BPK Bakal Periksa Pengadaan hingga Distribusi Vaksin Covid-19

Minggu, 10/01/2021 14:06 WIB
BPK RI

BPK RI

Jakarta, law-justice.co - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melakukan pemeriksaan terkait kebijakan pengadaan dan distribusi vaksi Covid-19 di Indonesia.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyatakan bahwa akan melakukan tugas tersebut sesuai dengan mandat.

"Pihaknya akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa kegiatan pengadaan dan distribusi vaksin Covid-19 telah dilaksanakan secara transparan," kata Agung seperti dikutip dari Pikiran Rakyat.

Tak hanya itu tentunya bertujuan untuk memastikan akuntabilitas pengadaan serta distribusi vaksin itu sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.

Usai bertemu Menteri BUMN Erick Thohir, Agung bilang ada permintaan dari Kementerian BUMN untuk melakukan pemeriksaan dan juga meliputi berbagai permasalahan yang terindikasi sebagai risiko kegiatan pengadaan dan distribusi vaksin.

Agung juga menyampaikan bahwa permasalahan tersebut meliputi adanya risiko finansial dalam pengadaan dan distribusi vaksin.

Demikian pula adanya isu-isu yang berkembang di masyarakat terkait keamanan, efikasi, dan efek samping, serta pelaksanaan distribusi vaksin kepada masyarakat melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Rumah Sakit.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, bahwa pemerintah sudah menyiapkan 426 juta vaksin Covid-19 untuk sekitar 181 juta jiwa penduduk Indonesia.

Pengadaan vaksin itu antara lain berasal dari perusahaan farmasi Tiongkok Sinovac sebanyak 125,5 juta dosis, pabrikan vaksin Amerika Serikat-Kanada Novavax sebanyak 50 juta dosis. Kemudian adanya kerja sama multilateral WHO dan Aliansi Vaksin Dunia (Covax-GAVI) sebanyak 50 juta dosis.

Sebagaimana rencananya gelombang pertama vaksinasi dilakukan pada Januari-April 2021, dengan rincian untuk 1,3 juta orang petugas kesehatan di 34 provinsi, 17,4 juta petugas publik dan lansia sebanyak 21,5 juta orang.

Selanjutnya, pada gelombang kedua pada April 2021-Maret 2022 yaitu 63,9 juta masyarakat di daerah dengan risiko penularan tinggi dan sebanyak 77,4 juta bagi masyarakat lain dengan pendekatan klaster sesuai ketersediaan vaksin.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar