstruksi kepingan catatan sejarah seputar gerakan mahasiswa pada 1990-an, dengan tim penulis Teddy Wibisana, Nanang Pujalaksana, dan Rahadi T Wiratama. Buku berisi 308 halaman dalam bahasa Indonesia dengan ukuran 14,5 sentimeter x 21 sentimeter.

Potret kegilaan

Pius yang juga merupakan penggagas dan inspirator utama buku itu mengatakan, buku Aldera merupakan potret kegilaan kaum muda pada masanya. Mereka rela mengorbankan masa mudanya untuk mewujudkan sebuah negara demokratis.

”Butuh waktu 20 tahun untuk mewujudkannya. Dari generasi ’70-an ke ’80-an hingga ’90-an perjuangan terus dilanjutkan dan dimenangkan. Kini sudah waktunya api perjuangan itu diwariskan,” ujarnya.

Perjuangan dimulai dari idealisme pribadi yang berkembang menjadi idealisme beberapa orang, dan akhirnya berwujud gerakan masif yang tidak hanya di Jawa Barat, tetapi juga berskala nasional.

Gerakan masif itu memicu penculikan para aktivis, salah satunya Pius. Dia diculik oleh sekelompok orang tak dikenal, disekap, dan disiksa selama dua bulan.

Menurut Budiman, buku yang digagas Pius merupakan sejarah yang berhasil mengubah nasib bangsa. Semangat perjuangan pada saat pergantian dari Orde Baru ke Reformasi harus dilanjutkan pada generasi saat ini.

Periode itu juga merupakan masa mencekam bagi dunia pers. Kebebasan pers dikekang, diberedel, dan dikontrol pemerintah. Momen itu menentukan banyak elemen masa depan dan arah gerak bangsa Indonesia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar