Ekonom Senior Nilai Rencana Sri Mulyani sebagai Terobosan Bodoh

Jum'at, 21/05/2021 19:05 WIB
Ekonom senior Faisal Basri sebut rencana kenaikkan tarif PPN oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai terobosan bodoh (Breakingnews)

Ekonom senior Faisal Basri sebut rencana kenaikkan tarif PPN oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai terobosan bodoh (Breakingnews)

Jakarta, law-justice.co - Wacana pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikritik keras oleh Ekonom senior Faisal Basri. Menurut dia, rencana tersebut sebagai terobosan yang bodoh karena akan menyulitkan masyarakat kelas menengah ke bawah di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

"Itu terobosan stupid," ujarnya seperti dilansir dari cnnindonesia.com, Jumat (21/5).

Terlebih, tarif PPN direncanakan naik dari 10 persen menjadi 15 persen. PPN ini jenis pajak yang dibebankan ke konsumen, baik mereka yang kaya dan miskin. "PPN ini berlaku untuk orang kaya dan miskin. Orang beli makan, bayar PPN. Tarifnya kan sama," terang Faisal.

Kenaikan tarif PPN membuat pengeluaran masyarakat akan bertambah. Mereka yang biasanya hanya menanggung tambahan biaya 10 persen dari total belanja, maka harus bersiap-siap menambah biaya menjadi 15 persen dari total belanja.

"Ini bahaya kenaikan PPN. Otomatis mengurangi daya beli masyarakat. Tidak ada satu negara menaikkan PPN tatkala belanja masyarakat tertekan akibat pandemi. Pengangguran naik, pendapatan turun, dan pos belanja pengeluaran naik dari 10 persen menjadi 15 persen," jelas Faisal.

Dengan kata lain, harga barang akan naik. Sebab, total harga yang harus dibayar masyarakat ketika berbelanja bertambah kalau PPN benar-benar naik menjadi 15 persen. "Kalau harga naik konsumen akan mengurangi belanjanya," imbuh Faisal.

Fenomena ini akan berdampak buruk untuk pertumbuhan ekonomi. Sebab, konsumsi masyarakat merupakan kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi.

Memang, penerimaan pajak akan naik jika tarif PPN meningkat. Terlebih, PPN menjadi penyumbang terbesar dalam penerimaan pajak di dalam negeri.

Kendati demikian, Faisal memandang kebijakan ini secara keseluruhan tak bagus untuk ekonomi. Kenaikan pajak akan menjadi percuma, karena ekonomi domestik akan terus bergerak lemah.

"Kira-kira gini, saya makan dari sepiring naik menjadi 1,5 piring. Tapi berat badan tidak naik karena cacing di dalam perut tidak diobati. Akhirnya, berat tidak naik. Berat badan ini ekonomi keseluruhan," tutupnya.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar