Koalisi Jokowi Membesar, ProDEM Buat Koalisi Perlawanan Bersama Rakyat

Minggu, 05/09/2021 19:40 WIB
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro.Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule (Robinsar Nainggolan/law-justice)

Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro.Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule (Robinsar Nainggolan/law-justice)

Jakarta, law-justice.co - Pertemuan para petinggi elite partai koalisi di Istana Negara yang berisi puji-pujian untuk Presiden Joko Widodo, ternyata mendapat respons serius dari Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM).

ProDEM yang vokal menginginkan perubahan agar rakyat bisa selamat dari pandemi dan hidup sejahtera, khawatir pertemuan para elite itu justru membuat hidup rakyat semakin menderita.

Apalagi, kata Ketua Majelis ProDEM, Iwan Sumule, para petinggi partai koalisi yang punya suara mayoritas di DPR itu semua seirama memberi pujian pada Jokowi. Tidak ada yang memberi kritik atas penanganan pandemi, padahal rakyat hidup terseok-seok dan pemerintah sudah mengakui pontang-panting.

“Jadi kalau penguasa konsolidasi, rakyat pun mesti konsolidasi. Jika tidak, maka penindasan terhadap rakyat terus dilakukan penguasa,” tegasnya, Minggu (5/9/2021).

Menurutnya, persatuan perjuangan dari para tokoh, pemuda, mahasiswa, buruh, dan agamawan harus dilakukan demi menyelamatkan publik.

ProDEM secara konkret menggelar konsolidasi pada 31 Agustus 2021 lalu di Rumah Konsolidasi ProDEM, Jalan Veteran 1 No.26, Jakarta Pusat.

Konsolidasi tidak hanya dihadiri oleh aktivis ProDEM. Tapi ada juga kelompok dari Gerakan Pemuda Islam dan Komunitas Jokowi Close yang antusias dengan upaya menggalakkan konsolidasi dan gerakan-gerakan massa aksi tersebut.

Iwan Sumule menekankan bahwa para aktivis sepakat pada satu pemikiran. Yaitu pemerintah telah gagal dan harus segera disudahi.

“Karena, jika dibiarkan terus, maka kerusakan akan semakin besar dan recovery atau perbaikan akan semakin lama,” tegasnya.


ProDEM menilai bahwa Indonesia kini sudah dibawa ke tepi jurang kehancuran, baik itu kehancuran sebagai satu bangsa dan kehidupan berbangsa. Cita-cita kebangsaan telah salah arah dan terkhianati.

“Optimisme terhadap perubahan menepis kejenuhan dan kelelahan dalam perjuangan mewujudkan cita-cita kebangsaan,” demikian Iwan Sumule.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar