Kebijakan Mobil Listrik yang Dipaksakan

Siapa Penikmat Cuan dari Kebijakan Bisnis Mobil Listrik?

Sabtu, 15/10/2022 14:11 WIB
Inpres Kendaraan Listrik

Inpres Kendaraan Listrik

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional Dan/Atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Instruksi presiden itu diteken Jokowi pada 13 September 2022. Melalui aturan itu, Jokowi hendak mengganti kendaraan operasional pemerintah dari berbahan bakar minyak menjadi listrik.

Namun kebijakan mobil listrik dinilai terlalu dipaksakan karena tidak memperhitungkan dampak lingkungan dan juga belum siapnya sarana infrastruktur untuk mobil listrik.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar mengatakan ada kepentingan pelaku bisnis dalam instruksi presiden itu.

"Inpres ini sebetulnya satu dari begitu banyak kebijakan dan regulasi di era pemerintahan Jokowi yang menguntungkan pelaku bisnis," kata Melky pada Law Justice, Selasa (11/10/2022).

Ia menyebut, inpres itu memberikan keistimewahan tambahan bagi pejabat berkuasa untuk menggunakan kendaraan berbasis listrik dengan skema pendanaan menggunakan APBN atau APBD. Jika menilik regulasi-regulasi terkait sebelumnya, JATAM melihat aturan itu memang dibuat untuk mengakomodasi kepentingan pelaku bisnis.

Berikut regulasi-regulasi yang dimaksud:
- Peraturan Presiden No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan yang mengatur pemberian insentif fiskal dan non fiskal untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai;
- Peraturan Pemerintah No 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah di mana dalam pasal 136 menyebutkan pembelian kendaraan listrik dibebaskan dari pajak;
- Peraturan Menteri ESDM No 13 Tahun 2020 yang memberi kemudahan semua pihak untuk mengembangkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum, baik untuk BUMN maupun swasta;
- Peraturan Menteri Perhubungan No 45 Tahun 2020 untuk mempercepat konversi kendaraan berbahan bakar minyak menjadi kendaraan berbasis listrik;
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No 8 Tahun 2020 yang menjadi dasar diskon pajak kendaraan listrik, di mana ada diskon dengan maksimal pembayaran pajak 25% dari total pajak untuk kendaraan listrik umum, dan 30% maksimal untuk kendaraan listrik pribadi;
- Peraturan Menteri Perindustrian No 28 Tahun 2020 yang memberi keistimewaan bagi pelaku industri kendaraan listrik untuk mengimpor sebagian besar bahan baku kendaraan listrik maupun keseluruhannya;
- Peraturan Presiden No 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, yang mengizinkan pembangunan PLTU batubara baru, terutama yang sudah ditetapkan dalam RUPTL.

"Dengan demikian sedari awal, seluruh kebijakan dan regulasi itu memang dibuat untuk mengakomodasi kepentingan pelaku bisnis. Tak terkait dengan persoalan ekonomi warga di garis depan krisis," tegas Melky.

Kendaraan Listrik untuk Atasi Emisi Karbon?
Koordinator JATAM Melky Nazar menegaskan, klaim kendaraan listrik sebagai cara mengatasi emisi karbon adalah omong kosong. “Itu solusi palsu," tandas Melky.

Menurutnya, Kepulauan Sulawesi, Kepulauan Maluku, hingga Papua justru menderita akibat laju perluasan pembongkaran daratan oleh perusahaan tambang.

Alih fungsi lahan di sana telah memicu terganggunya akses kepemilikan dan pemanfaatan ruang pangan yang pada akhirnya membawa kemiskinan sistematis bagi warga setempat.

Selain itu, lanjutnya, bentang air dan udara yang terus tercemar oleh operasional perusahaan juga memicu produktivitas pangan, serta mengganggu kesehatan warga dan ekosistem darat dan laut.

“Hal ini tak hanya dialami oleh warga (se)tempat di mana perusahaan beroperasi, tetapi juga juga berdampak secara tidak langsung terhadap warga di perkotaan (konsumen),” ujar Melky.

Ia juga menyoroti pembongkaran kawasan hutan yang telah memicu deforestasi. Kawasan hutan itu adalah tempat resapan air.

“Perusakan kawasan hutan telah memicu eskalasi bencana banjir di wilayah tambang, sebagaimana terjadi di Weda, Halmahera Tengah dan Bahodopi, Morowali yang terus berulang,” kata Melky.
Ia melanjutkan, perluasan ekstraksi nikel telah memicu terjadinya intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan ruang hidupnya.

“Di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, misalnya, telah ada 30 orang yang dikriminalisasi oleh PT Gema Kreasi Perdana, anak usaha Harita Group. Demikian juga di Weda, Pulau Obi, Luwu Timur, dan sejumlah wilayah lainnya, warga seringkali mendapat tindakan represif dari aparat keamanan,” lanjutnya.

Hal-hal itu belum termasuk pembongkaran batubara dan migas di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Pembongkaran untuk menyuplai kebutuhan energi operasional industri tambang itu tentu saja terus menyebabkan emisi di udara.

“Dengan demikian, daya rusak di balik industri tambang nikel untuk kendaraan listrik ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah emisi yang dikeluarkan yang tidak signifikan,” papar Melky.

Siapa di balik Kendaraan Listrik?
Melky menyebut, Inpres Nomor 7 Tahun 2022 bagaikan kado istimewa bagi pelaku industri tambang dan otomotif, serta elit politik yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam bisnis industri pertambangan nikel dan ekosistem kendaraan listrik.

“Indikasi ini tercermin dari geliat elit politik yang mulai merambah dalam bisnis pertambangan nikel (hulu) dan ekosistem kendaraan listrik (hilir),” kata koordinator JATAM ini.

“Beberapa di antaranya misalnya, Luhut Binsar Pandjaitan (Kemenko Marves) dan Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan), Sandiaga Uno (Menteri pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Moeldoko (Kepala Kantor Staf Presiden), Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI), dan Ahmad Ali (DPR RI, Fraksi NasDem),” ujar Melky.

Ia menuturkan, keterlibatan Luhut dan Nadiem terlihat melalui TBS Energi Utama Tbk (Toba) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang mendirikan perusahaan patungan bernama Electrum. Electrum juga sudah menjalin kerja sama dengan Pertamina dan perusahaan energi dan produsen kendaraan listrik asal Taiwan Gogoro Inc.

Ketika ditelisik, Law Justice menemukan laman https://www.pertamina.com/id/news-room/news-release/sinergi-electrum-pertamina-gogoro-dan-gesits-percepat-ekosistem-kendaraan-listrik-indonesia yang menyebut tentang kerja sama Toba dan GOTO untuk mendirikan Electrum.

Sementara itu, Sandiaga terlibat lewat perusahaan utamanya PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) yang telah menambahkan kepemilikan sahamnya di PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) sebesar 1,46 persen hingga akhirnya menjadi 18,34 persen.

Ini juga sudah dicek Law Justice melalui laman https://saratoga-investama.com/wp-content/uploads/2022/08/STRUKTUR_PERUSAHAAN_JULI_2022.pdf. Pada dokumen di laman itu, Sandiaga Uno memiliki 21,51% saham di Saratoga.

“MDKA dan Tsingshan Group Limited asal China telah mendirikan perusahaan baru bernama PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI) untuk proyek AIM (Acid, Iron, Metal) yang mengolah sisa bijih mineral dari tambang tembaga wetar untuk diolah menjadi asam sulfat, pelet bijih besi, uap panas, tembaga spons, dan pirit sebagai bahan baku baterai,” jelas Melky.

Saham MTI ini, lanjutnya, dimiliki MDKA 80% dan Tsingshan 20%. Moeldoko juga telah memulai bisnis kendaraan listriknya setahun sebelum diangkat menjadi Kepala Staf Kepresidenan pada Januari 2018.

“Di bawah bendera PT Mobil Anak Bangsa Indonesia (MABI) miliknya, Moeldoko memproduksi beragam kendaraan berbasis listrik (seperti) bus, mini van, hingga sepeda motor,” ujar Melky.

Hal ini sudah diverifikasi Law Justice melalui pengecekan di laman https://www.mabindonesia.com/?page=about-us. Di situ, tertera nama Moeldoko sebagai founder PT MABI.

Sedangkan Bambang Soesatyo (Bamsoet) rutin mempromosikan motor listrik ‘BS Electric’ saat agenda resmi negara maupun partai. Motor produksi PT Bhakti Satia Elektrik itu sampai masuk di laman resmi MPR RI.

Ini terlihat dari berita di laman resmi MPR https://www.mpr.go.id/berita/Bamsoet-Berikan-Hibah-Sepuluh-Motor-Listrik-BS-Electric-Kepada-Korlantas-Polri, di mana Bamsoet menghibahkan motor listrik BS Electric.

“Pada pertengahan 2021, Bamsoet ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), sebuah asosiasi yang baru dibentuk dua bulan sebelumnya. Pendiri dan ketuanya adalah Moeldoko,” paparnya.

Sementara itu, anggota DPR RI dari Fraksi NasDem Ahmad Ali tercatat terafiliasi dengan PT Graha Mining Utama, PT Graha Agro Utama, PT Graha Istika Utama, dan PT Tadulako Dirgantara Travel. Ali juga tercatat sebagai Direktur PT Oti Eya Jaya Abadi, sebuah perusahaan tambang nikel Desa lele, Dampala dan Siumbatu.

“Perusahaan ini diduga sebagai salah satu pemasok ore nikel ke PT IMIP di Bahodopi, Morowali,” ujar Melky.

Dilansir dari laman https://www.dpr.go.id/en/anggota/detail/id/1582, Ahmad Ali tercatat menjabat sebagai direktur di perusahaan-perusahaan itu.

“Selain kepentingan bisnis elit politik, Inpres Mobil Listrik itu juga tampak menjadi angin segar bagi industri otomotif,” imbuhnya.

Ia melanjutkan, terutama Hyundai, Wuling, dan DFSK yang lebih dulu membangun fasilitas perakitan di Indonesia, serta Toyota, Suzuki, dan Mitsubishi yang juga tertarik berinvestasi pada ekosistem kendaraan listrik.

JATAM juga mencatat, keuntungan serupa turut dinikmati produsen baterai listrik seperti Contemporary Amperex Technology Co Limited (CATL) melalui anak usahanya Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co., Ltd (CBL) yang bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dalam mengembangkan proyek baterai kendaraan listrik di Indonesia, serta LG Energy Solution yang telah membangun pabrik di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Kabupaten Batang.

“Jadi, pelaku bisnis dan elit politik dapat cuan, sementara rakyat menanggung deritanya,” pungkas Melky.

Law Justice berusaha memverifikasi kaitan Luhut Binsar Pandjaitan dengan Toba dan posisinya sebagai koordinator proyek kendaraan listrik dinas. Namun, Menko Marves itu belum memberikan jawaban hingga naskah ini diterbitkan.

Law Justice juga berusaha menghubungi Sekretaris Pribadi Luhut, namun senada dengan Luhut, ia belum memberikan jawaban hingga naskah ini terbit.

Anggaran kendaraan listrik untuk dinas pemerintah
Menurut Inpres Nomor 7 Tahun 2022, kendaraan listrik untuk dinas pemerintah pusat dan daerah bakal menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Law Justice berusaha meminta keterangan dari Kementerian Perekonomian, namun otoritas di sana seolah menolak dengan halus.

“Terkait dengan mobil listrik, sebaiknya bisa mewawancara teman-teman di Kemen Perin, Kemen ESDM, PLN, Industri Otomotif,” kata Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Rabu (12/10/2022).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga belum menjawab Law Justice hingga naskah ini diterbitkan. Hal ini senada dengan pejabat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau Kementerian Investasi.


Kendaraan listrik pernah juga diusulkan oleh Dahlan Iskan ketika menjabat Menteri BUMN

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia berikut juru bicaranya Tina Talisa, belum memberikan jawaban pada Law Justice hingga naskah ini diterbitkan.

Tesla Gagal Investasi di Indonesia
Tesla disebut lebih memilih membangun pabrik terbarunya di India ketimbang Indonesia. Hal ini diduga karena adanya persoalan iklim pajak tidak sekedar soal tarif, melainkan soal kemudahan, serta birokrasi yang lebih cepat dan mudah.

Selain itu ada juga persoalan soal biaya investasi yang akan dikeluarkan Tesla di India jauh lebih murah, menjadi alasan mengapa Indonesia gagal terpilih.

Padahal Indonesia sebagai penghasil nikel yang diperhitungkan di dunia, seharusnya bisa mengambil hati bos Tesla Elon Musk agar berinvestasi di Indonesia.

Indonesia punya cadangan nikel sekitar 52% dari cadangan dunia. Produksi nikel Indonesia dilaporkan sekitar 800 ribu ton atau sekitar 30 % dari total produksi nikel dunia.

Alasan lainnya adalah adanya persoalan enviromental, social, and governance atau ESG. Nilai ESG adalah nilai-nilai praktik perusahaan yang mengacu pada tiga hal, mulai dari lingkungan, dampak sosial, hingga tata laksana regulasi yang baik.

ESG ini berkaitan dengan adanya iklim usaha seperti hukum dan aturan yang bisa menghambat investasi. Apalagi jika ada kepentingan elit pengusa yang turut ingin bermain dalam mewahnya investasi kendaraan listrik.

DPR Kritisi Kebijakan Kendaraan Listrik
Penggunaan kendaraan listrik kini mulai menjadi tren di dunia dan optimisme kendaraan listrik lebih ditujukan untuk menurunkan gas emisi dan menekan penggunaan bahan bakar minyak di dunia.

Terlebih, saat ini kondisi kerusakan lingkungan dinilai semakin menjadi-jadi dan mengkhawatirkan.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja memerintahkan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai teruntuk para jajarannya, baik di pemerintahan pusat dan daerah.

Instruksi itu diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Listrik (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pengadaan mobil listrik yang dicanangkan dalam penerbitan Inpres Nomor 7 Tahun 2022 mendapatkan sorotan dari sejumlah pihak.

Beberapa pejabat seperti Luhut Binsar Panjaitan hingga Moeldoko diduga ikut mendorong kebijakan itu menjad dalam kepentingan tersebut.

Bahkan penerbitan Inpres tersebut juga membuat Roni Dwi Susanto yang dahulu merupakan Ketua LKPP mundur dari jabatannya.

Terkait dengan kebijakan wacana pengadaan mobil listrik dalam Inpres 7 Tahun 2022, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto memberikan tanggapannya.

Mulyanto mengatakan Instruksi Presiden (Inpres) tentang kendaraan listrik untuk operasional pemerintah, tidak efisien bila diterapkan saat ini.

Pasalnya, hal tersebut merupakan pemborosan APBN dan infrastruktur penunjang kendaraan listrik di Indonesia dinilai masih terbatas.

Menurutnya, rencana tersebut tidak mendesak untuk dilaksanakan. Hal ini mengingat keuangan negara dinilai sedang tidak baik-baik saja.

"Jangan mau didikte oleh kekuatan global. Apalagi ujung-ujungnya akan meningkatkan impor dan ketergantungan pada komponen luar negeri," kata Mulyanto kepada Law-Justice.

Seperti diketahui, Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia baru terdapat 129 unit.

Di sisi lain, ia mengkhawatirkan Inpres ini mampu mengangkat tarif listrik yang lagi-lagi merugikan rakyat.

Selain itu, saat ini penunjang kendaraan listrik di Indonesia saja masih terbatas dan kekurangan itu dinilai malah membuat negara bakal lebih banyak menggelontorkan APBN untuk memenuhi kekurangan yang ada.

"APBN lebih efisien digunakan untuk keperluan masyarakat lainnya seperti untuk kebutuhan masyarakat yang penting-mendesak, yakni untuk menekan inflasi dan meningkatkan daya beli masyarakat dan menopang subsidi," ungkapnya.

Politisi PKS itu juga mengingatkan pemerintah agar mempertimbangkan matang-matang untuk menerapkan green energy di Indonesia.

Dalam arti, pemerintah harus objektif-rasional dengan mempertimbangkan kondisi nasional sebelum memutuskan penerapan kendaraan listrik.

"Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia juga sudah bilang dalam beberapa kesempatan telah memberikan kode peringatan bahwa kondisi keuangan Indonesia ada pada posisi tidak aman," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah diminta berhati-hati memilih program yang hanya memanjakan fasilitas aparat negara.

Untuk itu, menurut Mulyanto, jika program tersebut tidak terlalu penting sebaiknya ditunda atau dibatalkan.

"Apalagi sekarang beredar kabar sudah ada beberapa pejabat negara yang cawe-cawe dalam program penggantian kendaraan dinas ini," ujarnya.

"Kita patut curiga keterlibatannya dalam program ini bukan untuk tujuan yang baik. Tapi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya," sambungnya.

Seperti diketahui sesuai Inpres tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendapat tugas untuk melakukan percepatan produksi berbagai jenis kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan hal tersebut baik sepeda motor maupun kendaraan bermotor roda empat atau lebih.

Hal itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan transformasi dari kendaraan bermotor bakar menjadi KBLBB.

“Kemenperin berkomitmen mendukung upaya transformasi ini. Hal ini sejalan dengan peta jalan pengembangan KBLBB yang telah disusun oleh Kemenperin,” kata Febri saat dihubungi.

Febri menyebutkan bila tugas lain dari Kemenperin yang harus adalah memberikan dukungan teknis untuk pendalaman struktur industri KBLBB dalam negeri agar mampu memenuhi target capaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Selanjutnya, melakukan percepatan pengembangan komponen utama dan komponen pendukung industri KBLBB.

“Kami juga ditugaskan untuk melakukan percepatan produksi peralatan pengisian daya (charging station) dan komponen penunjang industri KBLBB,” jelasnya.

Febri menuturkan bila Kemenperin bersama dengan Kementerian Perhubungan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bertugas memberikan sosialisasi dan/atau bimbingan teknis kepada pelaku usaha di bidang kendaraan bermotor listrik.

Selain itu memastikan fasilitas pendukung kendaraan bermotor listrik mengenai kemudahan dan percepatan kendaraan listrik masuk dalam katalog elektronik.

Kemudian, bertugas memberikan sosialisasi kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah mengenai berbagai jenis produk KBLBB yang sudah tayang dalam katalog elektronik.

Tugas-tugas tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2022 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle).

“Peraturan dimaksud bertujuan untuk mengakselerasi industrialisasi KBLBB. Bukan hanya sekadar memproduksi, namun juga memberikan gambaran yang lebih komprehensif untuk terus mengembangkan subsektor ini dengan teknologi yang lebih ramah lingkungan,” tegas Febri.

Terkait dengan teknis lebih lanjut Febri enggan memberikan komentarnya lebih jauh mengenai pengadaan mobil listrik.

Menurutnya, Kemenperin hanya menjalankan instruksi yang tertuang dalam Inpres No 7 Tahun 2022.

Polemik Mobil Listrik Membuat Kepala LKPP Mundur
Roni Dwi Susanto memutuskan mundur dari Kepala LKPP pada awal September 2021.

Banyak pihak yang menduga hal tersebut terkait dengan adanya pengadaan mobil listrik yang menuai polemik.

Ketika dikonfirmasi lebih lanjut mengenai alasan mundur dari jabatan sebagai Kepala LKPP, Roni enggan membeberkan lebih jauh.

"Ia September 2021 saya sudah mundur," ujar Roni kepada Law-Justice.

Dalam wacana pengadaan tersebut, banyak pihak sempat mempertanyakan kebutuhan pengadaan dan kesiapan infrastruktur pengadaan mobil listrik.

Pertimbangan tersebut sesuai dengan Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2021 dan aturan turunannya, yaitu Surat Edaran Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi Nomor 2 Tahun 2021.

Kedua aturan itu, pada intinya, mensyaratkan setiap produk yang masuk ke E-Katalog telah terverifikasi dan verifikasi dilakukan mulai sisi harga hingga infrastruktur.

Sebab, dalam aturan ini, LKPP akan menjadi salah satu pihak yang turut bertanggung jawab jika suatu hari ditemukan masalah pada produk-produk di E-Katalog.

Ketika dikonfirmasi lebih lanjut kepada Roni mengenai rincian pengadaan tersebut ia enggan memberikan tanggapan lebih jauh.

“Biarkan saja menjadi pilihan saya untuk mundur dan semoga bangsa ini semakin maju," ujarnya.

Terdapat dugaan mundurnya Roni sebagai ketua LKPP ini konon tak lepas dari intervensi 2 orang dekat presiden Jokowi. Yakni Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko dan Menteri Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

Semua itu terkait masalah mobil listrik yang diminta kedua orang pembantu presiden ini untuk masuk ke dalam E Katalog LKPP.

Posisi Roni sendiri diisi sementara oleh Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP Sarah Sadiqa sebagai pelaksana tugas.

Pihak Law-Justice mencoba untuk melakukan konfirmasi kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk meminta keterangan lebih lanjut.

Namun, hingga berita ini diturunkan Moeldoko tidak memberikan konfirmasi terkait hal tersebut.

Roni Mundur karena Menjalankan Good Governance
Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat mengatakan mundurnya Roni dari Kepala LKPP karena Roni dianggap telah membangkang terhadap perintah presiden Jokowi yang sudah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Achmad menyebut pada saat itu Roni bukannya tidak mau untuk memasukkan kendaraan listrik ke E-Katalog.

Jadi Achmad menyebut biila posisi Roni itu hanya mempertanyakan kebutuhan pengadaan dan kesiapan infrastrukturnya.

"Jadi lebih mempertanyakan segala sesuatunya. Jangan sampai dibeli nanti mangkrak dan apa yang dilakukan Roni sendiri sebagai Ketua LKPP sudah memenuhi prinsip Good Corporate Governance," kata Achmad kepada Law-Justice.

Achmad menyatakan apa yang dilakukan Roni untuk penyelenggaraan Pemerintah yang baik dan transparan.

Achmad pun mengimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta kejaksaan menindaklanjuti informasi dugaan kongkalikong bisa menindak jika terbukti ada pihak yang turut mengintervensi pengadaan mobil listrik.

"Jangan sampai kebijakan-kebijakan negeri ini terus dikangkangi oleh kepentingan oligarki politik dan oligarki ekonomi yang telah mencengkeram kuat bangsa ini," tuturnya.

Achmad menyatakan yang bekerjasama untuk mengeruk keuntungan yang sebesar besarnya bagi kepentingan pribadi dan kelompok nya dengan menunggangi kebijakan negara.

Jika presiden Jokowi membiarkan saja situasi yang terjadi ini maka ini berpotensi kuat untuk menjadi temuan hukum di masa yang akan datang.

"Bahkan bukan tidak mungkin presiden pun akan diminta pertanggungjawabannya atas Kebijakannya InPres Nomor 7 tahun 2022 tersebut dan karena hal tersebut sangat tidak sesuai dengan pengelolaan pemerintahan yang Good Corporate Governance (GCG)," tutupnya.

Kontribusi Laporan Ghivary Apriman, Amelia

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar