Keluarga Kopilot Lion Air JT-610 Kecewa ke ACT soal Dana Ahli Waris

Senin, 11/07/2022 08:51 WIB
Mantan Presiden ACT Foundation Ahyudin (Republika)

Mantan Presiden ACT Foundation Ahyudin (Republika)

Jakarta, law-justice.co - Keluarga korban pesawat Lion Air JT-610 kecewa terhadap petinggi ACT atas dugaan penggelapan dana ahli waris.

Kekecewaan itu diungkapkan oleh Vini Wulandari, adik dari kopilot Lion Air JT-610 bernama Harvino.

Vini mengatakan seharusnya pihak ACT memberikan laporan kerja sebelum dana diterima dari pihak Boeing.

"Mereka juga belum memberikan program kerja atas dana yang sudah diberikan. Harusnya sebelum dana diterima, mereka harus membuat program untuk disalurkan atas dana tersebut," kata Vini seperti melansir detik.com, Minggu (10/7).

"Tetapi sampai akhirnya ketahuan dana digelapkan. Mereka pakai uang itu untuk pribadi. Tentu dari pihak keluarga korban amat sangat kecewa," lanjutnya.

Vini menjelaskan saat itu pihak Boeing memberikan sejumlah santunan untuk dikelola oleh lima yayasan. Hingga akhirnya salah satu dari yayasan yang dipilih adalah ACT.

"Jadi bukan harus dikembalikan ke keluarga korban, jadi memang waktu itu Boeing memberikan sejumlah berapa juta USD untuk dibagikan ke lima yayasan di Indonesia yang dikelola oleh keluarga korban tadinya. Cuma karena keluarga korban ada yang beberapa punya ada yang nggak, akhirnya sepakat kita pilih lima yayasan untuk mengelola dari dana Boeing tersebut," ujarnya.

Vini menyampaikan dana tersebut diperuntukkan untuk kegiatan sosial seperti penanganan bantuan bencana alam. Dia menyebut dana yang diterima ACT untuk dikelola saat itu sebesar Rp 138 miliar.

"Maksudnya supaya bisa berbagi kalau ada gempa lah atau mungkin dia mau bikin program kerja untuk anak-anak di desa tertinggal yang sifatnya sosial gitu, tapi karena dari awal kan udah ditanyain sebelum uang itu ditransfer ke rekening yayasan masing-masing mana program kerjanya. Itukan Rp 138 miliar totalnya itu. Jadi nggak ada yang harus dikembalikan ke keluarga korban, kan keluarga korban udah dapat kompensasi yang lebih besar. Jadi murni untuk sosial yang diberikan kepada ACT untuk dikelola," imbuhnya.

Menanggapi itu, mantan Presiden ACT Ahyudin menepis kabar penggelapan dana bantuan bagi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 oleh ACT. Ahyudin menegaskan kerja sama ACT dan Boeing tak ada penyelewengan.

"Insyaallah, saya pastikan tak ada penyimpangan dana kerja sama ACT dengan Boeing," kata Ahyudin kepada wartawan, Sabtu (9/7).

"Tenggat waktu kerjasama implementasi program kalau tidak salah masih sampai akhir Juli 2022, bahkan masih sangat mungkin bisa dinegosiasikan untuk perpanjangan waktu," tambahnya.

Ahyudin mengatakan hingga terakhir tugasnya di ACT pada Januari 2022 lalu, realisasi program kerja sama dengan Boeing sudah mencapai lebih dari 70%. Jadi, kata dia, sisanya sekitar 30% sejatinya bisa selesai dalam waktu 6 bulan di bawah kepemimpinan baru ACT saat ini.

"Saya sejak 11 Januari 2022 saya sudah tak lagi di ACT. Jadi saya tak begitu tahu lagi bagaimana progress program ini. Mestinya waktu 6 bulan Januari sampai dengan Juli 2022 adalah waktu yang lebih dari cukup untuk tuntaskan implementasi program ini," ucapnya.

Dia menyebut kendala teknis implementasi program itu adalah faktor pandemi COVID-19 yang menyulitkan mobilitas tim implementasi. Ahyudin menegaskan kembali bahwa ia tidak melakukan penyimpangan dana bantuan untuk korban kecelakaan Lion Air JT-610 pada 2018.

"Sekali lagi saya yakinkan tak ada penyimpangan. ACT berpengalaman melakukan ribuan kemitraan program selama ini. Saya yakin sahabat saya semua yang memimpin ACT saat ini mampu mengatasinya dengan baik. Harus dipahami bahwa aset yang dimiliki ACT jauh kebih besar daripada sisa anggaran yang belum direalisasikan," ujar Ahyudin.

Senin (11/7/2022), Bareskrim Polri melakukan penyelidikan terkait pengelolaan dana masyarakat di ACT.

Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramdhan menyatakan penyidik Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan terhadap Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin pada Jumat (8/7). Pemeriksaan dilanjutkan pada Senin (11/7).

"Bahwa pengurus yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus, dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramdhan kepada wartawan, Sabtu (9/7).

Dalam tragedi kecelakaan Lion Air pada 2018, pihak maskapai memberikan dana kompensasi kepada ahli waris korban.

Dana bantuan itu terdiri dari santunan tunai senilai Rp 2,06 miliar dan dana sosial atau CSR dengan jumlah serupa.

Hasil penyelidikan yang dilakukan jajaran kepolisian menemukan adanya dugaan penggelapan dana bantuan tersebut yang dilakukan oleh ACT.

Pihak ACT disebut tidak pernah melibatkan ahli waris dalam penyusunan hingga penggunaan dana CSR yang disalurkan pihak Boeing.

"Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak yayasan ACT tidak memberi tahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut," ujar Ramadhan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar