Rusia Lakukan Kejahatan Tanpa Batas saat Serang Stasiun Kereta

Jum'at, 08/04/2022 19:51 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (BBC)

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (BBC)

Jakarta, law-justice.co - Aksi tentara Rusia menyerang stasiun kereta api yang penuh dengan pengungsi dinilai sebagai kejahatan tanpa batas. Hal itu disampaikan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ketika serangan roket menghantam wilayah Ukraina bagian timur tersebut. Pasalnya, puluhan orang dilaporkan tewas dan luka-luka.

"Mereka secara sinis menghancurkan populasi sipil. Ini adalah kejahatan yang tidak memiliki batas," tegas Zelensky dalam pernyataan via media sosial setelah laporan soal serangan roket terhadap stasiun kereta api Ukraina itu mencuat, seperti dilansir AFP, Jumat (8/4/2022).

"Dan jika tidak dihukum, ini tidak akan pernah berhenti," cetusnya.

Perusahaan kereta api negara, Otoritas Kereta Api Ukraina, dalam pernyataannya seperti dikutip AFP dan media Turki, The Daily Sabah, menyebut lebih dari 30 orang tewas dan 100 orang lainnya mengalami luka-luka dalam serangan roket di stasiun Kramatorsk pada Jumat (8/4) waktu setempat.

Stasiun itu digunakan untuk menampung warga sipil yang mengungsi dari area-area Ukraina yang digempur pasukan Rusia. Stasiun itu juga menjadi titik keberangkatan untuk para pengungsi yang hendak pergi ke area-area lainnya di Ukraina yang lebih aman.

Gubernur Donetsk di Ukraina bagian timur menyebut ada ribuan pengungsi di stasiun Kramatorsk saat serangan roket terjadi.

Laporan kantor berita Ukraina, Ukrinform, menyebut ada dua roket Rusia yang menghantam stasiun Kramatorsk. Ukrinform mendasarkan laporannya dari informasi yang dibagikan layanan pers otoritas perkeretaapian Ukraina atau yang disebut Ukrzaliznytsia via Telegram.

"Dua roket mengenai stasiun kereta api Kramatorsk. Ada korban jiwa. Kami mengklarifikasi rinciannya," demikian bunyi laporan Ukrzaliznytsia itu.

Belum ada tanggapan resmi dari otoritas maupun militer Rusia soal laporan serangan roket itu maupun soal jumlah korban jiwa. Rusia sebelumnya diketahui selalu membantah telah menargetkan warga sipil dalam operasi militernya di Ukraina sejak 24 Februari lalu.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar