Parlemen Turki Menyetujui Undang-undang yang Mengatur Media Sosial

Rabu, 29/07/2020 20:27 WIB
Ilustrasi (DW)

Ilustrasi (DW)

law-justice.co - Parlemen Turki menyetujui undang-undang yang memberi otoritas lebih besar untuk mengatur media sosial, meskipun ada kekhawatiran akan meningkatnya sensor.

Undang-undang yang disahkan Rabu (29/7)mengharuskan perusahaan media sosial besar seperti Facebook dan Twitter untuk membuka kantor perwakilan di Turki untuk menangani keluhan terhadap konten di platform mereka.

Jika perusahaan media sosial menolak untuk menunjuk perwakilan resmi, undang-undang tersebut mengamanatkan denda yang besar, larangan iklan, dan pengurangan bandwidth. Dengan putusan pengadilan, bandwidth akan berkurang 50% dan bisa bertambah menjadi 90%. Pengurangan bandwidth berarti jaringan media sosial akan sangat lambat ketika digunakan.

Perwakilan akan ditugaskan untuk menanggapi permintaan individu untuk menghapus konten yang melanggar privasi dan hak pribadi dalam waktu 48 jam atau untuk memberikan alasan penolakan. Perusahaan akan bertanggung jawab atas kerusakan jika konten tidak dihapus atau diblokir dalam waktu 24 jam.

Yang paling mengkhawatirkan, undang-undang baru itu juga akan mewajibkan penyedia media sosial untuk menyimpan data pengguna di Turki.

Pemerintah mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk memerangi kejahatan dunia maya dan melindungi pengguna. Berbicara di parlemen Rabu pagi, anggota parlemen partai yang berkuasa Rumeysa Kadak mengatakan undang-undang juga akan digunakan untuk menghapus unggahan yang mengandung cyberbullying dan penghinaan terhadap perempuan.

Anggota parlemen oposisi mengatakan undang-undang itu akan lebih membatasi kebebasan berekspresi, di mana media sudah di bawah kendali pemerintah yang ketat dan puluhan wartawan berada di penjara. Ratusan orang telah diselidiki dan beberapa ditangkap karena menulis di media sosial.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang meminta undang-undang tersebut dibuat, bersumpah untuk mengendalikan platform media sosial dan memberantas amoralitas.

Turki memimpin dunia dalam permintaan penghapusan ke Twitter, dengan lebih dari 6.000 tuntutan pada paruh pertama 2019. Lebih dari 408.000 situs diblokir di Turki, menurut The Freedom of Expression Association.

Ensiklopedia online Wikipedia diblokir selama hampir tiga tahun sebelum pengadilan tinggi Turki memutuskan bahwa larangan itu melanggar hak untuk kebebasan berekspresi dan memerintahkannya agar tidak diblokir.

Sejauh ini belum ada komentar dari perusahaan media sosial.  

Undang-undang disahkan setelah 16 jam musyawarah yang tegang di parlemen, di mana partai yang berkuasa Erdogan dan sekutu nasionalisnya memegang mayoritas kursi. (Time) 

 

 

 

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar