China Mencekam, Kembali Lockdown Akibat Kebijakan Nol Covid

Senin, 23/05/2022 19:00 WIB
Stasiun PCR di China (Reuters)

Stasiun PCR di China (Reuters)

Beijing, Tiongkok, law-justice.co - Otoritas Beijing kembali memperpanjang panduan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi 22 juta penduduk akibat wabah Covid-19 yang kembali naik. Ini dilakukan sebagai bagian dari program `nol Covid`.


Meskipun tidak ada pengumuman baru tentang area yang ditutup di Beijing, lima dari 16 distrik kota menyarankan penduduk untuk bekerja dari rumah dan menghindari pertemuan.

Mereka yang harus pergi bekerja harus memiliki hasil negatif tes PCR yang diambil dalam waktu 48 jam terakhir, dan tidak boleh mampir saat perjalanan pulang-kerja mereka.

"Pencegahan dan pengendalian epidemi kota berada pada saat yang kritis," kata distrik Tongzhou di Beijing dalam postingan di akun WeChat pada Minggu (22/5/2022) malam, dilansir dari Reuters.

"Satu langkah maju dan kemenangan sudah di depan mata. Satu langkah mundur, dan upaya sebelumnya akan sia-sia," tambahnya, meminta penduduk yang bekerja di lima distrik lain untuk melakukan WFH mulai minggu ini.

Meski begitu, Beijing juga telah membatasi transportasi umum, meminta beberapa pusat perbelanjaan dan toko serta tempat lain untuk menutup dan menyegel gedung tempat kasus baru terdeteksi.

Bahkan di satu kompleks perumahan besar yang tidak berada di bawah perintah isolasi, rak telah disiapkan untuk pengiriman di pintu masuk.

Pada Senin, beijing melaporkan 99 kasus baru terdeteksi pada 22 Mei, naik dari 61 hari sebelumnya. Ini menjadi penghitungan harian terbesar sejauh ini selama wabah baru ini.

Di Shanghai kurang dari 600 kasus harian dilaporkan untuk 22 Mei, tanpa ada di luar area karantina, seperti yang telah terjadi selama sebagian besar minggu terakhir.

Analis di Gavekal Dragonomics memperkirakan pekan lalu bahwa kurang dari 5% kota di China melaporkan infeksi, turun dari seperempat pada akhir Maret.

Varian virus Omicron yang sangat mudah menular pertama kali ditemukan di kota Wuhan pada akhir 2019. China kembali mengalami gelombang corona beberapa bulan terakhir.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar