Dukung Palestina, Mantan PM Israel Tolak Rencana Damai Trump

Kamis, 13/02/2020 12:38 WIB
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengadakan konferensi pers di New York, 11 Februari 2020.[REUTERS] (Tempo.co).

Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengadakan konferensi pers di New York, 11 Februari 2020.[REUTERS] (Tempo.co).

Jakarta, law-justice.co - Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert memastikan, Presiden Palestina Mahmoud Abbas hanyalah satu-satunya rekan Israel yang bisa diandalkan untuk pembicaraan perdamaian.

Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas bertemu dengan mantan Perdana Menteri Ehud Olmert pada Selasa di New York.

Keduanya berkomitmen untuk memulai kembali perundingan perdamaian sejak masa jabatan mantan pemimpin Israel tersebut selesai lebih dari satu dekade yang lalu Ehud Olmert sendiri menolak rencana perdamaian Trump.

Pertemuan New York dan konferensi pers keduanya mengundang kecaman keras dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang menuduh mereka berusaha merusak rencana perdamaian AS, menurut laporan The Times of Israel, 12 Februari 2020.

Menolak rencana Trump dalam konferensi pers bersama yang diadakan di sela-sela pertemuan Dewan Keamanan PBB, Abbas menyerukan dimulainya kembali perundingan yang telah ia lakukan dengan Olmert ketika dia menjabat perdana menteri Israel 12 tahun sebelumnya.

Keduanya telah membuat kemajuan nyata, kata Abbas, mengatakan dia sepenuhnya siap untuk melanjutkan negosiasi yang dirundingkan bersama Olmert di bawah payung hukum internasional, dan bukan berdasarkan rencana aneksasi dan melegalkan penyelesaian serta menghancurkan solusi dua negara.

"Abbas adalah orang yang damai. Dia menentang teror. Dan karena itu dia adalah satu-satunya mitra yang bisa kita andalkan," kata Olmert, yang duduk di samping pemimpin Palestina.

Olmert menyebut Abbas adalah satu-satunya mitra dalam komunitas Palestina yang mewakili rakyat Palestina, dan yang telah menyatakan bahwa ia siap untuk bernegosiasi.

Olmert mengatakan dia ingin melihat peluang untuk dialog baru dalam rencana perdamaian Trump.

"Rencana Trump mengulangi satu prinsip dasar yang merupakan titik awal untuk segalanya, solusi dua negara," kata Olmert, dikutip dari Jerusalem Post. Menurutnya, solusi dua negara harus berdasarkan perundingan kedua belah pihak.

"Saya berharap bahwa pihak Palestina dan Presiden serta penasihat utamanya Saeb Erekat tidak akan mengabaikan bahwa ada komitmen untuk solusi dua negara dalam rencana tersebut," kata Olmert.

Abbas mengatakan kepada wartawan pesan yang sama yang dia sampaikan di Dewan Keamanan PBB, bahwa dia menolak Kesepakatan Abad Ini, yang antara lain tidak menawarkan Palestina sebuah negara berdasarkan batas wilayah 1967.

"Apa yang disebut Kesepakatan Abad Ini menyangkal legalitas internasional dan menghancurkan kemungkinan solusi dua negara," kata Abbas.

Pembicaraan antara Olmert dan Abbas macet pada 2008 di tengah masalah hukum pemimpin Israel dan operasi Israel di Jalur Gaza. Olmert mengatakan bahwa ia mengusulkan pada 2008 untuk melepaskan hampir seluruh Tepi Barat ke Abbas, dengan pertukaran lahan satu-satu, membagi Yerusalem untuk memungkinkan ibu kota Palestina dan mengakui kedaulatan Israel di Lembah Suci ke perwalian internasional.

Abbas tidak merespons tawaran itu.

Netanyahu menggantikan Olmert sebagai perdana menteri pada 2009 dan terakhir bertemu Abbas untuk negosiasi langsung pada 2010.

Olmert kemudian dihukum dan dipenjara karena serangkaian tuduhan korupsi.

Sejak itu, baik Benjamin Netanyahu dan Mahmoud Abbas telah menuduh satu sama lain merusak upaya untuk memajukan perdamaian palestina dan Israel.

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar