Ini Peluang Sembuh atau Tidak Jika Kita Positif Corona Menurut Ahli

Senin, 30/03/2020 09:04 WIB
Ilustrasi Tenggorokan dan Virus. (Tribun)

Ilustrasi Tenggorokan dan Virus. (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Penasihat ilmiah pemerintah Inggris yakin bahwa kemungkinan untuk meninggal dunia akibat infeksi virus corona adalah antara 0.5% hingga 1%.

Angka ini lebih rendah daripada tingkat kematian dari kasus yang terkonfirmasi (confirmed case), yaitu 4% secara global, menurut data yang dikumpulkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Di Inggris Raya, hingga tanggal 23 Maret, tingkat kematian akibat virus corona adalah sekitar 5%.

Ini karena tidak seluruh infeksi dikonfirmasikan melalui tes.

Hampir setiap negara punya kebijakan berbeda dalam menentukan siapa yang dites, maka membandingkan jumlah kasus dan tingkat kematian antar negara bisa menghasilkan kesimpulan yang keliru, kata Robert Cuffe, kepala Badan Statistik Inggris.

Tingkat kematian juga tergantung pada sejumlah faktor seperti umur, kondisi kesehatan secara umum, dan akses ke layanan kesehatan.

Risiko tergantung usia?

Orang tua dan orang yang punya penyakit lebih besar kemungkinan untuk meninggal dunia akibat virus corona.

Perkiraan terakhir dari Imperial College London, tingkat kematian hampir 10 kali lipat bagi orang berusia 80 tahun ke atas dan lebih rendah bagi yang berumur di bawah 40.


Para ilmuwan banyak mempelajari kasus-kasus kematian akibat virus corona di China.

Penasihat medis pemerintahan Inggris, Profesor Chris Whitty, mengatakan meskipun tingkat kematian lebih tinggi bagi orang-orang tua, “kebanyakan orang tua hanya akan punya gejala ringan sampai sedang”.

Ia juga mengingatkan bahwa infeksi ini tak bisa dianggap remeh bagi orang muda, sembari menyebutkan bahwa banyak orang muda yang terinfeksi dan harus dirawat di unit perawatan intensif.

Jadi, bukan hanya usia yang mempengaruhi risiko infeksi.

Dalam analisis massal untuk lebih dari 44.000 kasus di China, kematian ditemukan lima kali lebih banyak pada orang-orang yang mengidap diabetes, tekanan darah tinggi atau masalah pernapasan.

Seluruh faktor ini berinteraksi satu sama lain dan kita belum tahu gambaran utuh risiko bagi tiap jenis orang di lokasi-lokasi berbeda.

Dan bahkan ketika pola-pola yang membentuk tingkat kematian di berbagai kasus bisa mengungkap siapa yang paling berisiko, tetap saja kita tak bisa tahu risiko pastinya untuk kelompok-kelompok tertentu.

Tak mudah memastikan tingkat kematian

Kebanyakan kasus infeksi corona tidak terhitung karena orang cenderung tak mengunjungi dokter ketika mengalami gejala ringan.

Pada tanggal 17 Maret, kepala penasehat ilmiah pemerintah Inggris, Sir Patrick Vallance, memperkirakan ada sekitar 55.000 kasus di Inggris, saat kasus yang sudah dipastikan (confirmed case) di bawah angka 2.000.

Membagi tingkat kematian dengan angka 2.000, akan memberi hasil yang lebih besar daripada membaginya dengan angka 55.000.

Ini merupakan salah satu alasan utama mengapa tingkat kematian pada kasus yang sudah dipastikan menjadi perkiraan yang buruk untuk tingkat kematian sesungguhnya.

Yaitu dengan membuat taksiran lebih tinggi padahal banyak kasus tak tercatat.

Namun ini juga bisa keliru untuk soal lain: memperkirakan tingkat kematian lebih rendah akibat tidak memasukkan orang-orang yang kini terinfeksi, tapi tidak dikonfirmasi, dan kemudian meninggal dunia.

Kenapa tingkat kematian berbeda antar negara?

Menurut riset yang dilakukan oleh Imperial College, kemampuan tiap negara berbeda untuk mendeteksi kasus dengan gejala ringan, sehingga sulit untuk mengkonfirmasi jumlah kasus.

Pengetesan virus juga berbeda antarnegara, dengan kemampuan melakukan pengetesan yang berbeda, serta aturan berbeda mengenai siapa yang dites.

Faktor-faktor ini terus berubah seiring waktu.

Pemerintah Inggris berencana untuk meningkatkan kapasitas pengetesan hingga 10.000 per hari, dengan sasaran bisa mencapai 25.000 per hari dalam waktu empat minggu.

Saat ini mereka membatasi pengetesan hanya kepada mereka yang dirawat di rumah sakit.


Jerman melakukan tes terhadap setidaknya 20.000 orang per hari.

Jerman punya kemampuan untuk mengetes lebih dari 20.000 kasus per hari dan telah melakukan pengetesan terhadap orang dengan gejala ringan.

Maka penghitungan mereka terhadap infeksi yang sudah dipastikan mampu menangkap seksi yang berbeda dalam piramida kasus yang diperlihatkan di atas.

Tingkat kematian di antara kasus yang sudah dipastikan di Jerman (kurang dari setengah persen) adalah yang terendah di Eropa.

Namun kini sedang diperkirakan akan meningkat karena komposisi pasien yang dites juga berubah.

Prognosis untuk masing-masing orang berbeda, tergantung pada perawatan dan layanan kesehatan yang tersedia.

Pada gilirannya, ini tergantung pada tahapan wabah yang sedang terjadi.

Jika layanan kesehatan kewalahan dan unit perawatan intensif tak bisa mengobati mereka yang butuh ventilator, maka tingkat kematian akan naik.

Bagaimana ilmuwan menghitung angka kematian?

Ilmuwan menggabungkan antara bukti-bukti individual untuk membuat perkiraan angka kematian.

Misalnya, mereka memperkirakan proporsi kasus dengan gejala ringan dari kelompok kecil yang diawasi dengan ketat, misalnya orang-orang yang baru kembali dari perjalanan luar negeri.

Temuan yang sedikit berbeda dari kelompok sasaran ini akan menambahkan angka ke data besar dalam gambaran yang lebih utuh.

Dan bukti-bukti ini akan berubah juga seiring dengan berjalannya waktu.

Paul Hunter, guru besar ilmu kedokteran di University of East Anglia, Inggris, menekankan bahwa tingkat kematian bisa naik dan turun.

"Misalnya Ebola, penyakitnya turun seiring waktu karena orang sudah mendapat pengobatan. Tapi bisa juga naik seandainya layanan kesehatan kewalahan, maka kita akan lihat kenaikan tingkat kematian," katanya.

Maka para ilmuwan memberi angka atas dan angka bawah, selain perkiraan yang paling mendekati. (bbc.com).

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar