Taujihat MUI 2021, Soroti Kritik Pemerintah Jokowi-Opsi Fatwa Pinjol

Jum'at, 27/08/2021 09:58 WIB
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan (Foto: detikcom)

Sekjen MUI Amirsyah Tambunan (Foto: detikcom)

Jakarta, law-justice.co - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Taujihat Kebangsaan MUI Tahun 2021. Salah satu poinnya meminta agar pemerintahan saat ini di bawah Presiden Joko Widodo tak alergi terhadap kritik yang dilontarkan oleh masyarakat.

Sekjen MUI, Amirsyah Tambunan menilai pemerintah kerap menggunakan pendekatan represif atau menggunakan hukum sebagai instrumen membungkam. Itu membuat pihak-pihak yang kritis kian mengkristal belakangan ini.

"Kepada pemerintah diharapkan tidak alergi/ apriori terhadap kritik dan pikiran berbeda dari masyarakat," kata Amirsyah dalam Taujihat MUI tersebut.

Meski demikian, Amirsyah turut mengimbau masyarakat proporsional dalam menyikapi terkait kebijakan dan kinerja Pemerintah.

Kebijakan positif sudah sepatutnya diapresiasi dan didukung. Sebaliknya, kata dia, kebijakan yang dirasa tak sepatutnya masyarakat bisa menyampaikan kritik menggunakan saluran yang ada.

"Namun [kritik] tetap memperhatikan aspek kepantasan, dan tetap mengedepankan persatuan bangsa," kata dia.

Selain itu, MUI juga meminta pemerintah menghentikan penerbangan dari luar negeri di tengah pandemi virus corona. Terutama di negara-negara yang marak penularan virus corona, seperti dari China dan India.

Hal itu merupakan salah satu rekomendasi Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) MUI dari aspek penanganan pandemi virus corona (Covid-19) kepada pemerintah yang digelar Kamis (26/8).

MUI berharap pemerintah bisa mengawasi secara ketat para pendatang dari luar negeri agar virus corona tak terus menyebar di Indonesia.

"Agar virus tak terus menerus bermutasi, tidak menular terhadap masyarakat Indonesia dan dapat dicegah sedini mungkin," bunyi rekomendasi tersebut.

MUI pun berharap pemerintah menyetop kedatangan tenaga kerja asing dari luar negeri di tengah pandemi. MUI melihat saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang mengalami penurunan hubungan kerja imbas pandemi. Mereka berharap pemerintah mengutamakan tenaga kerja lokal yang memiliki kompetensi di bidangnya.

"MUI meminta kepada Pemerintah untuk melakukan pembatasan tenaga kerja asing seperti dari China," bunyi rekomendasi itu.

Poin lain adalah sikap MUI terbuka untuk menggodok fatwa soal pinjaman online yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam.

Pinjol disebut lebih banyak merugikan pihak peminjam karena membebankan bunga berlipat ganda kepada peminjam.

"Ya kita siap aja. Kalau ada kelompok masyarakat, pemerintah siapa pun boleh aja ajukan atau minta fatwa soalPinjol, kita siap," kata Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin AF.

Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah merespons MUI dengan menegaskan anggotanya tidak melakukan praktik merugikan kepada peminjam, termasuk membebankan bunga berlipat ganda atau `predatory lending`.

"Kami pastikan bahwa atas praktik predatory lending seperti itu kami juga setuju. Bahwa itu harus disetop, diberantas, dihentikan. Karena bagi fintech atau pinjol anggota kami tidak diperbolehkan melakukan praktik demikian," kata Kuseryansyah.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar