Dugaan Korupsi di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila

Karut Marut Tata Kelola BPIP yang Diduga Rugikan Uang Negara

Sabtu, 23/04/2022 11:34 WIB
Kantor Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) / Dok.Law-Justice.co/Rio Rizalino

Kantor Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) / Dok.Law-Justice.co/Rio Rizalino

Jakarta, law-justice.co - Dugaan korupsi di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyeruak, seiring keluarnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2019-2020 terhadap lembaga tersebut.

Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut sedikitnya delapan hasil pemeriksaan atas pengelolaan belanja yang bermasalah pada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tahun anggaran 2019 dan 2020 hingga triwulan III.

Dikutip dari laporan BPK, di Jakarta, Minggu, 15 Agustus 2021, delapan temuan itu yakni:

1. Perencanaan pengadaan pada 152 paket pengadaan sebesar Rp86 miliar belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.

2. Realisasi belanja barang persediaan sebesar Rp1,8 miliar tahun 2020 tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.

3. Metode pengadaan dan dasar pembayaran kegiatan jasa assessment CPNS formasi tahun 2019 tidak sesuai ketentuan.


Kantor Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) / Dok.Law-Justice.co/Rio Rizalino

4. Kegiatan pengadaan jasa dalam rangka Peringatan Hari Ibu Tahun 2019 tidak sesuai
ketentuan.

5. Kelebihan pembayaran atas realisasi belanja sebesar Rp19 juta pada tahun anggaran 2020.

6. Realisasi belanja perjalanan dinas paket meeting sebesar Rp520 juta, dan realisasi belanja uang makan pada kegiatan perjalanan dinas sebesar Rp3.268.050 tidak sesuai ketentuan.

7. Perencanaan dan pelaksanaan pengadaan barang alat pengolah data pusdatin tahun anggaran 2020 belum sesuai ketentuan.

8. Terakhir, realisasi belanja sebesar Rp927 juta tidak didukung bukti pertanggungjawaban sesuai ketentuan dan sisa belanja belum disetor ke kas negara.

Hasil audit BPK tersebut sampai ke tangan Kejaksaan Tinggi DKI jakarta. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam mengatakan, hingga kini Kejati DKI tengah menelaah hasil audit BPK tersebut, untuk mengetahui apakah ada dugaan praktik korupsi di dalamnya.

Jika ternyata ada, Ashari memastikan, Kejadi DKI jakarta bisa langsung menyelidikinya.

"Bisa saja Kejati melakukan penyelidikan tanpa dilaporkan secara resmi," ujar Ashari kepada law-justice.co.

"Bermain" Petak Umpet dengan BPIP
Terkait adanya masalah dalam pengelolaan belanja dan pengadaan di BPIP, berdasarkan hasil audit BPK RI, kami menghubungi dua pihak di BPIP, yakni Kepala BPIP Yudian Wahyudi dan Sekretaris Utama BPIP, Karjono.

Karjono menyerahkan kepada Yudian Wahyudi, namun yang bersangkutan enggan berkomentar lebih lanjut. Sementara Karjono mendadak tidak bisa dihubungi hingga laporan ini ditulis.

Kepada law-justice.co, Yudian hanya menyatakan, BPIP telah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK tersebut.

Ia juga menyebut masalah pengelolaan belanja BPIP yang disebut dalam hasil audit BPK tersebut sudah selesai sehingga tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan.

Terlebih, menurut Yudian, BPK telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan anggaran di BPIP.

"WTP adalah opini audit tertinggi dari BPK terkait pengelolaan anggaran di kementerian atau lembaga negara. Opini ini diterbitkan jika laporan keuangan dianggap telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik dan bebas dari salah saji material," urai Yudian dalam pesan WhatsApp-nya kepada law-justice.co.

Jawaban Yudian tersebut masih menyimpan sejumlah tanda tanya. Bagaimana tindaklanjut yang dimaksud dan apakah ada pembenahan dan pemberian sanksi di internal BPIP.

Kami mencoba mempertanyakan kembali hal tersebut kepada Yudian, namun hingga laporan ini ditulis, ponselnya tidak bisa dihubungi, baik melalui pesan dan telepon WhatsApp, maupun melalui telepon biasa. Kami menduga nomor telepon kami telah diblokir.

Selain itu, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap BPIP ada sejumlah rekomendasi yang BPK yang harus dilaksanakan oleh BPIP, meski opini yang diberikan adalah Wajar Tanpa Pengecualian.

Dikutip dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap BPIP dengan Nomor 82A/LHP/XVI/05/2021 tanggal 24 Mei 2021, rekomendasi yang diberikan BPK kepada BPIP adalah sebagai berikut:


Audit pengadaan barang di lembaga BPIP (Dok.BPK)

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Kepala BPIP antara lain agar menginstruksikan Sekretaris Utama BPIP untuk memerintahkan:

1. PPK masing-masing unit kerja supaya menyetorkan sisa kelebihan pembayaran honorarium tim
Pelaksana Kegiatan sebesar Rp127.371.250 (Rp146.138.750 - Rp18.767.500) ke Kas Negara.

2. PPK supaya mempertanggungjawabkan realisasi biaya transpor sebesar Rp140.350.000 sesuai
ketentuan atau menyetorkan kembali ke Kas Negara jika tidak dapat melengkapi
pertanggungjawaban dengan bukti-bukti pengeluaran riil.

3. Kepala Subbagian Layanan Kerumahtanggan serta Kepala Subbagian Persuratan Kearsipan, dan Tata Usaha Biro untuk lebih cermat dalam mengelola persediaan.

Dalam rekomendasi tersebut, secara spesifik BPK RI menyebut Sekretaris Utama BPIP, Karjono, sebagai pihak di BPIP yang harus menjalankan rekomendasi tersebut.

Kami lalu menghubungi yang bersangkutan, berharap dirinya bisa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai rekomendasi BPK RI tersebut. Sekaligus menjawab sejumlah pertanyaan yang tak terjawab oleh Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, sebelumnya.

Namun nomornya masih tida bisa dihubungi, baik itu melalui WhatsApp ataupun komunikasi dengan telepon biasa.

Kami lalu mencoba menghubungi melalui pesan WhatsApp dengan nomor yang berbeda dan sempat dibalas oleh Karjono.

Melalui pesan WhatsApp tersebut, Karjono menyatakan semua rekomendasi tersebut telah dilaksanakan.

"Semua sudah ditindak lanjuti dan sudah selesai. Terima kasih," ujar Karjono singkat.

Selain mengenai rekomendasi, kami juga menanyakan soal tata kelola keuangan di internal BPIP. Jika BPK RI menemukan adanya permasalahan dalam pengelolaan keuangan di BIPI yang tidak sesuai ketentuan, maka siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah ada sanksi yang dijatuhkan?

Sejumlah pertanyaan terkait yang kami ajukan tidak dijawab Karjono. Bahkan setelah itu, hingga laporan ini ditulis, nomor telepon Karjono tidak bisa dihubungi, pun juga melalui aplikasi pesan WhatsApp. Lagi-lagi, nomor kami diduga telah diblokir.

Tak puas dengan respon Ketua dan Sekretaris Utama BPIP, kami lantas mendatangi kantor lembaga tersebut, di Jalan Veteran III, Jakarta Pusat.

Di sana kami tak berhasil menemui Kepala BPIP, Yudian Wahyudi maupun Sekretaris Utamanya, Karjono.

Salah satu ajudan Karjono yang bernama Reza mengatakan, Kepala BPIP dan Sekretaris Utamanya sedang tidak ada ditempat pada saat itu.

Kami lantas meminta yang bersangkutan untuk memfasilitasi wawancara by phone, hanya untuk sekadar mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi.


Logo BPIP. (Facebook Pancasila).

Ajudan tersebut kemudian menyatakan bersedia memfasilitasi sebuah wawancara dengan Karjono dan kami diminta untuk menunggu kabar.

Namun setelah itu Reza tidak bisa dihubungi. Ketika kami mencoba mengonfirmasi mengenai rencana wawancara tersebut, pesan kami tak dibalas dan hanya menunjukkan "centang satu" di aplikasi pesan WhatsApp.

Sama seperti karjono, kami mencoba menghubungi dengan nomor yang berbeda, dan hingga laporan ini ditulis tetap tidak ada jawaban dari Reza.

Dugaan praktik korupsi di BPIP
Hingga kini, korupsi di BPIP masih sebatas dugaan. Namun sumber law-justice-co di BPIP menyatakan, praktik korupsi tersebut benar terjadi. Ia mengatakan, salah satu yang ia saksikan adalah dalam proses pengadaan di BPIP pada 2019-2020 lalu.

Sumber tersebut mengatakan, proses pengadaan tersebut dilakukan dengan cara tender. Namun siapa yang memenangkan tender tersebut telah diatur dan ditentukan sejak awal.

Menurut dia, hal tersebut terjadi karena ada kongkalikong antara BPIP dengan perusahaan yang akan memenangkan tender tersebut.

"Kalau boleh saya bilang perusahaan (pemenang tender) itu kenal dengan pejabat (internal BPIP) yang dimaksud tersebut, kalau memang itu bagian dari kolaborasi mereka," ungkapnya.

Menurut sumber tersebut, praktik ini sudah beberapa kali terjadi di internal BPIP dan diketahui oleh pimpinan lembaga. Namun mereka hanya pura-pura tida mengetahui hal tersebut, sembari "menutup mata".

"Kalau dari sisi aturan seolah-olah tidak ada yang dilanggar tapi dari sisi moral dan etika, itu salah," tambahnya.

Selain permainan dalam proses pengadaan, sumber tersebut menyatakan, ada juga praktik kolusi dan mengarah pada nepotisme di tubuh BPIP.

Salah satunya adalah proses rekrutmen pegawai yang tidak transparan. Menurut dia, ada sejumlah orang di BPIP yang berhasil diterima bekerja di lembaga tersebut, namun tida melewati prosedur rekrutmen yang sebagaimana mestinya.

Tak ada proses tes, wawancara dan sebagainya. Namun ketika pelantikan, nama orang tersebut ada dalam daftar.


Audit BPK Soal modus pecah kontrak yang diduga melanggar perundangan (Dok.BPK)

Tak tanggung-tanggung, pegawai yang masuk ke BPIP melalui proses yang tidak wajar ini hingga menempati posisi eselon tiga di lembaga tersebut.

"Posisinya ada yang sebagai eselon 3, ada beberapa yang tidak melalui prosedur seleksi tapi berkasnya ada, tidak melalui tes tapi di pelantikan namanya ada," tutur sumber tersebut.

Sumber tersebut menambahkan, praktik tersebut bisa terjadi karena diduga diprakarsai oleh salah satu pejabat yang berpengaruh di tubuh BPIP.

Menurut dia, pejabat tersebut memiliki wewenang yang luas di lembaga itu, meliputi kewenangan dalam mengelola anggaran, sumber daya manusia, hingga aset bergerak dan tida bergerak milik BPIP.

Lebih lanjut, sumber tersebut mengatakan, saking berpengaruhnya pejabat tersebut, ia sering mengabaikan birokrasi terstruktur di internal BPIP.

"Contohnya dalam hal memberi perintah, dia bisa dilakukan secara langsung kepada pegawai yang bersangkutan tanpa melalui pimpinannya," katanya.

Dan hingga kini, pejabat tersebut masih terus menjabat di BPIP, meski sudah memasuki usia pensiun.

Pengadaan yang Rawan Korupsi

Berkaca pada hasil audit BPK RI terhadap BPIP, LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyatakan dengan jelas ada persoalam di dalam proses pengadaan barang dan jasa di lembaga tersebut.

Manajer Riset Seknas FITRA, Badiul Hadi menduga, persoalan tersebut lahir dari faktor perencanaan yang kurang maksimal di Internal BPIP.

"Sehingga proses pengadaan barang dan jasa tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah," ujar Badiul.

Namun, terlepas dari kurangnya perencanaan, menurut Badiul proses pengadaan barang dan jasa di suatu lembaga atau perusahaan memang rawan dengan praktik korupsi.

Berdasarkan hasil analisanya, tindak pidana korupsi pada proses pengadaan barang dan jasa sulit untuk dicegah, meski sistem belanjanya telah diubah menjadi belanja elektronik.

Menurut Badiul, meski menggunakan sistem e-procurement, celah untuk korupsi masih ada, misanya permintaan fee dari para pihak yang dilakukan di luar proses e-procurement tersebut.

"Hal ini menjadi sulit dikendalikan karena berkaitan dengan mentalitas individunya," papar Badiul.

Pemborosan Anggaran Lembaga
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bila seharusnya Presiden Jokowi segera membubarkan lembaga tersebut.

Menurutnya, hasil kerja dari BPIP sangat sulit untuk diukur dan tujuan dari BPIP itu juga tidak begitu jelas.

"Saya melihat enggak jelas tujuan lembaga ini. Dan tidak bisa diukur hasil kerjanya seperti apa. Key performance index-nya tidak jelas," kata Refly kepada Law-Justice.

Refly menyatakan bila selama ini BPIP dalam melakukan pembinaan ideologi pancasila tidak begitu terasa.

BPIP ujar Refly sangat sulit untuk diukur keberhasilannya seperti apa dan setelah ada BPIP apakah menjamin masyarakat menjadi lebih pancasialis.

"Sekarang kita bingung untuk menentukan keberhasilan. Enggak bisa diukur. Apakah setelah punya BPIP masyarakat kita lebih pancasilais? Kan bingung juga mengukurnya," kata dia.

Refly menyatakan bila memang ingin lebih menanamkan nilai Pancasila di masyarakat, harusnya Presiden cukup membentuk lembaga ad hoc beranggotakan sejumlah ahli.

Menurut dia, tak perlu bila pemerintah sampai mendirikan sebuah badan baru karena menghabiskan anggaran.

"Jadi lembaga seperti itu hanya habiskan anggaran menurut saya dan cenderung politis," ungkapnya.

Terkait dengan temuan BPK, Refly mendorong untuk segera ditindaklanjuti rekomendasi tersebut.

Hal tersebut diperlukan karena sampai saat ini BPIP terus akan menjadi sorotan publik.

"Ya kita akan liat perkembangannya seperti apa," imbuhnya.

Selain itu, Refly juga menceritakan bila ia trauma dengan yang namanya BP7 (Badan Pembina Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

Lembaga tersebut ada pada periode orde baru dan menurutnya hanya menjadi alat legitimasi dari pemerintahan presiden Soeharto atau pemerintahan orde baru

"Dalam konteks atau dalam kondisi yang seperti ini tapi kalau saya ditanya soal sikap saya terhadap BPIP sampai saat ini tetap sama bahkan ketika BPIP mau di dirikan pada tahun 2016 saya sudah berkomentar nggak perlu badan semacam ini," tegasnya.

Selain itu, Refly menyatakan bila selama ini BPIP hanya menjadi alat legitimasi
bukan untuk merangkul karena kerap kali membuat kontroversi.

"BPIP termasuk bagian dari narasi rezim ini dengan terus-menerus melipatgandakan isu mengenai intoleransi, radikalisme, khilafah, ekstrimisme dan lain sebagainya. itu saja yang mereka gulirkan setiap saat," tukasnya.

Sementara itu, Anggota DPR RI Fadli Zon menyatakan bahwa sikapnya sejak awal tetap sama dan ia mendorong bila BPIP dibubarkan.

Menurutnya, BPIP merupakan lembaga negara yang tidak penting dan hanya buang anggaran dan cenderung tumpang tindih.

"Apalagi yang mau dibina, BPIP itu menurut saya lembaga tidak penting, seharusnya dibubarkan saja. BPIP hanya redundant, buang-buang uang, buang-buang resources, dan tumpang tindih," kata Fadli kepada Law-Justice.

Politisi Partai Gerindra itu menyatakan dukungan atas usulan pembubaran BPIP sejak awal karena dinilai kerap kali membuat kontroversi.

Ia juga mengakui bila ia telah mengusulkan pembubaran lembaga tersebut sejak Tahun 2020.


BPIP gunakan TikTok dan Instagram untuk ajarkan nilai Pancasila kepada kaum milenial (M Rizal Fadillah)

"Waktu itu mas, pernyataan saya pada 1 Juli 2020, @BPIPRI dibubarkan saja. Buang-buang uang, dibubarkan saja dan sampai saat ini masih sama," ungkapnya.

Selain itu, ia menyebut bila lembaga tersebut juga kerap kali membuat masalah dan memecah belah bangsa.

Dia juga mencontohkan lomba yang diadakan BPIP pada beberapa waktu lalu yang memunculkan konflik dan membuat gaduh.

"Ternyata jadi biang masalah, bukan mempersatukan bangsa tapi justru memecah belah," tegasnya.

Ada Anggaran Terblokir
Sementara itu Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang sempat mempertanyakan kepada BPIP terkait dengan adanya anggaran yang "terblokir" di BPIP.

Hal tersebut pun menjadi pertanyaan banyak pihak dan Junimart menyatakan bila BPIP harus menjelaskan ini kepada publik.

Selain itu, Junimart menyatakan penjelasan dari BPIP sangat penting karena anggaran terblokir dan diblokir itu berbeda.

"Saya waktu itu pertanyakan, dalam laporan BPIP ada anggaran yang terblokir. Maksudnya apa," kata Junimart kepada Law-Justice.

Politisi PDIP itu menjelaskan perbedaan keduanya, kalau anggaran terblokir ada unsur ketidaksengajaan dan dapat dibuka kembali, sehingga anggaran itu bisa dipergunakan.

Dirinya mengaskan jika pertanyaan ini disampaikan dirinya dalam rangka mendorong capaian kinerja BPIP.

Junimart menegaskan bila Presiden ke-5 RI, Megawati Sukarnoputri sangat mengawasi kinerja dari BPIP.

Menurut dia, BPIP harus dapat bekerja maksimal sesuai dengan dasar pembentukannya.

Meski begitu iapun menyatakan dukunganya kepada lembaga BPIP tersebut dan sebagai mitra Komisi II ia akan terus melakukan pengawasan kepada seluruh mitra kerja termasuk BPIP.

"Kita harus mengapresiasi kinerja BPIP dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila di negara kita," ucapnya.

Junimart menjelaskan pada Rapat Kerja bersama BPIP, lembaga tersebut mendapatkan alokasi pagu anggaran tahun 2021 sebesar Rp208,8 miliar.

Mengalami empat kali refocusing anggaran dan tersisa Rp159,7 miliar. Realisasi anggaran hingga 31 Desember 2021 sebesar 97,48 persen atau sebesar Rp148,4 miliar.

"Itu pemaparan mereka saat rapat kemarin," ucapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan bila ekspetasi kepada lembaga BPIP sangat tinggi.

Terlebih, lembaga yang baru terbentuk di masa pemerintahan Presiden Jokowi ini dinilai memiliki peranan penting.

Ia menyebut bila dirinya di Komisi II terus melakukan pengawasan kepada setiap mitra kerja Komisi termasuk BPIP.

“Tentu saja harapan pada BPIP tinggi," kata Mardani kepada Law-Justice.


Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera. (Foto: Dok. PKS).

Terkait sempatnya ada polemik di lembaga tersebut, Ketua DPP PKS tersebut menyatakan bila BPIP memang kerap kali mendapat sorotan.

Meski begitu, Ia menyerahkan setiap keputusan kepada lembaga tersebut kepada Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi.

“Monggo Bu Mega sebagai Pembina BPIP dan Pak Jokowi sebagai Presiden memutuskan yang terbaik untuk lembaga tersebut,” sebutnya.

Mardani berpesan bila setiap lembaga negara tentu harus memiliki tugas pokok yang jelas supaya tidak tumpang tindih.

Pasalnya, dengan anggaran yang cukup besar tentu diharapkan bila setiap lembaga pemerintahan bisa menghasilkan kinerja yang maksimal.

“Tentunya setiap lembaga harus jelas tupoksinya, jadi tidak ada tumpang tindih, kan pakai anggaran negara juga ini lembaga,” paparnya.

Mardani menyatakan jangan sampai anggaran besar untuk lembaga negara termasuk BPIP tidak menghasilkan output yang maksimal.

Iapun menyatakan dengan anggaran yang besar belum tentu setiap lembaga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal.

Untuk itu, ia menyatakan bila BPIP memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

"Saya tidak terlalu percaya kalau besaran anggaran sejalan dengan kinerja, harus dilihat dari outputnya," pungkasnya.

BPIP Dihujani Kritik
Aktivis Senior, Dedi Ekadibrata menyebut bahwa pejabat di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi bagian agen pemecah belah bangsa Indonesia.

“Kalian di BPIP malahan menjadi bagian dari agen pemecah belah,” kata aktivis senior, Dedi Ekadibrata di akun Twitter-nya @ekadibrata, Rabu 19 April 2022.

Dedi mengatakan seperti itu menanggapi berita dari democrazy.id berjudul “BPIP: Rakyat Kini Mudah Terbelah, Semua Asalnya Dari Medsos dan Grup WA!”

Kata Dedi, para pejabat BPIP sangat memalukan mendapat gaji dari rakyat tetapi memecah belah bangsa.

“Sungguh memalukan..makan gaji dari keringat rakyat,” papar tahanan politik era Seoharto saat membela petani Cijayanti, Bogor.

Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah menilai BPIP telah kehilangan arah yang akut dan cenderung mengidap ‘skizofrenia’, sejenis gangguan jiwa dalam proses berpikir terbelah yang halusinatif dan paranoia, dalam merespon isu-isu besar nasional.

Sehingga kata dia, tidak tahu dan tak mengerti apa yang harus dilakukan.

Toto menilai perlu dilakukan evaluasi total terhadap keberadaan lembaga negara yang diberi tugas khusus dalam pembinaan Ideologi Pancasila ini.

Apalagi, menyangkut anggaran yang tidak kecil buat menghidupi lembaga tersebut.

Idealnya, lanjut Toto, ditengah negara dan bangsa yang sedang mengalami rentetan masalah besar saat ini, termasuk wabah covid-19, BPIP harusnya tampil dengan program besar, bukan ide kerdil dan dangkal.

Kontribusi Laporan : Rio Rizalino dan Ghivary Apriman

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar