Saat FPI dan Prabowo Putus Hubungan

Jakarta, law-justice.co - Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman menegaskan, komunikasi antara pihaknya dengan Prabowo Subianto putus sejak Ketua Umum Partai Gerindra itu menjadi Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Maju.

"Tidak ada komunikasi lagi. Sejak jadi menteri," kata Munarman, Selasa, 4 Februari 2020.

Soal pemulangan HRS (Habib Rizieq Shihab), kami hanya berharap pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta`ala.

Baca juga : Polrestabes Bandung: Dua `Koboi Jalanan` di Banceuy Positif Narkoba

Eks ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu mengatakan tak lagi berharap pada Prabowo soal kepulangan Imam Besar FPI Rizieq Shihab ke Indonesia dari Arab Saudi.

"Soal pemulangan HRS (Habib Rizieq Shihab), kami hanya berharap pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta`ala," ujarnya.

Baca juga : Polda Jatim: Harley Kecelakaan Maut di Probolinggo Kendaraan Bodong

Munarman mengatakan setelah Jokowi-Ma`ruf Amin genap menjalankan roda pemerintahan selama 100 hari belum terasa perubahan dalam beragam sektor. Rakyat, kata dia, masih merasakan sejumlah ketimpangan dan korupsi masih merajalela.

Menurut dia, hasil kinerja pemerintahan Jokowi itu bukanlah kesalahan para menteri. Musababnya Jokowi telah menekankan ketika awal menjabat di periode kedua tak ada visi misi menteri tetapi yang ada hanya pandangan kepala negara lewat visi misi presiden.

Baca juga : ’Preman’ Penerimaan Negara: Aturan Iuran Pariwisata Langgar Konstitusi

"Kan kata Presiden tidak ada visi misi menteri, yang ada visi presiden jadi yang harus dinilai adalah presidennya," ujarnya.

Munarman menilai, selama 100 hari kerja Jokowi belum bisa membuat perekonomian maju. Dia mengatakan rakyat semakin menderita dengan kebijakan yang tidak berpihak kepada wong cilik. Kebijakan yang dikeluarkan, kata dia, kerap menguntungkan konglomerat.

"Hutang makin banyak, pajak ke rakyat makin banyak dan makin tinggi, pajak ringan dan kemudahan terhadap pengusaha besar (taipan) makin meningkat," katanya.

Lebih lanjut, Munarman mengatakan dinamika perpolitikan Indonesia juga semakin gaduh dengan banyaknya adu domba antar-golongan. Dia mencontohkan semrawutnya birokrasi pengajuan perpanjangan surat keterangan terdaftar organisasi masyarakat (ormas) FPI di Kementerian Dalam Negeri yang hingga kini belum menemukan titik kejelasan.

"Politik belah bambu dan adu domba makin digalakkan. `Peternakan cebong` untuk mainkan isu makin marak," tutur dia. (tagar.id).