Sebut Luhut Otak Perpanjangan 3 Periode, Rizal Ramli: Wes lah Jokowi!

Minggu, 27/11/2022 07:26 WIB
Kolase Rizal Ramli dan Luhut Binsar Pandjaitan. (Tarbiyah)

Kolase Rizal Ramli dan Luhut Binsar Pandjaitan. (Tarbiyah)

Jakarta, law-justice.co - Ekonom Senior yang juga Tokoh Nasional, Rizal Ramli, diketahui sering blak-blakan mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Hal itu yang menjadi tajuk utama di diskusi daring Rizal bersama jurnalis Hersubeno Arief di kanal YouTube Hersubeno Point.

Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman itu menilai Jokowi tidak mampu memilih menteri yang benar, sementara di sisi lain terus menggenjot pembangunan kendati harus berutang besar.

"Akibatnya utangnya banyak sekali, yang akan jadi beban buat rakyat kita. Jadi udahlah Pak Jokowi, wes lah, kalau saya bukain lebih banyak kan lebih malu," kata Rizal Ramli beberapa waktu lalu.

Celetukan Rizal ini disambut dengan tawa Hersubeno, yang kemudian mengungkit lagi wacana perpanjangan masa jabatan Jokowi menjadi tiga periode.

"Nanti dulu dong, wong mau nambah (jadi) tiga periode, kok malah dibilang yo wes, yo wes," kata Hersubeno, yang mendapat respons cukup mengejutkan dari Rizal.

"Itu sih maunya si opung lah," tutur Rizal. "Teman saya Luhut Pandjaitan. Dulu itu begitu, otaknya Luhut lah. Luhut ini mencoba melakukan kudeta konstitusional."

Rizal kemudian membandingkannya dengan kudeta militer yang lebih awam di kalangan publik. Sedangkan kudeta konstitusional, menurut Rizal, adalah upaya mengguncang pemerintahan dengan mengubah konstitusinya.

Rizal lalu menceritakan masa-masa transisi dari Orde Baru ke era Reformasi. Ia menyebut, saat itu Presiden ke-2 Soeharto sudah mempertimbangkan gagasan untuk tak lagi mencalonkan diri pada tahun 1998.

"Habis itu rapat keluarga, (bersama) Ibu Tien dan anak-anaknya. Ibu Tien juga minta, `Mas jangan maju lagi tahun 1998, kapan sih ngurusin keluarga?`" terang Rizal.

"Akhirnya Pak Harto janji sama Ibu Tien dan anak-anaknya nggak bakal maju lagi tahun 98. Tapi yang namanya Harmoko terus (mendorong), `Pak Harto lagi! Pak Harto lagi!`" tutur Rizal menambahkan.

Bahkan demi memuluskan desakannya, Harmoko mengumpulkan massa Partai Golkar di berbagai daerah untuk mendorong Soeharto kembali menjadi presiden. Soeharto sebenarnya sudah sempat menolak gelombang desakan tersebut.

"Waktu di Pekanbaru, Pak Harto itu udah begging, udah memelas, jangan saya lagi. Saya sudah top, tua, ompong, peyot, pikun, jangan saya lagi," kata Rizal.

Namun desakan terus mengemuka, hingga akhirnya Soeharto kembali menjabat dan berakhir digulingkan oleh gerakan reformasi tahun 1998. Peristiwa penggulingan ini dinilai sebagai akhir yang kurang baik untuk Soeharto.

"(Padahal) kalau Harmoko pada waktu itu nggak (mendesak) terus, terus, Pak Harto masih bisa dianggap jadi pahlawan. Jangan-jangan presiden berikutnya nggak becus, (lalu) panggil dia lagi sebagai presiden," terang Rizal.

Perangai Harmoko inilah yang kemudian dibandingkan dengan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Marives) Luhut Binsar Pandjaitan.

"Teman saya Jenderal Luhut Pandjaitan, saya pikir tadinya jenderal pintar. Tapi karena ambisinya yang luar biasa, (ingin) menguasai semua, lama-lama cita-citanya hanya mau jadi Harmoko jilid dua, (mendesak) `Terus Jokowi!` segala cara yang nggak benar pun terus," jelas Rizal.

"Mohon maaf deh Bang Luhut, sudahlah, kita semua sudah tahu kok kelakuan situ. Business interest itu kita tahu kok. Gayanya dari bener dan nggak bener kita tahu kok. Sudahlah, jangan lagi, kasihan rakyat Indonesia," pungkasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar