Ogah Ketergantungan Ekonomi, India Boikot Ponsel China

Rabu, 10/08/2022 10:10 WIB
Ponsel China diboikot India (AFP)

Ponsel China diboikot India (AFP)

Jakarta, law-justice.co - Sejak bentrokan China-India pada 2020, hubungan antara dua negara terbesar berdasarkan populasi itu tetap tegang. Ketegangan ini semakin diperumit oleh ketergantungan India pada China dalam hal ekonomi, khususnya smartphone.

Namun, negeri Bollywood ini masih siap untuk memukul China di tempat yang menyakitkan yaitu keuangannya.

India dilaporkan sedang mengerjakan rencana hukum yang pada dasarnya akan melarang penjualan smartphone buatan China dengan harga di bawah 12 ribu Rupee atau Rp2,2 jute.

Jika diberlakukan, larangan ini akan membantu smartphone buatan India dalam kategori tersebut sekaligus terus memungkinkan ponsel China mendominasi pasar premium.

Aturan seperti ini akan mempengaruhi Xiaomi, produsen smartphone terbesar ketiga di dunia. Realme, merek yang dimiliki oleh perusahaan BBK juga akan terpukul keras.

Sementara Samsung dan Apple, yang bukan merek China, sebagian besar tidak akan terpengaruh, dikutip dari situs Android Authority, Selasa, 9 Agustus 2022.

India tampaknya berpikir perusahaan seperti Xiaomi dan Realme meremehkan pesaing India di pasar dalam negeri. Larangan seperti ini pasti akan merugikan Xiaomi dan Realme serta OEM China lainnya.

Terlepas dari berita tentang larangan potensial ini, India perlu berhati-hati tentang hubungannya dengan China. Ekonomi India masih sangat dipengaruhi oleh China dan larangan langsung terhadap smartphone buatan China kemungkinan akan menghancurkan India.

Menurut orang dalam, harapan dari larangan ini akan mendorong China untuk berinvestasi lebih banyak di India. Dengan kata lain, India ingin mengirim pesan yang jelas ke China tetapi tidak ingin terlalu banyak mengacak-acak.

Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan India seperti Lava dan Micromax memiliki hampir setengah dari pasar smartphone India. Selama bertahun-tahun, perusahaan seperti Xiaomi telah memenuhi India dengan perangkat murah yang kerap merugikan perusahaan.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar