Bunuh Lansia di Sydney, Perempuan WNI Ini Divonis 22 Tahun Penjara

Jum'at, 27/05/2022 15:29 WIB
Hanny Papanicolaou (Supplied: Facebook via abc.net.au)

Hanny Papanicolaou (Supplied: Facebook via abc.net.au)

Jakarta, law-justice.co - Seorang perempuan warga negara Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai tukang bersih-bersih di Sydney, Australia divonis 22 tahun penjara atas pembunuhan seorang warga lanjut usia (lansia).

WNI bernama Hanny Papanicolaou (38) ini didakwa memukuli dan menikam korban yang berusia 92 tahun hingga tewas.

Seperti melansir detik.com, dengan hukuman 22 tahun penjara, Hanny tidak akan bisa mengajukan pembebasan bersyarat setidaknya hingga Januari 2034.

Dalam kasus ini, Papanicolaou menyusup masuk ke dalam rumah korban, yang diidentifikasi sebagai Marjorie Welsh, yang ada di area Ashbury pada Januari 2019 lalu dengan niat mencuri uang.

Korban merupakan klien dari Papanicolaou yang berprofesi sebagai tukang bersih-bersih.

Begitu dia ketahuan oleh korban, Papanicolaou langsung memukuli korban yang sudah lanjut usia dengan tongkat alat bantu jalan milik korban. Dia kemudian menikam korban beberapa kali dengan sebuah pisau dapur.

Korban berhasil menghubungi layanan darurat dengan menekan tombol peringatan pada alat bantu medis yang dipakai di lehernya.

Korban yang awalnya selamat dari serangan itu, akhirnya meninggal dunia di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya sekitar enam pekan kemudian.

Sebelum berpulang, korban sempat mengidentifikasi penyerangnya sebagai `Hanny si tukang bersih-bersih`.

Pada Jumat (27/5) ini, hakim Robertson Wright dalam putusannya dalam sidang menyebut penyesalan yang tulus dari Papanicolaou dan prospek yang baik untuk rehabilitasi berarti hukuman maksimum penjara seumur hidup tidaklah tepat.

"Pelaku harus bertanggung jawab atas tindakannya. Tapi saya juga mempertimbangkan tujuan rehabilitasi, yang menurut saya, mendukung masa pembebasan bersyarat yang lebih lama," ucap hakim Wright dalam persidangan.

Mendengar vonis 22 tahun penjara tanpa pembebasan bersyarat dijatuhkan hakim, Papanicolaou hanya menatap lantai dan menangis dengan lirih. Masa hukuman itu akan dihitung sejak Papanicolaou pertama masuk tahanan pada Januari 2019.

Dalam putusannya, hakim Wright menolak pembelaan Papanicolaou yang menyebut dirinya menderita Gangguan Depresi Berat saat serangan terjadi dan menetapkan tindakannya didasari motif finansial.

Diungkapkan dalam persidangan bahwa Papanicolaou yang memiliki dua anak ini kecanduan berjudi, dan kehilangan AU$ 400 di mesin poker Canterbury RSL beberapa jam sebelum menyusup ke dalam rumah korban pada 2 Januari 2019.

"Pelaku membutuhkan uang karena kalah berjudi. Dia mengetahui bahwa Welsh (korban-red) membayar dengan uang tunai dan memiliki lebih dari cukup uang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri," tegas hakim Wright.

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar