Wapres Ma`ruf Sebut Pihak yang Menolak DOB Papua Tidak Mayoritas

Kamis, 30/06/2022 22:15 WIB
Wakil Presiden Maruf Amin. (pinterpolitik)

Wakil Presiden Maruf Amin. (pinterpolitik)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI), Ma`ruf Amin menyatakan bahwa ada sejumlah pihak yang menolak pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Papua.

Namun kata dia, penolakan terhadap pembentukan DOB itu tidak mencerminkan suara mayoritas.

"Jika satu dua pihak [menolak] saya kira itu tidak mayoritas, tidak cerminkan mayoritas. Bahwa ada [yang menolak] iya," kata Ma`ruf di sela-sela kunjungan kerjanya ke NTB dalam video yang diterbitkan Setwapres, Kamis (30/6).

Ma`ruf mengatakan pemerintah terus berupaya untuk menggelar dialog dan sosialisasi dengan pihak-pihak yang menolak DOB Papua.

Menurutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Papua mendukung pemekaran wilayah. Ia pun mengklaim pemekaran Papua demi kebaikan masyarakat setempat.

"Karena memang mereka ingin terlayani dengan baik," ucapnya.

Ma`ruf menyatakan pemekaran provinsi di Papua semata-mata bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat Papua. Sebab, nantinya pelayanan publik diharapkan bisa lebih dekat menjangkau masyarakat.

"Kalau pelayanannya terlampau jauh, seperti satu provinsi itu kurang terlayani dengan baik," kata dia.

Dia menegaskan pemerintah berkomitmen memprioritaskan orang asli Papua (OAP) menjadi pimpinan dari provinsi-provinsi baru tersebut.

Ma`ruf juga mengatakan banyak pihak sudah sepakat dengan pemekaran Papua. Bahkan, Gubernur Papua Lukas Enembe turut menandatangani persetujuan pemekaran tersebut.

"Nah karena itu, DPR melakukan berbagai penjajakan, dan melakukan RDPU di beberapa daerah di Papua, dan gubernur sendiri sudah menandatangani persetujuan," katanya.

Diberitakan, rapat paripurna DPR RI telah mengesahkan tiga rancangan undang-undang (RUU) terkait pembentukan provinsi baru di Papua yang terdiri dari Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan menjadi UU.

Berdasarkan UU tersebut, Presiden harus mengangkat Pj Gubernur dari kalangan PNS yang menduduki jabatan pimpinan tinggi madya berdasarkan usul Menteri Dalam Negeri paling lama enam bulan setelah UU disahkan.

Hal itu untuk mengisi kekosongan pemerintahan sebelum adanya Gubernur dan Wakil Gubernur definitif pada 2024. Pj gubernur itu akan bertugas dengan masa jabatan paling lama satu tahun.

 

 

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar