Apa Guna Menterinya Populer Tapi Nelayan dan Bisnis Perikanan Menjerit

Rabu, 15/07/2020 09:32 WIB
Ilustrasi Benih Lobster (kompas)

Ilustrasi Benih Lobster (kompas)

Jakarta, law-justice.co - Para pengusaha sektor perikanan memberi apreasiasi mendalam kepada Menteri KKP Edhy Prabowo dengan terbitnya Permen KP Nomor 12 Tentang Pengelolaan Lobster. Menurut mereka, Permen tersebut merupakan bentuk keberpihakan pemerintah yang sudah lama dinantikan tidak hanya pengusaha tetapi juga nelayan serta seluruh stakeholder perikanan dan kelautan.

Salah satu pengusaha tersebut, Rendra HM, menyatakan, sebagai negara maritim terbesar di dunia, sektor perikanan merupakan komoditas andalan utama Indonesia. "Selain sebagai upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, produksi perikanan Indonesia yang meliputi produksi perikanan tangkap menjadi sumber devisa negara,” ujarnya kepada Law-Justice.co di Jakarta, Rabu (15/7).

Walaupun ada protes dari mantan Menteri KKP Susi, Rendra mengatakan sudah 5 tahun semua stakeholder perikanan puasa tidak bisa memanfaatkan lobster. Selama 5 tahun Ibu Susi tidak memberi kita alternatif kongkret. "Kalau menteri hanya bisa melarang dan jadi populer sendiri tapi nelayannya merana karena tak bisa hidup, untuk apa itu popularitas dan pencitraan," tegas Rendra. 

Menurut Rendra dalam bisnis perikanan laut mengenal dua jenis udang, yaitu udang penaied dan udang lobster. Dua jenis udang ini merupakan sumberdaya perikanan yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, khususnya lobster.

Jenis hewan avertebrata dengan nama lain spiny lobster ini merupakan salah satu marga dari family Palinuridae yang memiliki 49 spesies. "Dari 11 spesies lobster yang terdapat di perairan Indo-Pasific Barat, 6 diantaranya terdapat di perairan Indonesia, yaitu; Panulirus homarus, Panulirus panicillatus, Panulirus cygnus, Panulirus polyphagus, Panulirus versicolor dan Panulirus ornatus,” tambahnya.

Ada beberapa faktor yang membuat Indonesia tidak tercatat sebagai Top 10 negara eksportir lobster dunia, satu diantaranya disebut-sebut akibat adanya regulasi larangan ekspor benih lobster yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016.

“Permen di era Menteri Susi itu justru menjadi pemicu terjadinya penyeludupan lobster yang cukup massif sehingga membuat ekspor lobster ke luar negeri semakin merosot serta mengancam kelestarian sumber daya lobster di Indonesia,” lanjut Rendra, yang menjadi pengusaha ikan dari Bagan Siapi-Api, Riau.

Rendra sangat mendukung kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo yang resmi mencabut larangan ekspor benih lobster. Pencabutan itu menurutnya, ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) yang baru yakni Permen KP Nomor 12/Permen-KP/2020 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.).

Menteri Edhy memberi syarat ketat yang harus dipenuhi para pelaku usaha sebelum melakukan ekspor lobster ke luar negeri, sehingga keberlangsungan kehidupan lobster dan lingkungan hidup sekitarnya juga harus dijaga.

Kepmen itu juga mengatur kuota dan lokasi penangkapan Benih Bening Lobster (Puerulus) harus sesuai hasil kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Kajiskan) yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal penyelenggara tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap. Kedua, eksportir harus melaksanakan kegiatan Pembudidayaan Lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau Pembudi Daya setempat.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar