Omicron XBB.1.5 Kraken Masuk RI, Berpotensi Naiknya Kasus Covid-19

Minggu, 29/01/2023 00:01 WIB
Potensi varian Omicron bisa timbulkan long Covid-19 (detik)

Potensi varian Omicron bisa timbulkan long Covid-19 (detik)

[INTRO]

Kasus Covid-19 di Indonesia kembali menjadi perhatian usai terdeteksi satu kasus subvarian Omicron XBB 1.5 alias Omicron Kraken. Salah satu kasus Omicron Kraken teridentifikasi dari orang Polandia yang masuk Indonesia lewat Jakarta pada 6 Januari 2023. Tak cuma di Jakarta, orang tersebut sudah melakukan perjalanan ke beberapa wilayah di Tanah Air.

 

“Warga orang Polandia itu kenanya di Balikpapan. Tapi yang bersangkutan sudah sempat travel di beberapa tempat. Hasilnya, saya tahu di whole genome sequencing (WGS) ketemu XBB 1.5,” kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu.

Menkes Budi menuturkan pada 7 Januari 2023, orang tersebut melakukan perjalanan ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Hasil rapid antigen negatif. Namun, pada 11 Januari ia melakukan tes PCR dengan hasil positif COVID-19.

"Tanggal 11 Januari, dia mau naik kapal jadi di PCR sebagai syarat masuk kapal dan hasilnya positif,” kata Budi. Setelah ketahuan positif COVID-19, ia menjalani isolasi mandiri di sana sepekan. Pada 18 Januari, orang tersebut sudah negatif COVID-19.

"Setelah isoman delaparn hari, sudah negatif," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi melalui pesan singkat.

Terdeteksinya satu kasus ini membuat Budi merasa senang karena menunjukkan bahwa sistem deteksi di Tanah Air baik. Sehingga bisa dengan cepat mendeteksi kehadiran varian baru, terlebih varian yang disebut punya penularan super ini.

Budi pun menuturkan bahwa memang Kraken ini memiliki penularan cepat. Namun, angka fatalitas rendah, sehingga masyarakat diminta untuk tetap tenang.

"(Penularannya) Cepat tapi dari kemampuan mematikan atau masuk rumah sakit-nya rendah. kita sudah lihat varian in kan sudah ada di Amerika Serikat dan perilaku seperti itu," kata eks banker itu.

Varian COVID-19 Paling Menular 

Berbicara kecepatan penularan, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sudah menyebut bahwa Omicron XBB 1.5 merupakan varian paling menular dari COVID-19 yang pernah ada.

"Mutasi yang ada dalam subvarian Omicron ini memungkinkan virus menempel pada sel dan menggantikannya dengan mudah," kata Pimpinan Teknis COVID-19 WHO, Maria Van Kerkhove saat konferensi pers di Jenewa pada awal Januari.

Ada kemungkinan juga Kraken dapat menghindar dari kekebalan tubuh yang sekarang sudah terbentuk, baik karena vaksin ataupun infeksi alamiah.

Varian Omicron XBB.1.5 adalah turunan dari XBB yang adalah rekombinan dari dua turunan Omicron BA.2 (BA.2.10.1 dan BA.2.75). Bila menilik data dunia, Kraken sudah terdeteksi lebih dari 37 negara.

Seperti disinggung Budi, Amerika Serikat (AS) adalah salah satu negara yang sudah terdapat Kraken. Kehadiran XBB 1.5 membuat Kraken sebagai penyebab 28 persen kasus COVID-19 nasional. Namun, di negara bagian AS jadi penyebab 70 persen kasus COVID-19 di Januari awal 2023.

Lalu, apakah kehadiran XBB 1.5 bakal dengan cepat mendominasi kasus COVID-19 dan membuat lonjakan kasus di Tanah Air?

Potensi Peningkatan Kasus

Usai temuan satu kasus, tim surveilans Kemenkes melakukan pelacakan (tracing) kontak erat. Hasil pelacakan kontak erat dari satu kasus yang ditemukan positif tanggal 11 Januari 2023 telah dikeluarkan yang menunjukkan, seluruh kontak erat negatif varian Kraken.

Kontak erat ditemukan satu orang di DKI Jakarta dan 2 orang di Kalimantan Timur.

Meski hasil tracing tidak ditemukan orang yang positif Kraken, epidemiolog sekaligus Peneliti Keamanan dan Kesehatan Global Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa tetap ada potensi lonjakan kasus akibat Omicron Kraken. Baik potensi yang menyebabkan infeksi maupun menginfeksi orang yang pernah terkena COVID-19 (reinfeksi).

"Besar bahkan kemampuannya. Tapi dalam konteks Indonesia saat ini, infeksi dan reinfeksi itu akan banyak yang tidak bergejala atau sebagian di antaranya bergejala ringan," ujar Dicky melalui keterangan pada pers, Jumat (27/1/2023).

COVID Kraken akan menjadi sangat serius jikalau terjadi pada kelompok berisiko tinggi. Terutama bagi mereka yang belum melakukan vaksinasi booster hingga saat ini.

"Ini akan sangat serius ketika menimpa kelompok berisiko tinggi. Seperti lansia, ibu hamil, atau komorbid, yang pertama, belum divaksinasi booster. Kedua, dia mengalami infeksi berulang lebih dari dua kali. Nah, ini akan meningkatkan risiko yang bersangkutan mengalami keparahan atau mengalami long COVID-19," kata Dicky.

Long COVID adalah suatu kondisi yang membuat orang yang terkena COVID-19 mengalami keluhan menetap. Bisa berbulan-bulan, bahkan empat bulan. 

Senada dengan Dicky, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane juga mengatakan bahwa kemungkinan terjadinya lonjakan kasus COVID-19 pasti ada. Dengan catatan testing di Indonesia adekuat. Sayangnya, kata Masdalina, sepuluh bulan terakhir testing di tanah air terbilang rendah.

Lebih lanjut, Masdalina mengatakan bahwa Kraken sebenarnya bukan kejadian baru. Omicron varian ini sudah masuk di Indonesia di awal Januari. Sehingga, dia meyakini bahwa varian Kraken sudah menyebar saat ini dan sudah meluas. Akibat testing yang buruk, kasus ini pun tidak terlihat meningkat.

"Saya yakin di komunitas itu orang yang sakit cukup banyak. Masalahnya, Omicron ini sejak awal ditemukan di Desember 2021 tidak purulen. Purulen itu ditandai dengan angka kematian yang rendah, walaupun di awal-awal atau di Januari 2022 masih 400-an kematian, tapi tidaklah seganas Delta," kata Masdalina saat dihubungi pers melalui sambungan telepon.

Dilanjutkannya bahwa makin ke sini COVID Omicron makin berkurang prulensinya. Yang bisa dilihat dari angka kematian yang sudah kurang dari dua digit. "Jadi, menurut pandangan kami, ini tidak berbahaya sejak awal," katanya menambahkan.

Terkait testing COVID-19 yang menurun, Masdalina, mengatakan, bila menggunakan indikator tes dari WHO, hitungan yang dites per minggu seharusnya adalah 270.000 orang. Disebabkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta. "Baru kemudian kita bisa mengatakan bahwa positivity rate kita adekuat," katanya.

"Dalam 10 bulan terakhir testing kita ini terus turun. Dan, saat ini tidak pernah mencapai 270 ribu per minggu. Permenkes terkait hal ini masih ada dan belum dicabut. Jadi, banyak standar-standar pengendalian kita yang kemudian indikatornya tidak bisa tercapai," Masdalina menambahkan.

Jadi, untuk menentukan apakah suatu kasus terjadi peningkatan yang signifikan atau tidak, jumlah yang dites per minggunya harus berkisar 270 ribu hingga 273 ribu. "Atau sekitar 30 sampai 50 ribu per hari," katanya.

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar