Ini Vaksin Booster Terampuh Hajar Omicron Bagi Pengguna Sinovac

Rabu, 23/02/2022 21:16 WIB
Vaksin booster terampuh untuk pengguna vaksin sinovac (Robinsar Nainggolan)

Vaksin booster terampuh untuk pengguna vaksin sinovac (Robinsar Nainggolan)

Jakarta, law-justice.co - Bagi pengguna vaksin Sinovac untuk vaksin pertama dan kedua memiliki beberapa pilihan saat disuntikkan vaksin booster untuk melawan serangan varian Omicron.

Dalam sebuah studi yang dilakukan peneliti dari Brazil dan Universitas Oxford menyebutkan beberapa jenis vaksin untuk booster terbaik bagi penerima vaksin primer Sinovac. Yakni vaksin AstraZeneca, Pfizer-BioNTech atau Johnson & Johnson.

Studi itu menemukan Sinovac mendapatkan penguat lebih baik dari vaksin dengan platform vektor vaksin yakni AstraZeneca dan Johnson & Johnson atau mRNA (Pfizer). Dengan kombinasi tersebut diyakini vaksin bisa melawan varian Delta serta omicron, yang sedang menyebar saat ini.

"Studi ini memberikan pilihan penting bagi pembuat kebijakan di banyak negara di mana vaksin menggunakan virus tidak aktif (Sinovac dan Sinopharm) telah digunakan," kata pemimpin studi, Andrew Pollard yang juga direktur Oxford Vaccine Group seperti dikutip dari Reuters, Rabu (23/2/2022).

Sementara itu dalam penelitian lain, booster vaksin Pfizer-BioNTech yang diberikan pada mereka penerima dua dosis Sinovac ternyata menunjukkan respon imun lebih rendah pada omicron dibandingkan strain lain.

Vektor virus yang dikembangkan AstraZeneca-Oxford serta Johnson & Johnson menggunakan versi virus yang lebih lemah untuk mengirimkan instruksi genetik. Ini bertujuan untuk membuat protein dari virus yang mencari perlindungan.

Sedangkan vaksin mRNA mengirimkan transkrip genetik dengan instruksi untuk membuat protein virus. Dengan begitu mengajarkan tubuh untuk bertahan melawan infeksi virus.

Lalu bagaimana jika dosis ketiga diberikan dengan Sinovac juga? Dalam sebuah studi dari Brazil mengungkapkan kombinasi itu dapat meningkatkan antibodi. Namun akan lebih baik hasilnya jika jenis vaksin berbeda yang digunakan.

Penelitian tersebut melibatkan 1.240 sukarelawan dari kota Sao Paulo dan Salvador di Brazil.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar