Prabowo Pernah Minta Setop Proyek Kereta Capat JKT-BDG, ini Alasannya

Minggu, 10/10/2021 16:20 WIB
Menhan Prabowo (Antara)

Menhan Prabowo (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) terkait Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung menuai berbagai macam respon publik.

Pasalnya, proyek yang diusulkan lewat Perpres No. 107 Tahun 2015 itu mengalami pembengkakan dan terjadi perubahan signifikan yang baru-baru ini tertuang dalam Perpres No. 93 Tahun 2021.


Namun, sebelum pembangunan kereta cepat berlangsung hingga kini memperoleh sejumlah kendala, Prabowo Subianto pernah berencana menghentikan proyek ini jika terpilih sebagai Presiden RI 2019-2024.


Belakangan, proyek ini dikabarkan mengalami pembengkakan biaya yang semula USD 6,07 miliar atau Rp 86,67 triliun, kini menelan dana hingga USD 8 miliar atau Rp 114,24 triliun. Pembengkakan dana tersebut membuka peluang untuk pendanaan dari APBN, padahal di Perpres lama penggunaan APBN sangat dihindari.


Adapun penyebab adanya pembengkakan anggaran menurut Kementerian BUMN, dipicu oleh keterlambatan pembebasan lahan dan perencanaan terlalu optimis. Hingga saat ini, sekitar 74 persen proyek KCJB ini terlaksana.

Awalnya target proyek KCJB ditargetkan selesai tahun 2019. Namun, melihat kondisi dan progres saat ini, target tersebut bergeser ke awal tahun 2022. Hal ini merupakan peninjaun Jokowi terkait proyek impiannya.


"Saya melihat progress sampai hari ini, tadi dilaporkan pada saya telah selesai 73 persen. Dan nanti tahun depan awal sudah masuk ke persiapan operasi," ujar Jokowi dalam kunjungan yang disiarkan secara virtual, Selasa (18/5/2021) lalu.


Selain perpres baru, Jokowi membentuk Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan menunjuk Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pemimpin dan menganggantikan Airlangga Hartarto sebagai Koordinator Percepatan KCJB.


Dari kacamata Prabowo, proyek infrastruktur ini dinilai tidak perlu dilanjutkan. Saat masa pemilu 2019, ia berencana mengkaji ulang terkait sejumlah proyek yang telah ditandatangani dalam perjanjian Belt and Road Initiative China.

Lewat Hashim Djojohadikusumo, selaku Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kala itu, terdapat beberapa proyek yang tidak perlu dilanjutkan, termasuk kereta cepat Jakarta-Bandung ini.

"Indonesia dan China memiliki hubungan yang baik, tapi saya kira beberapa proyek ada yang ingin kami lihat. Saya yakin ada beberapa proyek yang sangat bagus, tapi beberapa tidak diperlukan," ujar Hashim di media South China Morning Post 2018 lalu, dikutip Minggu (10/10/2021)


Infrastruktur dengan jarak 142 km ini menelan biaya besar terlebih pendanaan disokong oleh pinjaman China Development Bank (CBD). Harga tiketnya pun dipatok hingga Rp 200.000 per orang yang terbilang mahal dan jauh lebih murah jika menggunakan bus.


Hashim juga menekankan bahwasannya pendapat tersebut tidak berarti Prabowo anti-China. Menurutnya ada negara lain yang menghentikan proyek asal Negeri Tirai Bambu dan masih berhubungan baik hingga kini, contohnya Malaysia saat Mahathir Mohamad membekukan proyek senilai USD 22 miliar.

Di sisi lain, Presiden Jokowi tetap optimis dan menyelesaikan proyek ini hingga selesai. Hanya saja, penggunaan APBN yang awalnya ia canangkan untuk membangun kereta api di Papua, Sulawesi, dan Kalimantan, kini anggaran tersebut ikut dipakai untuk proyek kereta cepat ini.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar