Peneliti Kemenag: Tak Cuma Baha`i, Yahudi-Sunda Wiwitan Dilindungi RI!

Senin, 02/08/2021 12:38 WIB
Gedung Kementerian Agama (Foto:Pinterest)

Gedung Kementerian Agama (Foto:Pinterest)

Jakarta, law-justice.co - Peneliti Puslitbang Kemenag, Abdul Jamil Wahab menegaskan seluruh penganut agama dan keyakinan di Indonesia berhak mendapat perlindungan yang sama dari negara, bukan semata agama Baha`i.

"Negara menjamin dan melindungi warga negara memeluk agama sesuai keyakinannya dan menjalankan ibadah," kata Jamil seperti melansir cnnindonesia.com.

Jamil menyatakan semua agama yang ada di Indonesia dijamin dan dilindungi negara. Indonesia, kata dia, memang mengakui enam agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu karena mayoritas dipeluk oleh penduduknya.

Meski demikian, kata dia, bukan berarti agama maupun kepercayaan lainnya di luar 6 agama tadi dilarang di Indonesia.

Jamil menyebut seluruh pemeluk agama selain enam agama mayoritas tadi tetap mendapat jaminan dan perlindungan penuh sesuai peraturan perundang-undangan.

Ia menyebut Pasal 1 UU No.1 PNPS Tahun 1965 dijelaskan, agama di luar yang 6 agama tadi tetap mendapat jaminan negara, selagi tidak menyalahi peraturan perundang-undangan.

Bahkan, UUD 45 Pasal 28 E disebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

Selanjutnya, dalam Pasal 29 Ayat (2) ditegaskan, bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama. Pasal-pasal tersebut sangat jelas menjamin hak dan kebebasan beragama setiap warga negara.

"Agama Baha`i dan agama-agama lain yang ada di Indonesia berhak hidup dan mendapatkan perlindungan sesuai konstitusi. Termasuk agama-agama lainnya seperti Sikh, Tao, Yahudi, Aluktodolo, Merapu, Sunda Wiwitan, dan lainnya, berhak hidup di Indonesia," kata dia.

Tak hanya itu, Jamil menyatakan bahwa komunitas Ahmadiyah juga dilindungi untuk beragama sesuai keyakinannya di Indonesia.

Meski demikian, Ia menjelaskan bahwa Ahmadiyah memiliki persinggungan dengan internal Agama Islam. Sebab, selama ini Ahmadiyah mengakui bahwa mereka beragama Islam.

Karena itu, Jamil menekankan bahwa Ahmadiyah sesuai UU PNPS dan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang Ahmadiyah tak dilarang di Indonesia, namun hanya dibatasi untuk melakukan penyebaran ajarannya.

"Jadi kalau Ahmadiyah itu statusnya dianggap oleh kalangan muslim ada hal-hal yg dianggap keluar dari mainstream. Maka dari UU PNPS dibatasi penyebarannya. Karena penyebarannya dapat reaksi negatif dari mainstream. Ini juga sering disalahpahami seolah-olah Ahmadiyah dilarang. Padahal gak dilarang," kata dia.

Jamil menjelaskan selama ini pihaknya tak pernah menerima laporan bahwa Ahmadiyah melakukan tindakan penyebaran ajarannya.

Jamil juga menyoroti masyarakat justru kerap melakukan tindakan anarkis kepada komunitas Ahmadiyah. Karena itu, ia menyebut Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang Ahmadiyah sudah dibuat pemerintah untuk melindungi komunitas tersebut dari tindakan anarkis masyarakat.

Sebelumnya, diketahui Menteri Agama, Jaksa Agung dan Mendagri telah mengeluarkan SKB Nomor 3 Tahun 2008, Nomor Kep 33/A/JA/6/2008, Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan perintah kepada Penganut, Anggota dan atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan warga masyarakat.

"Jadi SKB itu masyarakat dilarang melakukan tindakan anarkis. Jadi yang banyak melanggar dan anarkis itu justru masyarakat. Di Kuningan. Tasikmalaya, NTB itu masyarakat yang melakukan tindakan anarkis [kepada Ahmadiyah]," kata dia.

Ucapan Hari Raya Naw Ruz kepada masyarakat Baha`i yang disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kepada Umat Baha`i memancing kontroversi di tengah masyarakat belakangan ini.

Jamil menilai ucapan selamat merayakan hari raya dari Menag kepada komunitas Baha`i tidak berbeda dengan ucapan kepada pemeluk agama lain, seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu.

Hasil riset Balitbang Kemenag tahun 2014 menyimpulkan Baha`i merupakan suatu agama tersendiri yang memiliki nabi, kitab, doktrin, dan ajaran tersendiri. Bukan aliran dari suatu agama tertentu.

Ia menyatakan bahwa ucapan tersebut merupakan penjaminan hak oleh negara terhadap komunitas tersebut. Seluruh penganut agama atau keyakinan di Indonesia, kata dia, berhak mendapat perlindungan yang sama oleh negara.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar