Makin Panas, China dan AS Saling Ancam Tatap Muka di Alaska

Jum'at, 26/03/2021 22:13 WIB
Hubungan AS-China makin panas, terlibat saling ancam di Alaska (kompas)

Hubungan AS-China makin panas, terlibat saling ancam di Alaska (kompas)

law-justice.co - Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dengan China semakin memanas. Hal itu tampak jelas dalam pertemuan bilateral antara keduanya yang diselenggarakan tatap muka di Alaska pada Kamis (18/3/2021) yang diawali dengan ketegangan.

Kedua negara tak segan `baku hantam` teguran tajam soal kebijakan satu sama lain. Padahal pertemuan itu adalah untuk pertama kalinya dilakukan China dan AS setelah era Donald Trump. Sebagaimana diketahui

Dikutip Reuters, AS dengan cepat menuduh China "bersikap sombong" dan melanggar protokol pertemuan tersebut. Hal ini didasari oleh pernyataan Dubes China di Washington bahwa Paman Sam hanya akan berhalusinasi jika mengharapkan kompromi China dalam pertemuan itu.

"Kami akan ... membahas keprihatinan mendalam kami dengan tindakan China, termasuk di Xinjiang, Hong Kong, Taiwan, serangan dunia maya di AS, pemaksaan ekonomi sekutu kami," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sambutan publik yang blak-blakan, dikutip Jumat (19/3/2021).

"Setiap tindakan ini mengancam tatanan berbasis aturan yang menjaga stabilitas global."

Sementara itu diplomat top China Yang Jiechi dan Anggota Dewan Negara Wang Yi yang ada di agenda itu langsung menanggapi pernyataan Blinken. Mereka menganggap AS arogan.

Keduanya menegaskan bahwa AS tak seharusnya mengurusi urusan domestik China. Karena, di negeri itu sendiri masih terjadi perlakuan buruk terhadap minoritas.

"AS menggunakan kekuatan militer dan hegemoni keuangannya untuk menjalankan yurisdiksi lengan panjang dan menekan negara lain. Itu menyalahgunakan apa yang disebut gagasan keamanan nasional untuk menghalangi pertukaran perdagangan normal, dan menghasut beberapa negara untuk menyerang China," tegas Yang.

"Izinkan saya mengatakan di sini bahwa di depan pihak China, AS tidak memiliki kualifikasi untuk mengatakan bahwa ia ingin berbicara dengan China dari posisi yang kuat. Pihak AS bahkan tidak memenuhi syarat untuk mengatakan hal-hal seperti itu, bahkan 20 tahun atau 30 tahun yang lalu, karena ini bukanlah cara untuk berurusan dengan orang-orang China."

Sebenarnya, menjelang kopi darat tersebut, Gedung Putih memang mengeluarkan serangkaian tindakan yang diarahkan ke China. Termasuk langkah untuk mulai mencabut lisensi telekomunikasi China.

Ini juga termasuk laporan pengadilan ke beberapa perusahaan teknologi informasi China atas masalah keamanan nasional. Dan, sanksi terbaru terhadap China atas gangguan otonomi Hong Kong dan permasalahan Xinjiang.

Sementara ituChina mengindikasikan minggu ini bahwa pihaknya akan memulai persidangan terhadap dua warga Kanada yang ditahan pada Desember 2018. Mereka dihukum atas tuduhan mata-mata.

Namun peristiwa itu terjadi segera setelah polisi Kanada menahan Meng Wanzhou, kepala keuangan perusahaan peralatan telekomunikasi Huawei Technologies, dengan surat perintah AS.

Melihat eskalasi awal yang buruk dari pertemuan ini, pengamat menilai hubungan AS-China, masih rentan risiko. Seorang pakar Asia di Pusat Kajian Strategis dan Internasional, Bonnie Glaser, mengatakan pernyataan keras dari kedua belah pihak telah menciptakan risiko potensial yang akan berubah menjadi pertukaran tuduhan dan tuntutan.

"Tidak ada pihak yang diuntungkan dari pertemuan ini yang dinilai gagal total," kata Glaser.

Sebelumnya AS dan China memang terlibat konflik kompleks di masa Presiden Donald Trump. Pergantian presiden AS menjadi Joe Biden sebelumnya diharap menekan ketegangan.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar