LNG Mozambik Gugat Pertamina 39,5 Triliun karena Batalkan Kontrak

Selasa, 19/01/2021 19:13 WIB
LNQ Mozambik gugat Pertamina senilai RP39,5 triliun karena batalkan kontrak (ist)

LNQ Mozambik gugat Pertamina senilai RP39,5 triliun karena batalkan kontrak (ist)

Jakarta, law-justice.co - LNG Mozambik mengugat PT Pertamina senilai Rp39,5 Triliun karena membatalkan kontrak. Hal itu dibongkar oleh anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra Kardaya Warnika.

Oleh karena itu dia mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan penjelasan terkait kondisi gugatan yang tengah dihadapi Pertamina tersebut. Kardaya mengungkapkan, pengambilan kontrak jangka panjang Pertamina jika didasarkan kebutuhan dalam negeri maka perlu ada penjelasan Kementerian ESDM terkait kondisi kebutuhan kedepan.

"Pertamina sedang dituntut Rp39,5 triliun karena tidak bisa mengambil kontrakyang diteken, ini ironis," ungkap Kardaya dalam Rapat Kerja Menteri ESDM bersama Komisi VII, Selasa (19/1/2021).

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Tifatul Sembiring meminta penjelasan Menteri ESDM terkait informasi surat yang dikirimkan pemerintah Mozambik.

"Bagaimana penjelasannya? Betulkah Menteri Mozambik surati Pak Menteri? Apa penyebabnya?" kata Tifatul.

Ia meminta agar ke depannya, tidak ada kebijakan serupa yang terulang dimana kekurangan gas untuk domestik diproyeksikan akan terjadi namun pada kenyataannya situasi berbanding terbalik. Pasalnya saat ini suplai gas disebut melimpah.

Kendati demikian, Menteri ESDM Arifin Tasrif enggan menjawab secara langsung dalam agenda Raker yang berlangsung.

"Kami akan lakukan evaluasi dan perbaikan dari hal yang belum sempurna untuk kita lakukan di 2021," jelas Arifin.

PT Pertamina dikabarkan telah membatalkan kontrak jual beli gas alam cair (LNG) dengan Anadarko Petroleum Corporation yang diteken pada Februari 2019.

Dalam kesepakatan tersebut, Pertamina berencana mengimpor LNG milik Mozambik LNG1 Company Pte Ltd meliputi 1 juta ton LNG per tahun berdurasi 20 tahun yang akan dimulai pada 2024 mendatang.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengungkapkan, langkah pembatalan kontrak yang dilakukan Pertamina terbilang tepat.

"Ada dugaan mafia migas di balik keputusan blunder tersebut. Kalau benar, maka pembatalan kontrak sudah sangat tepat," ujar Fahmy.

Fahmy menambahkan, langkah Pertamina sebelumnya yang hendak melakukan impor dalam jangka panjang justru hanya membebani defisit neraca perdagangan. Bahkan menurutnya, pertimbangan harga yang murah dan kualitas yang baik bukan merupakan alasan yang tepat.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar