Khilafatul Muslimin Anut Ajaran Kartosuwiryo, ini Bunyi Proklamasinya

Jum'at, 17/06/2022 08:10 WIB
Kartosuwiryo (Tirto.id)

Kartosuwiryo (Tirto.id)

Jakarta, law-justice.co - Polisi mengungkap ajaran Kartosuwiryo dijadikan pedoman bagi para pengikut Khilafatul Muslimin. Ajaran tersebut masuk ke dalam buku saku yang dibawa ribuan orang yang berbaiat pada Khilafatul Muslimin. Lantas seperti apa ajaran Kartosuwiryo?


Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi yang awalnya mengungkap ajaran yang dianut oleh para pengikut Khilafatul Muslimin. Dia menyebut para pengikut Khilafatul Muslimin akan diberikan buku berisi ajaran Kartosuwiryo usai dibaiat.

"Warga-warga ini setelah mereka dibaiat akan diberikan buku saku. Buku saku ini latar belakang tegaknya Khilafatul Muslimin. Ini buku saku mereka di mana merujuk pada darul islam Kartosuwiryo. Acuan mereka ini mengacu pada ajaran dari pada Kartosuwiryo," kata Kombes Hengki Haryadi dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, 


Ajaran Kartosuwiryo


Dikutip dari buku berjudul `Biografi Singkat 1907-1962 SM Kartosuwiryo` karya Ade Firmansyah, Kartosuwiryo selama hidupnya aktif belajar tentang Islam. Kartosuwiryo kagum dengan prinsip-prinsip dasar gurunya, Tjokroaminoto, yang turut mempengaruhi pemikiran-pemikirannya terhadap Islam.

Kartosuwiryo mengartikulasikan gagasan Islam yang langsung diambil dari Al-Qur`an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Hal inilah yang membuat Kartosuwiryo memproklamirkan Darul Islam di Cisampak, Tasikmalaya pada 7 Agustus 1949.

Begini bunyi proklamasinya:
Kami umat Islam Indonesia menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia adalah hukum Islam.

Kepada anggota Darul Islam, ia selalu menekankan bahwa tidak ada yang sia-sia berjuang demi Islam. Jika tidak diwujudkan di dunia, akan dibalas di akhirat.

Kematian karena memperjuangkan Darul Islam, disebut Kartosuwiryo, akan diganjar Allah dengan masuk surga. Anggota Darul Islam pun terbakar semangat dengan janji-janji ini dan membuat mereka tahan akan tekanan dan penderitaan. Tentunya ini yang membuat kekuatan ideologi Darul Islam tidak mudah dipatahkan.


Masih berdasarkan buku `Biografi Singkat 1907-1962 SM Kartosuwiryo`. Ajaran-ajaran Kartosuwiryo dianggap memberikan angan-angan kejayaan Islam pada masa lalu, khususnya di zaman Nabi Muhammad SAW. Darul Islam sendiri disebut berupaya mewujudkan kembali kejayaan zaman Nabi Muhammad SAW di zaman modern.

Namun, muncul kekecewaan dari Kartosuwiryo. Dia tak menerima saat Pemerintah RI mencoret kalimat `dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya` yang tertuang dalam Piagam Jakarta.

Kartosuwiryo menganggap pencoretan itu sebagai pukulan telak bagi umat Islam. Benih-benih perlawanan Kartosuwiryo terhadap negaranya sendiri pun tumbuh.

Hijrah
Kartosuwiryo kerap mengenalkan istilah `hijrah`. Hijrah versi Kartosuwiryo ini adalah sebuah metode membentuk komunitas sendiri, tanpa kerja sama, dan aktif melawan kekuatan penjajah.

Kartosuwiryo mengembangkan konsep hijrah dengan mengacu pada Al-Qur`an dan sunnah. Kartosuwiryo juga kerap menghubungkan antara hijrah dan jihad.

Jihad, dalam benak Kartosuwiryo, adalah perang terhadap diri sendiri. Maksudnya, memindahkan dan memerangi diri sendiri dari perilaku tidak Islami menjadi Islami.

Jihad
Kartosuwiryo khawatir jika terjadi perpecahan antar sesama pejuang Darul Islam. Untuk itu, ia selalu menekankan pentingnya membersihkan niat dan ikhlas berjuang semata-mata untuk melaksanakan amanah Allah.

Ia memberikan 3 poin penting landasan jiwa ksatria kepada anggota Darul Islam, yakni rasa cinta setia kepada Allah SWT, Rasulullah, dan Imam Negara Islam Indonesia.

Negara Islam
Kartosuwiryo sejak awal sudah memiliki gagasan suatu masyarakat Islam yang benar-benar sempurna secara ideologi ataupun ide. Kartosuwiryo pernah menulis:

"Bahwa semua orang dapat ikut membangunkan dunia baru yang memberi jaminan akan kemakmuran, bagi tiap-tiap bagian daripada Keluarga Asia Timur Raya, apabila mereka kembali kepada ajaran Rasulullah dan umat Islam sadar akan kedudukannya"

Dalam buku `Daftar Usaha Hidjrah PSSI`, Kartosuwiryo membagi struktur masyarakat Indonesia menjadi 3 bagian. Pertama, masyarakat Hindia Belanda sebagai penjajah. Kedua, masyarakat Indonesia yang belum memiliki hukum ataupun hak dan tidak mempunyai pemerintahan sendiri. Ketiga, masyarakat Islam yang bernaung di bawah Darul Islam.

Kartosuwiryo juga membedakan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Islam. Masyarakat Indonesia berjuang demi tanah airnya dan berbakti kepada negeri. Sementara masyarakat Islam atau Darul Islam tidak berbakti kepada Indonesia atau siapa pun, melainkan hanya ingin berbakti kepada Allah SWT.

Jadi maksud terbentuknya Darul Islam bukan Indonesia Raya, melainkan Darul Islam yang sesempurnanya. Pemikiran dan gagasannya ini yang menggiring Kartosuwiryo terobsesi mendirikan Negara Islam Indonesia.

Menurutnya, Negara Islam Indonesia adalah wadah satu-satunya untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat.

Tauhid

Kartosuwiryo bercita-cita mendirikan negara Islam. Kartosuwiryo lantas menanamkan konsep tauhid dengan 4 kerangka, yakni:

1. La mathluba illallah: Tiada yang dicari dan diusahakan kecuali rahmat Allah
2. La maqhuda illallah: Tiada titik tujuan kecuali idzharnya pemimpin pembawa amanat Allah
3. La ma`buda illallah: Tiada yang disembah kecuali Allah
4. La maujuda illallah: Tiada yang wujud mutlak kecuali Allah

Dasar tauhid yang dia yakini ini juga disampaikan kepada siswanya yang belajar di Institut Suffah.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar