Hasil Survei Sebut Sikap Politikus dan Buzzer Pemicu Polarisasi Pemilu

Jum'at, 08/07/2022 21:36 WIB
Pasukan siber atau buzzer (Jakartaberita.com)

Pasukan siber atau buzzer (Jakartaberita.com)

Jakarta, law-justice.co - Hasil survei terbaru yang dirilis oleh lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) menyatakan bahwa ketidaktegasan politikus menjadi penyebab dominan polarisasi di tengah masyarakat di setiap momen Pemilu.

Survei SPIN menyebut, sebanyak 20,2 persen masyarakat yang meyakini polarisasi pemilu menilai sikap politikus menjadi faktor dominan daripada influencer maupun buzzer lewat media sosial mereka.

"Bagi publik yang menjawab ya masih terjadi, ada 20,2 persen yang menyebut penyebabnya adalah ketidaktegasan tokoh politik dalam mencegah hal itu terjadi," demikian dikutip dari survei SPIN, Jumat (8/7).

Hanya 13,1 persen responden yang menilai polarisasi dalam pemilu akibat ulah influencer, dan 11,9 persen yang menjawab akibat buzzer. Sisanya ada penegakan hukum yang tebal pilih, tokoh masyarakat kurang berperan, dan literasi yang lemah.

Meski demikian, sebanyak 29,3 persen dan terbukanya dominan, belum menyatakan jawaban atau tidak tahu.

Sementara secara umum, 65,1 persen responden menyatakan polarisasi akibat pemilu sejak 2014 masih terjadi hingga saat ini. Hanya 10 ,1 persen yang meyakini polarisasi telah berakhir.

Survei juga meminta tanggapan publik terhadap sosok yang dianggap mampu mengakhiri polarisasi atau keterbelahan pemilu. Sebanyak 23,2 persen responden meyakini Prabowo Subianto sebagai sosok yang bisa mengakhiri polarisasi.

Angka tersebut mengungguli keyakinan masyarakat terhadap beberapa nama lain di bawahnya. Ada Agus Harimurti Yudhoyono, Ridwan Kamil, hingga Andika Perkasa.

Survei SPIN dilakukan terhadap 1.230 responden selama kurun waktu 25 Juni sampai 5 Juli 2022. Teknik sampel dalam survei tersebut menggunakan probability sampling dan multistage random sampling, varian area random sampling, dengan margin of error sekitar 2,8 persen.

Sementara, Survei Litbang Kompas tentang situasi politik nasional menyatakan sebanyak 36,3 persen publik menilai buzzer, influencer, atau provokator menjadi hal utama yang membuat polarisasi atau keterbelahan di masyarakat makin meruncing.

Sementara itu, sebanyak 21,6 persen mengatakan polarisasi disebabkan informasi hoaks atau tidak lengkap, 13,4 persen menyatakan akibat kurangnya peran dari tokoh bangsa dalam meredakan perselisihan, dan 5,8 persen menyatakan akibat teknologi media sosial.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar