Respons KPK saat Didesak Usut Kasus Gratifikasi Eks Pimpinannya

Rabu, 13/07/2022 12:06 WIB
(Plt) Jubir KPK Ali Fikri (Fajar)

(Plt) Jubir KPK Ali Fikri (Fajar)

Jakarta, law-justice.co - Sejumlah pihak mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus dugaan gratifikasi Lili Pintauli Siregar. Namun, terhadap desakan tersebut, KPK tak mersponnya. Lili merupakan Wakil Ketua KPK yang dipecat karena diduga menerima fasilitas mewah untuk menonton balapan MoktoGP Mandalika dari Pertamina beberap waktu lalu.

Plt Jubir KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis hanya menerangkan perihal tugas Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan alasan sidang etik Lili dinyatakan gugur.  Menurutnya, Dewas hanya mempunyai tugas menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK, bukan terkait tindak pidana. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 37 B ayat 1 huruf e Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (UU KPK).

"Perlu kami luruskan, ranah tugas Dewas sudah sangat jelas yaitu bukan masalah dugaan pidana yang dilakukan insan KPK, namun dugaan pelanggaran etik," katanya, Rabu (13/7/2022).

Ia pun menyatakan alasan Dewas tidak melanjutkan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik karena Lili telah mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Berdasarkan UU KPK, Dewas hanya bisa menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik setiap insan komisi yang berstatus aktif.

"Ketika sudah mundur sebagai pimpinan KPK, maka terperiksa bukan lagi menjadi subjek persidangan dimaksud," tutur Ali.

Adapun sejumlah pihak ramai-ramai mendesak agar dugaan penerimaan gratifikasi Lili berupa akomodasi hotel dan tiket menonton MotoGP Mandalika dari PT Pertamina (Persero) pada Maret 2022 diusut penegak hukum, termasuk KPK.

Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti meminta KPK tidak diam saja terhadap dugaan gratifikasi yang diterima Lili dari PT Pertamina. Ia menantang lembaga antirasuah itu untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

"Harusnya kalau KPK-nya masih baik, seharusnya dugaan gratifikasi bisa dikejar ke Pertamina yang memberikan ke LPS [Lili Pintauli Siregar]. Jadi, masuk ranah pidana," kata Bivitri, Selasa (12/7).

Namun, menurut Bivitri, KPK cenderung melindungi Lili sebagai Wakil Ketua KPK. Apalagi, kasus tersebut berkaitan dengan PT Pertamina.

"Yang juga bisa diduga tidak mau diutak-atik oleh KPK," sambungnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpendapat dihentikannya sidang etik tak serta merta membuat dugaan tindak pidana penerimaan gratifikasi Lili tidak bisa diusut.

Ia mengatakan Dewas KPK bisa meneruskan bukti-bukti awal yang ada ke penegak hukum.

"Dewan Pengawas harus meneruskan bukti-bukti awal yang telah dimiliki kepada aparat penegak hukum jika ada dugaan kuat adanya gratifikasi yang dianggap suap," ucap Kurnia.

ICW, lanjut Kurnia, juga mendesak agar jajaran Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Polri dan bagian tindak pidana khusus Kejaksaan Agung menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Lili.

"Penting ditekankan bahwa seluruh delik korupsi di dalam UU Tipikor merupakan delik biasa, bukan aduan. Jadi, aparat penegak hukum bisa bergerak sendiri tanpa harus menunggu aduan atau laporan masyarakat," kata dia.

Saat dikonfirmasi, anggota Dewas KPK Albertina Ho mengungkapkan pihaknya sudah mengirimkan penetapan sidang etik Lili berikut laporan dugaan gratifikasi ke pimpinan KPK.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar