Astaga! Tumbangnya Giant Bisa Seret Ribuan Pekerja UMKM ke Jurang PHK

Selasa, 01/06/2021 10:28 WIB
Tak Hanya Giant, Ini Enam Usaha Ritel yang Tutup Selama Pandemi Corona. (Detik).

Tak Hanya Giant, Ini Enam Usaha Ritel yang Tutup Selama Pandemi Corona. (Detik).

Jakarta, law-justice.co - Dampak signifikan dari tutupnya operasional ritel modern Giant mulai tampak. Ribuan pekerja usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mitra pemasok Giant berpotensi kehilangan pekerjaan seiring tutupnya raksasa ritel tersebut.

Hal itu diungkapkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal berdasarkan informasi yang diterima KSPI dari DPP ASPEK Indonesia dan Serikat Pekerja Hero Group.

"Ada ratusan UMKM dengan ribuan pekerja yang menjadi rantai pemasok ke gerai Giant yang ada di seluruh Indonesia," katanya di Jakarta, Selasa (1/6/2021).

Karena itu, Iqbal meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Perindustrian memikirkan nasib para pekerja UMKM tersebut.

"Selain itu, yang juga harus diperhatikan adalah, memastikan hak-hak ribuan pekerja Giant terbayar sesuai dengan isi PKB menggunakan aturan pesangon lama yang ada di dalam UU Ketenagakerjaan. Bukan menggunakan aturan baru yang diatur dalam omnibus law UU Cipta Kerja karena nilai PKB lebih tinggi dari nilai UU Cipta Kerja," tegasnya.

Menurut dia, ada dua bagian besar yang harus diselesaikan oleh ketiga kementerian tersebut.

Bagian pertama, bagaimana menyalurkan hampir 3.000-an karyawan Giant yang ter-PHK ke unit usaha Hero Group lainnya semaksimal mungkin, seperti Hero Supermaket, Guardian, dan IKEA.

"Pemerintah harus memikirkan dampak sosial yang terjadi akibat ribuan pekerja Giant yang ter-PHK di tengah menghadapi kesulitan ekonomi dalam pandemi Covid-19. Dalam hal ini, Menteri Tenaga Kerja harus mengambil inisiatif sebagai leader, memanggil manajemen Giant dan Hero Group untuk memastikan batas waktu tanggal penyelesaian kasus PHK, penyaluran pekerja ke unit usaha Hero Group lainnya, dan membayar hak-hak buruh yang harus diberikan oleh menajamenen Giant dan Hero Group," ujarnya.

Bagian kedua, pemerintah wajib membantu ratusan bahkan ribuan pelaku usaha UMKM sebagai rantai pemasok ke Giant yang kehilangan usahanya.

Di samping ribuan buruh di industri UMKM yang juga ikut ter-PHK juga harus mendapatkan hak-haknya, seperti pesangon, kompensasi, dan upah terakhir.

"Pertanyaannya, dari mana industri UMKM membayar hak-hak buruhnya? Karena bisa dipastikan Giant dan Hero Group tidak membayar konpensasi atau pesangon bagi buruh UMKM yang ter-PHK akibat tutupnya Giant. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk mencarikan solusi bagi ribuan buruh UMKM yang juga ikut ter-PHK," kata Said Iqbal.

Said menegaskan, KSPI akan terus berjuang untuk mendesak pemerintah agar ikut bertanggung jawab terhadap hak-hak buruh Giant yang ter-PHK dan hak-hak buruh UMKM yang kehilangan pekerjaan karena rantai pasoknya diputus oleh Giant.

Dia menegaskan, PHK ribuan orang di tengah pandemi Covid-19 ini membuktikan, omnibus law tidak bisa menjadi solusi untuk memastikan buruh tidak kehilangan pekerjaan.

Said Iqbal juga mengingatkan kasus PHK oleh PT Freetrend di Kabupaten Tangerang yang mem-PHK 7.800 pekerja. Begitupun PT Lawe Adya Prima di Kota Bandung yang mem-PHK 1.200 orang pekerja.

“Penutupan perusahaan yang terjadi di Giant, PT Freetrend, dan PT Lawe Adya Prima yang menyebabkan puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan itu, membuktikan pemerintah tak berdaya memberikan kepastian terhadap dunia usaha dan buruh yang sedang bekerja," tandasnya.

Dia menambahkan, omnibus law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan bukan jawaban yang dibutuhkan oleh para pekerja dan investor untuk bisa berusaha di Indonesia.

Padahal, kata Said, pemerintah menggembar-gemborkan ketika omnibus law disahkan tidak akan ada PHK dan bahkan mendatangkan investasi yang membuka lapangan kerja.

"Bercermin dari kasus Giant, PT Freetrend, dan PT Lawe Adya Prima ini, KSPI mendesak hakim Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan atau mencabut UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan yang semakin membuat posisi buruh semakin sulit dan dimiskinkan secara struktural," cetusnya.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar