Arief Gunawan, Wartawan Senior
Calon Presiden Boneka Beijing: Dari Media Darling Ke Media Disgusting
Ilustrasi Pilpres di Indonesia (nusantaranews)
Jakarta, law-justice.co - PDIP & Golkar sekarang lagi dalam decaying process (proses pembusukan). Masing-masing kadernya, Ganjar Pranowo & Airlangga Hartarto lagi memantik kerusuhan internal, karena nyelonong jadi capres tanpa restu dan hasil munas partai.
Manuver Airlangga untuk jadi capres di 2024 dianggap meresahkan para penghuni Beringin. Bukan hanya karena hasil surveinya di kisaran nol persen, ia juga dianggap bukan manajer partai yang baik, karena banyak mengabaikan aspirasi kader Golkar di daerah, dan selama ini lebih banyak “bersolo karir” di kalangan elit kekuasaan dengan bendera Golkar demi kepentingan pribadi dan bisnis.jadi presiden ?Pertama, karena anggapan bahwa kekuatan uang lebih berkuasa. Partai-partai politik berada di bawah kekuasaan uang.Kedua, para taipan ingin mengulang success story menaikkan presiden boneka pro Beijing, seperti yang mereka lakukan di Pilpres 2014, yang dengan mudah, karena kekuatan uang, para taipan ini membentuk United Oligarchy bersama partai politik, parlemen, dan Pengpeng (penguasa merangkap pengusaha) yang pada dasarnya memang greedy dan tidak bekerja untuk rakyat.Ketiga, capres boneka sangat mudah untuk dikendalikan saat menjadi presiden.Belum pernah terjadi dalam sejarah Republik oligarki berkuasa dengan kenikmatan seperti sekarang. Di zaman Soeharto mereka hanya membidik proyek, di masa Presiden Gus Dur ruang gerak mereka sangat sempit, karena antara lain pengendali kebijakan perekonomian nasional saat itu dipegang oleh Rizal Ramli yang dengan integritasnya fokus membela kepentingan mayoritas rakyat.Saat ini oligarki tidak lagi membidik proyek, tetapi ikut membuat, mengatur, dan menentukan kebijakan-kebijakan yang menghasilkan keuntungan berlipat ganda bagi mereka. Salah satu contohnya adalah Undang-undang Omnibus Law dan sektor lainnya yang secara mudah mereka atur dan tentukan.Inilah pula yang menjelaskan mengapa performance Ganjar sebagai capres sangat agresif karena memang telah mendapatkan dukungan dari para taipan yang terbukti mendapatkan kenikmatan yang sangat besar dari hasil menciptakan dan mengendalikan capres dan presiden boneka.Hanya saja terdapat sedikit perbedaan meski sama-sama didukung oleh oligarki saat Jokowi naik di Pilpres 2014 beberapa elit PDIP masih ada yang mendorong Jokowi dari dalam. Segelintir elit banteng waktu itu meyakinkan mendiang Taufik Kiemas dan Mega bahwa Jokowi layak dijadikan capres oleh PDIP, dengan alasan hasil survei yang memuaskan.Saat ini boleh dibilang tidak ada elit PDIP yang bekerja menjadi promotor untuk Ganjar, atau bekerja dari dalam untuk meyakinkan Megawati. Ganjar sendiri selain minim prestasi juga lekat dengan julukan Capres E-KTP, karena pernah berkali-kali diperiksa oleh KPK.Bekas Ketua DPR dan mantan Ketum Golkar , Setya Novanto misalnya menyebutnya menerima US$ 500 ribu dari proyek E-KTP saat Ganjar masih anggota DPR.Jika success story oligarki di Pilpres 2014 kembali terulang maka bencana demokrasi di Republik ini akan semakin parah, karena berbarengan dengan itu perekonomian akan semakin hancur, dan kekayaan alam negeri ini akan benar-benar ludes dihisap oligarki melalui tangan presiden boneka pro Beijing jilid kedua pasca Jokowi.Rakyat saat ini membutuhkan pemimpin yang merupakan anti-tesis dari capres dan presiden boneka seperti saat ini. Ialah pemimpin yang otentik, berciri problem solver, memiliki integritas, dan track record yang kuat memihak kepada kepentingan mayoritas rakyat.Bukan gadungan-gadungan yang penuh kepalsuan hasil dari polesan pollsterRp, analisRp, dan sindikat media bayaran, yang karena perseption game menjadikan pemimpin boneka sebagai media darling, namun akhirnya menjadi media disgusting yang menjijikkan seperti yang nampak sekarang.
Share:
Tags:
Komentar