Budaya Pendidikan IPDN, Tito: Kekerasan Hanya Lahirkan Balas Dendam

Sabtu, 07/11/2020 13:56 WIB
Budaya Kekerasan di IPDN harus dihentikan

Budaya Kekerasan di IPDN harus dihentikan

Jakarta, law-justice.co - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyoroti soal kekerasan yang sering terjadi di institusi pendidikan, tak terkecuali Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Tito menegaskan dia tak segan memecat dan memidanakan pelaku kekerasan.

"Di Akpol waktu saya jadi Kapolri, 12 orang saya pidanakan dan copot semua. Maka saya nggak akan segan-segan mendengar kalau ada kekerasan pemukulan terjadi, saya akan sikat. Saya akan perintahkan untuk pecat, pidanakan," kata Tito saat mengisi kuliah umum bagi Satuan Praja IPDN yang disiarkan secara daring, Sabtu (7/11/2020).

Tito mengatakan, dari sekian banyak kekerasan yang terjadi di institusi pendidikan, tujuannya hanya untuk balas dendam antara senior terhadap junior. Dia juga menyebut balas dendam dengan kekerasan bukan sebuah pembinaan kedisiplinan.

"Kekerasan yang dilakukan di mana-mana tujuannya cuma satu saja, hanya untuk membalas dendam. Membalas dendam karena pada saat junior digebukin, begitu senior, gebukin juga juniornya. Balas dendam, kalau ada yang mengatakan dalam rangka untuk membina supaya lebih disiplin, bullshit," ujarnya.

Tito sendiri melihat kekerasan di institusi pendidikan sama sekali tidak memiliki nilai manfaat. Tito juga mementang adanya kekerasan tersebut.

"Saya melihat tidak banyak manfaatnya. Saya sudah sekolah di mana-mana saya sekolah di Inggris, di Amerika, di Australia, di New Zealand, saya juga melihat sekolah tim home academy Singapore, nggak ada pemukulan, tapi mereka bisa bekerja profesional. Makanya saya sangat menentang keras kalau terjadi kekerasan pemukulan," tegas dia.

Tito meminta kepada para Praja senior memberi contoh yang positif kepada junior. Tito menekankan lagi, kekerasan tak boleh dilakukan, termasuk secara sembunyi-sembunyi di luar lingkungan IPDN.

"Mana yang tingkat 4 angkat tangan! Anda harus memberi contoh, sudah cukup kekerasan jangan dilanjutkan. Jangan meninggalkan legacy warisan yang buruk kepada junior-junior," jelasnya.

"Ada yang ngumpet-ngumpet di sana, ngumpet-ngumpet di gedung, ngumpet-ngumpet di sini, ngumpet, manggil juniornya. Kemudian di tempat pesiar nanti ngumpul gebuk-gebukan juniornya, kalau kedengaran itu saya akan perintahkan kepada Pak Rektor, pecat anak siapa pun juga," imbuh Tito.

Tito menyarankan, jika ada praja yang berbuat salah, dapat dihukum tindakan fisik seperti push-up. Sebab, dikatakan Tito, sudah banyak korban yang cacat akibat tindakan kekerasan.

"Jadi itu kekerasan, saya minta betul, jangan. Kalau ada yang salah, tindak fisik saja nggak apa-apa. Squat jump, push-up, yang bisa membuat sehat, tapi tidak merusak. Betapa banyak yang jadi korban dari pecah telinga, ada yang patah rusuknya, ada yang kakinya kemudian cacat. Orang tua-orang tua yang mengirim anaknya untuk sekolah di sini bukan mengharapkan anaknya untuk dipukuli, digebuki, apalagi pulangnya menjadi peti mati, mayat. Tolong dipahami betul itu," tandas dia.

Lebih lanjut, Tito mendorong para junior yang mendapatkan kekerasan untuk melapor kepada pembina IPDN. Tito meyakinkan para junior agar tak khawatir, karena ini adalah perintah langsung darinya.

"Junior-junior yang merasa dipukulin, digebuki, apalagi sampai luka, laporin aja. Jangan takut dikatakan cengeng, nggak ada. Saya ngerti tentang bahasa-bahasa itu karena bagian daripada Anda, dianggap mental lapor, biarin. Laporkan, sudah dilarang Mendagri kok ditentang. Laporkan, tidak akan menjadi tukang mental lapor, nggak, karena memang salah," tutup Tito.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar