17 Perkara Dihentikan, Usai Jampidum Setujui Restorative Justice

Selasa, 18/10/2022 12:40 WIB
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui 17 penghentian perkara berdasarkan restorative justice pada Selasa, 18 Oktober 2022. (Foto: istimewa)

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui 17 penghentian perkara berdasarkan restorative justice pada Selasa, 18 Oktober 2022. (Foto: istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum atau Jampidum Fadil Zumhana telah menyetujui 17 permohonan penghentian penuntutunan berdasarkan restorative justice, Selasa (18/10/2022).

"Restorative justice adalah sebuah pendekatan dalam penanganan tindak pidana yang dilakukan dengan menggelar pertemuan antara korban, pelaku, dan kadang-kadang melibatkan perwakilan masyarakat secara umum," kata Jaksa Agung ST. Burhanuddin, Kamis (30/6/2022), dikutip dari laman Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Menurutnya, restorative justice bertujuan untuk bermusyawarah mengenai tindak pidana yang dilakukan pelaku dan kerugian korban, sehingga bisa dicari jalan tengah dengan menciptakan kondisi seperti sebelum terjadinya tindak pidana.

"Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan, antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana," tulis Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam keterangannya, Selasa pagi.

"(Alasan lainnya adalah) ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi," lanjut Kejagung.

Selain itu Kejagung mencatat, alasan lain adalah tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.

Adapun ke-17 perkara yang dihentikan karena restorative justice itu adalah:

  1. Tersangka AQIL ARIF HIDAYAT als AGIL bin DUMIRI dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
  2. Tersangka DEWI YULIANINGSING binti HANANTO dari Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
  3. Tersangka KISWATI binti SUBANI dari Kejaksaan Negeri Blora yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
  4. Tersangka SARINI binti WIROSARIJAN dari Kejaksaan Negeri Blora yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
  5. Tersangka CHOIRUL HUDA als HUDA bin TUKIJO dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
  6. Tersangka SAMUDI bin REBIN dari Kejaksaan Negeri Rembang yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
  7. Tersangka AKHMAD SAEKHU DINIL KHAQI bin IMAM TURMUDI dari Kejaksaan Negeri Pemalang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
  8. Tersangka RIZKY ADAM als ADAM bin BAMBANG SUPRIADI dari Kejaksaan Negeri Cimahi yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
  9. Tersangka RIDWAN HERMAWAN als IYANG bin E. KURNIA dari Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
  10. Tersangka EDO SUTISNA als UCOK bin OYAN dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
  11. Tersangka DIMAS RIZKY PRANANDA dari Kejaksaan Negeri Asahan yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
  12. Tersangka SELFI SONIA NGANGALO als SONIA dari Kejaksaan Negeri Halmahera Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
  13. Tersangka RIDWAN HERIYANTO dari Kejaksaan Negeri Manokwari yang disangka melanggar Pertama Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
  14. Tersangka ROBI HIDAYATULOH bin PENI dari Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
  15. Tersangka DIRUN bin KADENI (Alm) dari Kejaksaan Negeri Lampung Barat yang disangka melanggar Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian;
  16. Tersangka DANDI KARISMA OKTORA bin HERMANTO dari Kejaksaan Negeri Lampung Selatan yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan;
  17. Tersangka AZIZ NURKOLIS bin SAWALI dari Kejaksaan Negeri Tulang Bawang yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan ke-5 KUHP jo. Pasal 53 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Selanjutnya, Jampidum meminta Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

(Amelia Rahima Sari\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar