Tak Cuma di SMAN 1 Banguntapan, Pemaksaan Berhijab Meluas di DIY

Sabtu, 06/08/2022 12:50 WIB
Pemaksaan berhijab ternyata meluas di DIY (Tirto)

Pemaksaan berhijab ternyata meluas di DIY (Tirto)

DI Yogjakarta, law-justice.co - Kasus pemaksaan siswi menggunakan jilbab tak hanya terjadi di SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Siswi-siswi yang dipaksan memakai jilbab di sejumlah sekolah berani membuka suara dan diketahui terjadi di SMP N di Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul.

"Saat penanganan kasus (di SMAN 1 Banguntapan) berjalan, ditemukan lagi kasus serupa di salah satu SMPN di Kabupaten Bantul yang meskipun pada akhirnya dilakukan klarifikasi dan dianggap hanya sebagai satu kesalapahaman belaka antara para pihak," kata Ketua Pengurus Yayasan Secretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) Yogyakarta, Fathuddin Mukhtar, dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (6/8/2022)

Fathuddin menyatakan dirinya juga mendapatkan informasi kejadian serupa dengan adanya aturan dari SMA Negeri 4 Yogyakarta yang dikeluarkan pada 11 Juli 2022. Bunyi salah satu poin dalam aturan sekolah itu yakni `putri muslimah lengan panjang dan berjilbab`. Namun aturan tersebut segera direvisi pihak sekolah.

Fathuddin meminta pemerintah setempat melakukan langkah konkret agar kejadian pemaksaan memakai jilbab tak terulang. Salah satu caranya dengan memantau keberadaan aturan di lingkungan sekolah.

"Mengingatkan bahwa baru saja Pemda DIY menerima penghargaan sebagai Provinsi Layak Anak tahun 2022 dan tentu saja kejadian di atas sangat bertolak belakang dengan Hak-hak Anak yang menjadi acuan penilaian Provinsi Layak Anak," ungkapnya.

Beberapa waktu sebelumnya, SMP Negeri 2 Turi, Kabupaten Sleman, juga mengeluarkan kebijakan penyeragaman terkait penggunaan jilbab bagi para peserta didik putri. Sekolah tersebut sebelumnya mengeluarkan aturan wajib jilbab, yang kemudian direvisi menjadi anjuran setelah pihak sekolah mendapat teguran dari Dinas Pendidikan setempat.

"Pemaksaan penggunaan simbol keagamaan tertentu di satu sisi merupakan pelanggaran atas hak konstitusional warga negara untuk berekspresi dan berkeyakinan sesuai dengan hati nurani. Di sisi lain, tindakan semacam itu bertentangan dengan kebinekaan Indonesia yang mesti kita junjung, rawat, dan terus perkuat," kata Direktur Riset Setara Institut, Halili Hasan.

Ia mengatakan sekolah negeri yang didanai APBN maupun APBD tak sepatutnya melakukan tindakan yang mencederai kebinnekaan. Ia mengatakan sekolah negeri harusnya menjadi etalase kebinekaan dan motor penguat kebinekaan sesuai semboyan `Bhinneka Tunggal Ika`.

"Dalam konteks itu para stakeholder di sekolah-sekolah negeri mesti menjadi aktor kunci bagi proses pendidikan, pembudayaan, dan pembangunan lingkungan sekolah yang berorientasi pada kepentingan siswa, non-kekerasan, damai dan menyenangkan. Fenomena pemaksaan jilbab di sekolah-sekolah negeri jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut," ungkapnya.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar