DKI Jakarta Dianggap Belum Pantas Naik ke PPKM Level 2, Ada Apa?

Senin, 18/10/2021 18:25 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Tempo)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Tempo)

Jakarta, law-justice.co - Hari ini dua minggu yang lalu, pemerintah mengumumkan perkembangan pelaksanaan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Seiring dengan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang semakin reda, apakah akan semakin banyak daerah yang dihadiahi pelonggaran PPKM?


Di Jawa-Bali, terdapat 20 kabupaten/kota yang bertahan di PPKM Level 2. Kemudian untuk Level 3 bertambah menjadi 107 kabupaten/kota, dan ada satu yang sudah berstatus PPKM Level 1 yaitu Kota Blitar (Jawa Timur). Sudah tidak ada lagi daerah yang berstatus PPKM Level 4 di Jawa-Bali.

Selepas PPKM Darurat selesai pada 20 Juli 2021, pemerintahan Presiden Joko Widodo memberlakukan PPKM berjenjang dengan level. Semakin tinggi angkanya artinya semakin ketat.

Tiadanya daerah berstatus PPKM Level 4 menandakan pandemi virus corona di Jawa-Bali semakin terkendali. Jawa-Bali adalah kunci, wajah pandemi di Indonesia.

Per 17 Oktober 2021, total pasien positif corona di Indonesia adalah 4.234.758 orang. Dari jumlah tersebut, 67,23% berada di tujuh provinsi Jawa-Bali. Tanpa bermaksud mengecilkan daerah-daerah lain, tetapi saat pandemi di Jawa-Bali terkendali maka `wajah` Indonesia tidak terlalu tercoreng. Sudah lumayan bersih.

Menarik untuk mengulas lebih spesifik lagi, yaitu di DKI Jakarta. Provinsi yang dipimpin oleh Gubernur Anies Rasyid Baswedan ini masih menjadi daerah dengan jumlah pasien positif tertinggi di Indonesia, bukan hanya Jawa-Bali.


Saat ini Jakarta masih menyandang status PPKM Level 3. Jadi walau sudah ada `keran` aktivitas masyarakat yang sudah dibuka, tetapi belum bisa sebebas yang Level 2, apalagi Level 1.

Berikut adalah sejumlah kegiatan yang sudah bisa dilakukan di wilayah PPKM Level 3:

  1. Kegiatan belajar-mengajar terbatas di sekolah dengan maksimal peserta didik 50%
  2. Pekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal bisa bekerja dari kantor sebanyak 25% degan syarat sudah menerima vaksinasi.
  3. Supermarket dan hypermarket boleh beroperasi dengan penggunakan aplikasi Peduli Lindungi.
  4. Apotek dan toko obat buka 24 jam.
  5. Pasar tradisional dibuka dengan kapasitas maksimal 50% hingga pukul 17:00.
  6. Pedagang kaki lima, toko kelontong, agen/outlet voucher, pangkas rambut, binatu, pedagang asongan, bengkel kecil, tempat cuci kendaraan, dan lain-lain
  7. diizinkan beroperasi hingga pukul 21:00 dengan menerapkan protokol kesehatan.
  8. Warung makan, warteg, pedagang kaki lima, lapak jajanan, dan sejenisnya dibuka hingga pukul 21:00 dengan menerapkan protokol kesehatan.
  9. Restoran, kafe, dan sejenisnya yang berada di dalam gedung dan area terbuka diizinkan buka hingga pukul 21:00 dengan kapasitas maksimal 50%, waktu
  10. makan 60 menit, serta wajib menggunakan aplikasi Peduli Lindungi.
  11. Bioskop boleh beroperasi dengan kapasitas maksimal 50%, pengunjung di bawah 12 tahun belum boleh masuk.
  12. Tempat ibadah dapat melaksanakan ibadan berjamaah dengan kapasitas maksimal 50%.


Nah, sekarang bagaimana perkembangan pandemi virus corona di Jakarta? Apakah sudah ada perbaikan sehingga pantas `naik kelas` jadi PPKM Level 2?

Dalam dua pekan terakhir hingga 17 Oktober 2021, rata-rata penambahan pasien positif corona di Ibu Kota adalah 139 orang per hari. Turun dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 145 orang saban harinya.

Berikutnya adalah fakta bahwa pengidap penyakit akibat virus SARS CoV2 makin langka di Jakarta. Ini nampak dari angka rasio temuan kasus positif terhadap jumlah tes (positivity rate).

Dalam dua minggu terakhir hingga 16 Oktober 2021, rata-rata posivity rate di Jakarta adalah 0,75% per hari. Turun dibandingkan rerata dua pekan sebelumnya yaitu 0,86% setiap harinya.

Sebagai catatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberi batas maksimal positivity rate 5% jika ingin menyebut pandem terkendali. Dengan positivity rate di Jakarta yang semakin konsisten di bawah 1%, klaim bahwa pandemi terkendali bukan ngadi-ngadi.

Kemudian ada pula data yang menambah klarifikasi bahwa virus corona `terancam punah` di Jakarta. Data itu adalah tingkat reproduksi efektif (Rt).
Jika Rt masih di atas satu, maka seorang pasien positif masih bisa menulari orang lain. Rantai penularan kian panjang, pandemi sulit terkendali.

Kabar baiknya, Rt di Jakarta sudah di bawah satu. Artinya risiko penularan sudah sangat rendah. Rt yang di bawah satu di Jakarta sudah terjadi sejak 13 Juli 2021 atau lebih dari dua bulan. Ini yang namanya konsistensi.

Keberhasilan Jakarta dalam pengendalian pandemi mungkin datang dari vaksinasi yang cepat dan masif. Vaksin, jika efektif, akan membentuk kekebalan tubuh untuk melawan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.

Per 17 Oktober 2021, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah warga Jakarta yang sudah mendapatkan vaksinasi penuh (dua dosis) adalah 8,32 juta jiwa. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus Penduduk 2020 mencatat total warga Ibu Kota adalah 10,56 juta jiwa. Artinya jumlah populasi yang sudah divaksin dosis komplit adalah 78,78%. Rasanya ini adalah yang tertinggi se-Indonesia Raya.

Jadi, seberapa pantaskah Jakarta mendapat `kado` PPKM Level 2? Kalau melihat berbagai data yang sudah disebut di atas, makanya sepertinya memang pantas.

Apabila Jakarta jadi naik kelas jadi daerah PPKM Level 2, maka akan semakin banyak aktivitas yang diprbolehkan. Aktivitas dan mobilitas warga akan semakin mendekati normal. Sesuatu yang perlu patut disyukuri, meski wajib disikapi dengan hati-hati.

 

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar