Kejatuhan Dinasti Rajapaksa Dirayakan oleh Masyarakat Sri Lanka

Minggu, 17/07/2022 09:19 WIB
Rumah Presiden Sri Lanka digeruduk massa yang memprotes pemerintahan. Rumah PM Ranil Wickremesinghe pun dibakar. (Reuters)

Rumah Presiden Sri Lanka digeruduk massa yang memprotes pemerintahan. Rumah PM Ranil Wickremesinghe pun dibakar. (Reuters)

Jakarta, law-justice.co - Pasca beberapa jam setelah Rajapaksa mengirimkan e-mail mengenai pengunduran dirinya dari jabatan Presiden Sri Lanka pada Kamis malam (14/7), orang-orang di Kolombo berteriak penuh rasa puas.

Bahkan beberapa ada yang sampai menangis.

Seperti melansir rmol.id, orang-orang itu adalah mereka yang sedang berjuang untuk perubahan di negara yang belakangan carut marut karena krisis ekonomi dan politik.

Berhari-hari mereka berada di depan Sekretariat Presiden di Galle Face Green, yang menjadi jantung pemberontak dari gerakan anti-pemerintah yang menuntut pengunduran diri Presiden Gotabay.

Mereka mendirikan tenda darurat untuk berlindung dari panas dan hujan, dan menolak pergi sebelum keluhan mereka didengar.

“Itu sangat emosional, saya hanya berteriak dan menangis,” kata Dias, salah satu di antara mereka.

Tiga bulan lamanya mereka terus berjuang sampai akhirnya membuahkan hasil. Gotabaya akhirnya lengser.

Menjatuhkan Gotabaya bukanlah akhir dari perjuangan kami – masih banyak yang harus kami lakukan untuk mengubah negara ini – tetapi ini adalah kemenangan besar,” lanjut Dias.

Kemunduran ini tidak hanya dilihat oleh masyarakat Sri Lanka sebagai kekalahan presiden dalam memimpin negara.

Namun mereka melihat ini sebagai awal keruntuhan bagi seluruh keluarga Rajapaksa, yang telah mendirikan dinasti politik paling kuat selama dua dekade.

Pemberontakan massal ini dikabarkan pertama kali dalam sejarah Sri Lanka karena bergabungnya segala etnis dan agama yang berbeda dengan satu tujuan yang sama, yaitu menuntut perubahan yang berarti.

Sebelumnya diketahui mereka selalu terpecah belah mengikuti garis etnis yang ada.

“Rajapaksa itu jahat dan korup, rezim mereka tidak punya apa-apa untuk dipuji,” kata Paikiasothy Saravanamuttu, direktur eksekutif Pusat Alternatif Kebijakan.

Lebih lanjut Paikiasothy mengatakan bahwa Gotabaya Rajapaksa merupakan lambang sistem pemerintahan yang bobrok.

Dia dinilai tidak memiliki pengalaman dan kapabilitas dalam mengelola pemerintahan, oleh karena itu selama ini ia memiliki visi yang sangat terbatas untuk kemajuan negara.

Atas kekacauan yang terjadi di Sri Lanka ini dianggap sebagai ulah dari keluarga Rajapaksa yang membangkrutkan negara dengan memusatkan kekuasaan hanya dalam jajaran keluarga mereka dan kemudian terlibat dalam korupsi yang meluas, salah urus ekonomi, militerisasi pemerintahan dan politik rasis yang memecah belah.

Pemerintahan Rajapaksa diketahui mulai mendirikan dinastinya pada tahun 2005 ketika Mahinda Rajapaksa terpilih menjadi presiden pada tahun 2005 dan 2015 dan dilanjutkan oleh Basil yang menjadi menteri keuangan.

Kemudian Gotabaya yang terpilih menjadi presiden pada tahun 2019 dan beberapa jabatan lainnya yang berhasil dipegang oleh keluarga Rajapaksa, yang akhirnya berhasil diruntuhkan pada tahun ini.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar