Terbongkar Tragedi di Laut Natuna Utara, RI Hampir Perang dengan China

Jum'at, 20/05/2022 21:00 WIB
Kapal Perang di Laut China Selatan. (CNBC)

Kapal Perang di Laut China Selatan. (CNBC)

Jakarta, law-justice.co - Permasalahan antara Indonesia dan China muncul seraya hadirnya klaim sepihak Beijing di Laut China Selatan atau dikenal juga Laut Natuna Utara.

China dengan lantang mengakui bahwa hampir seluruh Laut Natuna Utara merupakan milik Beijing.

Keinginan China untuk menguasai Laut Natuna Utara, rasanya tak cuma omongan belaka.

Berbagai tindakan diambil China dalam upaya untuk menegaskan bahwa Laut Natuna Utara menjadi miliknya.

Polemik antara Indonesia dan China ini muncul lantaran Beijing emmasukan sebagian ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara ke dalam teritorial Tiongkok.

Diklaimnya kedaulatan ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara menjadi akar permasalahannya.

Padahal sudah jelas, UNCLOS telah membahas mengenai pembagian kedaulatan laut suatu negara termasuk di Laut Natuna Utara.

Namun China secara gelap mata mengakui bahwa Laut Natuna Utara miliknya.

Banyak negara di ASEAN yang dirugikan adanya klaim sepihak China di Laut Natuna Utara.

Pengadilan internasional bahkan sudah memutuskan bila klaim sepihak China di Laut Natuna Utara tidak sah dan tak berdasarkan hukum.

Akan tetapi China tak menggubris dan merasa sebagai pemilik sah dari Laut Natuna Utara.

Oleh sebab itu Indonesia sekitar tahun 2017 silam merubah nama LCS menjad Laut Natuna Utara.

Ini sebagai penegasan bahwa Indonesia memang berhak dan memiliki kedaulatan di kawasan itu.

Laporan Reuters menuturkan bila China keberatan adanya perubahan nama LCS jadi Laut Natuna Utara.

“China keberatan dengan perubahan nama tersebut dan bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan yang ditandai dengan ‘sembilan garis putus-putus’ berbentuk U,

sebuah batas yang ditemukan tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen. di Den Haag pada tahun 2016.” imbuhnya.

Kemudian media China, 163.com juga merasa heran mengapa Indonesia merubah nama LCS jadi Laut Natuna Utara.

"Indonesia baru-baru ini mengganti nama zona ekonomi eksklusif yang terletak di bagian Laut Cina Selatan sebagai `Laut Natuna Utara`," tulis 163.com pada 12 September 2019.

Langkah berani Indonesia itu bahkan dianggap berbanding terbalik dengan negara-negara lain yang mulai tunduk pada China.

"Sikap Indonesia yang berkembang di kawasan itu—termasuk rencana untuk membangun persenjataannya di Kepulauan Natuna yang bertetangga dan mengerahkan kapal perang angkatan laut—datang ketika klaim teritorial luas negara-negara lain terhadap China di Laut China Selatan berubah menjadi lebih tunduk," tulis 163.com.

"Sumber asing mengatakan bahwa China telah meminta Indonesia untuk membatalkan nama tersebut.

Namun, pemerintah Indonesia mengatakan bahwa ini adalah wilayah Indonesia dan Indonesia berhak melakukannya," tulis 163.com.

"Terkait penamaan Laut Natuna Utara, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa Indonesia berhak mengambil keputusan ini.

Laut Natuna Utara terletak di dalam wilayah Indonesia, bukan terletak di Laut Cina Selatan,

Indonesia berhak mengganti nama perairan ini, Laut Natuna Utara menjadi bahasa Indonesia.

Sebagai tanggapan, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menanggapi pada 14 Juli: Saya tidak memiliki situasi spesifik yang Anda sebutkan.

Tapi yang ingin saya tekankan adalah, sejak lama, Laut China Selatan, termasuk nama tempat standar bahasa Inggrisnya Laut China Selatan, telah digunakan sebagai nama entitas geografis internasional, cakupan geografisnya jelas,

dan sudah lama digunakan, diakui dan diterima secara luas oleh masyarakat internasional, termasuk PBB.

Perubahan nama yang disebut tidak ada artinya dan tidak kondusif bagi upaya standarisasi nama geografis internasional.

Diharapkan negara-negara terkait akan bertemu dengan China di tengah jalan dan bersama-sama mempertahankan situasi baik yang diperoleh dengan susah payah dalam situasi Laut China Selatan saat ini," tulis 163.com dalam artikelnya.

Media ternama Timur Tengah Al Jazeera ikut menyoroti kondisi di Laut Natuna Utara.

Laporan Al Jazeera pada Mei tahun ini menyinggung soal permasalahan di Laut Natuna Utara.

“Peristiwa itu mengacu pada sengketa internasional atas salah satu wilayah yang paling disengketakan di dunia,

karena Indonesia dan Cina mengklaim menguasai wilayah di Laut Cina Selatan yang terletak di perbatasan pulau-pulau `Natuna` Indonesia, karena Cina menganggap bahwa sekitar 90% dari laut Yang memiliki luas 3,5 juta kilometer persegi lautnya sendiri,

mengutip catatan penggunaan sejarah untuk mendukung klaimnya,

sementara Indonesia yang terletak di pinggiran selatan Laut Cina Selatan menganggap bahwa daerah dengan perkiraan 1,9 triliun kaki kubik cadangan gas alam adalah zona ekonomi eksklusifnya di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Pada akhir 2019, dunia hampir menyaksikan konflik militer antara Indonesia dan China sebagai akibat dari praktik terakhir di kawasan ekonomi Pasifik, yang oleh Indonesia disebut `Laut Natuna Utara` sementara Beijing menganggapnya sebagai daerah penangkapan ikan tradisional China.

Pada saat yang tepat, pasukan penjaga pantai China mulai merambah ke wilayah tersebut,

dan Jakarta tidak menemukan cara selain mengirim kapal perang dan pesawat tempur F-16,

dan juga mengundang kapal penangkap ikan Indonesia untuk pindah ke daerah itu, tetapi ketegangan mereda dengan cepat setelah Cina mundur dari daerah itu,” tulis sumber.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar