Dibalik Somasi Lahan Markaz Syariah FPI, PTPN VIII Hampir Bangkrut

Rabu, 06/01/2021 13:22 WIB
PTPN VIII (Jayantara)

PTPN VIII (Jayantara)

Bandung, Jawa Barat, law-justice.co - PTPN VIII meminta Rizieq Shihab segera mengosongkan tanah yang saat ini sudah didirikan Pondok Pesantren Alam Argokultural Markaz Syariah FPI, karena diklaim sebagai milik perusahaan.

Dibalik itu semua, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Jabban (Jabar-Banten) sebenarnya terancam bangkrut dikarenakan terlilit utang sebesar hampir Rp5 triliun. Bahkan, kerugian besar saat ini sedang dialami oleh perusahaan plat merah itu.

Dilansir dari Jabarekspres, Rabu (6/1/2021), Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat mengakui, utang-utang tersebut berasal dari pinjaman perbankan dan pihak lainnya dan akan jatuh tempo dalam waktu dekat.

“Jujur harus saya sampaikan secara teknis kita ini sudah harusnya bengkerap (bangkrut). Luar biasa hutang kita. Utang kita membengkak hampir 5 tahun terakhir,” kata Yudayat saat audiensi FKPPN Jabban bersama Komisi V DPRD Jabar di ruang Komisi V, Rabu (2/12/2020) lalu.

Dia menjelaskan bahwa PTPN VIII tidak boleh menambah utang meski dalam kondisi sulit saat ini. Sehingga menambah kerugian keuangan kami.

Selain itu, Yudayat menyebut akan mengoptimalisasikan aset lahan yang tidak cocok untuk perkebunan dengan mengalihfungsikan lahan menjadi kawasan industri atau agro wisata.

Tak hanya itu, dia berencana akan mengusulkan untuk penjualan aset PTPN VIII. Bahkan dia mengaku, sudah ada beberapa lahan yang saat ini tidak cocok lagi untuk jadi perkebunan.

’’Jadi kita bisa alihfungsikan cocoknya untuk apa. Ada aset yang bila perlu dijual. Kita akan usulkan untuk dijual,” sebutnya.

Selain itu, Yudayat mewacanakan untuk menggabungkan lahan atau kebun-kebun kecil untuk lebih mengoptimalkan produksi perkebunan dalam rangka menghidupkan PTPN VIII.

“Saya sampaikan bahwa hari ini pekerjaan kita membuat PTPN ini ada untuk 20 tahun kedepan,” katanya.

Sementara itu, Ketua DPW FKPPN Jabban, Eeng Sumarna mengatakan, saat ini ada sekitar 3.952 ribu pensiunan karyawan dan pimpinan PTPN VIII yang belum mendapatkan Santunan Hari Tua (SHT).

“Kami ingin SHT Karyawan PTNP VIII dibayar lunas tidak dicicil. Per karyawan 39-600 Juta,” kata Eeng saat audiensi.

Dirinya mengaku akan menempuh jalur Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dalam menyelesaikan permasalahan Santunan Hari Tua (SHT) yang belum dibayarkan PTPN VIII.

Ia menjelaskan, ada dua payung hukum yang dapat implementasikan dalam SK PTPN VIII Nomor KEP/III.1/932/XI/2017, tapi pelaksanaannya tidak bisa. Kedepannya, lanjut dia, pihaknya akan menempuh opsi lain bilamana audiensi tersebut tidak menghasilkan kabar baik.

“Kami masih ada opsi lain, sebab kalau melalui Disnakertrans nanti kami akan menempuh Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial,” kata Eeng.

Selain itu, ucap dia, terdapat opsi yang lain seperti ke Holding PTPN yang membawahi PTPN VIII, dan Holding PTPN juga dibawah Kementerian BUMN. Kemudian pihaknya akan menyampaikan persoalan tersebut ke Kementerian BUMN.

Eeng menjelaskan, total nominal yang belum bayarkan oleh PT Perkebunan Nusantara selama empat tahun yakni Rp 286 miliar dari total karyawan pensiun sekitar 3.400.

Akan tetapi, sambung dia, beberapa waktu lalu ada pembayaran namun hanya untuk karyawan pelaksana saparsia tapi hanya untuk bulan Februari 2017.

“Mungkin itu nilainya yang bisa dijangkau oleh pihak manajemen dan itupun dibayarkan setelah kami melakukan aksi damai di depan Gedung DPRD Jabar pada Rabu (18/11/2020) lalu,” jelasnya.

Menurut Eeng, kewajiban manajemen adalah membayar SHT kepada setiap karyawan yang telah jatuh tempo pensiun, namun kondisi riil di lapangan selama empat tahun belum dibayarkan. Pembayaran SHT, ujar dia, seharusnya dibayarkan satu kali dan secara payung hukumnya jelas di UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Selain itu di Serikat Pekerja (SP) dibangun sebuah hubungan industrial yang mengatur SHT dan dituangkan dalam perjanjian hubungan kerja bersama antara SP dengan manajemen,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi V DPRD Jabar, Dadang Kurniawan menyatakan siap membantu persoalan dari pensiun PTPN VIII itu. Dia menyebut, Komisi V akan mencarikan so

lusi untuk membantu agar para Purnakarya mendapatkan kewajiban selama bekerja.

“Kami pihak DPRD Jabar sedang mencari solusi yang lain yang dapat membantu pensiun karyawan PTPN,” pungkasnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar