Bongkar Tuntas Kasus OTT Sumut, Pintu Masuk Tangani Dugaan Krupsi Blok Medan dan Gank Solo

OTT “Anak Emas Gubsu” Sinyal Habisi Blok Medan

Sabtu, 05/07/2025 17:36 WIB
Cover Investigasi: OTT KPK Terhadap Kepala PUPR Sumut yg kerap dipanggil ketua kelas, menyenggol Blok Medan. (Ilustrasi)

Cover Investigasi: OTT KPK Terhadap Kepala PUPR Sumut yg kerap dipanggil ketua kelas, menyenggol Blok Medan. (Ilustrasi)

law-justice.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan OTT dan menangkap Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting dalam dugaan kasus korupsi proyek jalan. Sosok yang kerap dipanggil Ketua Kelas oleh sejawatnya ini dikenal akrab dengan menantu mantan Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution. Ingatan publik kembali pada Blok Medan. Apakah kali ini kasus dugaan korupsi ini akan menjerat Blok Medan?

Pada Kamis (26/6/2025) tim KPK melakukan operasi tangkap tangan. Kali ini operasi dilakukan di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Sebanyak  enam orang berhasil dicokok oleh tim penyidik KPK. Keenamnya lalu diterbangkan ke Jakarta untuk diperiksa di Kantor KPK di Kuningan, Jakarta Selatan. Setelah melalui pemeriksaan, KPK lalu menetapkan sebanyak 5 orang sebagai tersangka pada Jumat (27/6/2025). Para tersangka tersebut adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumatera Utara Topan Obaja Putra Ginting. Topan beserta empat orang lainnya menjadi tersangka dugaan suap proyek pembangunan jalan bernilai Rp 231,8 miliar.

Empat tersangka lainnya adalah Kepala UPTD (Unit Pelaksana Tenis Daerah) Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES); Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN (Pelaksanaan Jalan Nasional) Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL); Direktur Utama PT DNG (Dalihan Natolu Group), M. Akhirun Efendi Siregar (KIR); serta Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).

Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (kedua kanan) bersama tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara, di Gedung Merah Putih KPK. (Antara via Kumparan)

Hal yang menarik adalah kedekatan Topan dengan Gubernur Sumatera Utara Muhammad Afif Bobby Nasution alias Bobby Nasution. Topan dikenal sebagai orang kepercayaan menantu mantan Presiden Joko Widodo ini. Kedekatan keduanya mulai diketahui publik saat Bobby menjabat Wali Kota Medan, Topan Ginting adalah Kepala Dinas Sumber Daya Air Bina Marga dan Konstruksi, sebelum ditunjuk sebagai Penjabat Sekda Kota Medan pada Mei 2024 hingga Februari 2025 atau selama masa Pilkada 2024.

Kedekatan Topan yang juga kerap disapa ‘Ketua Kelas’ sejawatnya dengan sosok Bobby lantas memantik desakan publik agar KPK segera memeriksa yang bersangkutan. Apalagi dalam proyek yang tengah disidik tersebut, Bobby diketahui pernah meninjau langsung lokasi proyek tersebut bersama Topan dan pengusaha yang melaksanakan proyek tersebut.

Plt. Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan penyidikan kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara serta Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara, bakal berjalan sebaik-baiknya. Keterlibatan Gubernur Sumut, Bobby Nasution, turut menjadi variabel penyidikan yang masih berlangsung sampai saat ini, meski sudah ada 5 tersangka yang dijerat komisi antirasuah. “Prinsipnya bukan hanya ada aliran uang. Yang kami telusuri juga apakah ada perintah dari pimpinan tertinggi dalam perkara ini adalah gubernur,” kata Asep kepada Law-justice, Rabu (2/7/2025).

Menurut Asep, dua proyek terkait perbaikan jalan ini terbagi dalam dua klaster. Dan anggarannya jelas mengalir dari anggaran daerah sehingga birokrasinya melibatkan pimpinan di level paling atas. Adapun sebelum proyek digarap, mesti ada perencanaan yang juga melibatkan gubernur, selain dari Kepala Dinas PUPR setempat. “Kami akan melihat bagaimana konfilik kepentingan itu terjadi. Suap yang terjadi apakah ada instruksi atau arahan dari atas atau seperti apa,” tutur dia. 

Menghadapi perkembangan penanganan kasus ini, Bobby pun angkat suara. Dia mengatakan pihaknya telah mengingatkan jajarannya untuk tidak terlibat korupsi. Bobby juga menyatakan kesiapannya jika penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggilnya untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus suap di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). "Dilihat saja nanti di sana (KPK) ya,” ujarnya melalui keterangan yang diterima, Kamis (03/07/2025). "Kami di Pemprov Sumut, baik itu bawahan maupun atasan yang ada menerima aliran dana wajib memberikan keterangan sesuai proses hukum," kata Bobby Nasution.

Infografis: Kekayaan dan bisnis yang dimiliki Bobby Nasution. (Diolah dari berbagai sumber)

Menantu mantan presiden Jokowi itu mengklaim tidak menerima aliran dana meskipun ia pernah bersama Kadis PUPR Topan Ginting meninjau proyek pembangunan jalan yang ternyata jadi bancakan korupsi dan kini ditangani KPK. Ia membeberkan bila ia meninjau langsung ke lokasi untuk melihat secara langsung kondisi jalan karena selama ini hanya melalui foto saja. "Mengingat jalan yang akan diperbaiki menggunakan anggaran yang tidak sedikit, saya meninjau langsung," ujar Bobby.

Pintu Masuk Usut Kasus Dugaan Korupsi Blok Medan dan Gank Solo

Menilik operasi tangkap tangan di Sumatera Utara ini,  Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan bahwa KPK harus melakukan penyelidikan mendalam terkait kasus bancakan ini. Baginya, jangan sampai KPK cuma menangkap bagian kecil dari praktik korupsi, sementara pihak-pihak yang lebih besar justru lolos dari jeratan.

Menurut Boyamin, pola suap dalam kasus ini berbeda dari biasanya. Pembayaran untuk Topan belum dilakukan karena dijadwalkan baru dibayarkan setelah proyek selesai. Sebab biasanya, suap diberikan di awal agar proses proyek cepat selesai. “Berarti melibatkan di birokrasi teratas, sulit kalau tidak melibatkan seorang gubernur dengan proyek sebesar ini,” kata Boyamin kepada Law-justice, Jumat (4/7/2025).

Boyamin mewanti-wanti soal penyelidikan KPK harus difokuskan pada kemungkinan adanya sistem patronase dalam pembagian proyek di Sumatera Utara. Terlebih, Topan bukan pejabat biasa. Ini lantaran Topan dikenal sebagai orang kepercayaan Bobby. Adapun Topan bukan sosok asing di lingkaran kekuasaan Bobby. Sebelum menjabat Kepala Dinas PUPR, ia memimpin beberapa dinas di Kota Medan saat Bobby masih wali kota. Empat hari setelah Bobby resmi menjadi gubernur, Topan langsung dipromosikan ke posisi strategis tersebut. Karena kedekatannya, Topan dijuluki “ketua kelas” oleh pejabat birokrat lokal. “Relasi-relasi kerja ini jangan diabaikan oleh penyidik. Kan dalam korupsi, pintu masuk paling awal itu adalah konflik kepentingan,” ujar Boyamin.

Boyamin Saiman, Koordinator MAKI. (Antara via Fajar)

Kata dia, hubungan erat ini memunculkan pertanyaan penting, meski beberapa pihak mungkin berpura-pura tidak tahu. “Apalagi Bobby dan Topan kan pernah terekam mengunjungi proyek saat berjalan dan sebelumnya saat melihat kondisi jalan. Kesaksian Bobby perlu digali oleh penyidik, jangan ragu lagi,” ujarnya.

Dugaan keterlibatan Bobby dalam kasus bancakan bukan kali ini saja, Boyamin pun menyoroti ihwal peranan menantu Jokowi itu dalam izin usaha pertambangan di Maluku Utara yang menyeret mantan Gubernur Abdul Gani Kasuba. “Semua kan dibuka dalam persidangan terbuka. Ada jelas pernyataan dengan Bobby terkait tambang yang diurus,” kata Boyamin

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ternate, mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, berusaha meyakinkan jaksa bahwa dirinya pernah menerima panggilan telepon dari Kahiyang Ayu pada tahun 2022. Saat itu, Kahiyang menanyakan soal konsesi tambang nikel yang berlokasi di Halmahera Timur. Jaksa kemudian memastikan apakah yang dimaksud adalah putri Presiden Joko Widodo yang juga istri Wali Kota Medan, Bobby Nasution. Lalu Gani membenarkan hal itu.

Di persidangan, sejumlah saksi mengungkap keberadaan istilah “Blok Medan”, yang merujuk pada wilayah tambang nikel tertentu di Halmahera. Abdul Gani turut memberikan keterangan tentang hal ini. Pada Kamis, 26 September 2024, Gani divonis bersalah dan dijatuhi hukuman delapan tahun penjara serta denda Rp 300 juta, dengan subsider lima bulan kurungan. Pada Maret 2025, Gani meninggal dunia.

Adapun Istilah “Blok Medan” muncul dalam rangkaian pertanyaan yang diajukan oleh jaksa penuntut, termasuk soal komunikasi Gani dengan Kahiyang. Saksi pertama yang menyebut istilah tersebut dalam persidangan adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Maluku Utara, Suryanto Andili. Ketika diminta menjelaskan, Suryanto mengatakan bahwa “Blok Medan” adalah konsesi tambang yang diduga diperuntukkan bagi Bobby Nasution. Hal ini juga dibenarkan oleh saksi lain. Namun, Gani menyebutkan bahwa pemilik konsesi tersebut adalah Kahiyang.

Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Ternate, Maluku Utara, Rabu (15/5/2024). Dalam sidang perkara inilah mengemuka terminologi Blok Medan. (Antara via Tirto)

Keterlibatan Bobby dan Kahiyang dalam isu tambang di Maluku Utara mulai terlacak sejak 2021. Dalam sidang, Suryanto menjelaskan bahwa saat itu pihaknya sedang mengurus surat rekomendasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk PT Petrolum Friska Perkasa, perusahaan milik Silfana Bachmid. Ketika itu, Suryanto masih menjabat staf di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang dipimpin Bambang Hermawan. Lokasi tambang yang diajukan PT Petrolum berada di Desa Tutuling Jaya, Kecamatan Wasile Timur, Halmahera Timur. Berdasarkan data dari situs resmi Kementerian Hukum dan HAM, nama perusahaan tersebut kini tidak lagi tercantum.

Dalam proses pengurusan itu, Suryanto juga menerima usulan WIUP lain dari Muhaimin Syarif alias Ucu, mantan Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara sekaligus staf ahli Gubernur Abdul Gani. Lokasi yang dimaksud disebut sebagai Blok Foli. Nama perusahaan dalam usulan WIUP Syarif adalah PT Lipu Jaya Mineral, yang sahamnya dikendalikan oleh PT Mineral Trobos—perusahaan tambang nikel di Maluku Utara. Untuk memperlancar penerbitan surat rekomendasi WIUP tersebut, Syarif terbang ke Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, menemui Abdul Gani. Setelah pertemuan itu, Gani diduga memerintahkan Suryanto dan Bambang untuk mempermudah proses usulan tersebut.

Di saat bersamaan, Syarif juga mengurus WIUP untuk perusahaan-perusahaan lainnya. Jaksa mengungkap bahwa selama 2021, Syarif mengajukan 13 WIUP. Di sinilah konflik mulai terjadi, karena salah satunya—yakni WIUP milik PT Petrolum Friska Perkasa—ternyata tumpang tindih dengan milik PT Lipu. Gani mengetahui konflik ini dan memerintahkan bawahannya untuk menyelesaikan persoalan tersebut agar tidak menjadi masalah saat diajukan ke Kementerian ESDM.

Namun, persoalan tumpang tindih tetap berlanjut hingga tahun berikutnya. Di sisi lain, Syarif terus memasukkan permohonan rekomendasi WIUP ke Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Jaksa mencatat, total ada 57 surat rekomendasi WIUP yang diajukan Syarif, termasuk untuk tujuh wilayah tambang nikel yang terkait dengan perusahaan afiliasi PT Mineral Trobos.

Setelah menerima telepon dari Kahiyang pada 2022, Abdul Gani terbang ke Medan bersama anak dan menantunya, Nazla dan Reza. Muhaimin Syarif dan istrinya, Olivia Bachmid, juga turut serta. Karena atasannya, Bambang Hermawan, sedang sakit, Suryanto ikut dalam perjalanan tersebut. Di Medan, mereka sempat makan malam bersama Bobby Nasution dan Kahiyang di sebuah restoran. “Dari uraian di persidangan, sulit membantah tidak adanya kaitan Bobby dalam izin pertambangan itu,” tukas Boyamin.

Analis politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidillah Badrun mengatakan dugaan masuknya Bobby dalam pusaran korupsi proyek jalan di Sumut menjadi pintu masuk yang kesekian kalinya bagi penegak hukum untuk membongkar kelindan keluarga Jokowi dalam kasus korupsi. Dia merinci mulai kasus dugaan TPPU yang melibatkan Kaesang dan Gibran dalam perusahaan holding GK Hebat, pemberian fasilitas private jet untuk Kaesang dan istrinya hingga blok medan yang diduga melibatkan Bobby. “Saya rasa KPK tidak perlu takut atau ragu saat ini untuk benar-benar memeriksa Bobby,” tutur Ubaid kepada Law-justice, Kamis (3/7/2025).

Analis politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidillah Badrun. (Instagram:/@Ubedilahbadrun.offcial)

Kata Ubaid, KPK di masa lampau yang dipimpin Firli Bahuri bisa saja disandera kepentingan politik hingga akhirnya tidak bisa memproses lebih lanjut laporan yang dilaporkan atas keterlibatan keluarga Jokowi dalam kasus hukum, termasuk dugaan korupsi. Akan tetapi kini, dia bilang tekanan politik semestinya bisa diredam, seiring sudah terjadinya pergantian kekuasaan presiden. “Walau ada hubungan antara Jokowi dan Prabowo sebagai teman politik, tetapi kekuasaan tertinggi bukan lagi di tangan Jokowi,” kata Ubaid.

Ubaid belum terpikir untuk mengadvokasi dugaan keterlibatan Bobby dalam kasus korupsi di Sumut ini. Dia saat ini justru mendorong laporan yang sebelumnya dilayangkan ke KPK terkait dugaan penyimpangan yang dilakukan Kaesang-Gibran bisa diusut oleh KPK. “Laporan masih belum bisa ditindaklanjuti atau deadlock. Saya berharap ini (dugaan keterlibatan Bobby di korupsi proyek jalan) bisa memantik penelusuran kasus yang saya laporkan sebelumnya,” ucap dia.

DPR Ingatkan Boby, Jangan Main-main

Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus mengingatkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution untuk tidak main-main dalam mengelola anggaran daerah. Dia menegaskan para pemimpin daerah yang baru menjalankan pemerintahan sekitar enam bulan ini, harus peka terhadap kondisi keuangan negara yang sedang tidak baik-baik saja. Deddy menyatakan bila Komisi II DPR RI sebagai mitra pemerintah daerah dan Kemendagri, memiliki tanggung jawab moral untuk mengingatkan pada mitra kerja. "Apalagi sekarang masih masa transisi kepala daerah baru. Pemerintah pusat sedang mengetatkan anggaran dan belanja publik karena tekanan utang negara," kata Deddy ketika dikonfirmasi, Kamis (03/07/2025).

Politisi PDIP tersebut berharap para pejabat daerah bisa mengambil pelajaran dari berbagai kasus korupsi yang mencuat belakangan ini, termasuk di Sumut. "Jangan sampai uang negara yang sudah sedikit itu, masih juga ada yang bermain-main. Mudah-mudahan kasus yang terjadi di Sumut ini jadi pembelajaran. KPK sekarang serius, jadi hati-hati. Uang udah sedikit, masih mau disikat juga, tentu sudah kebangetan," ujarnya.

Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus. (eMedia DPR)

Terkait OTT KPK di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) pada 27 Juni lalu, Deddy enggan berkomentar lebih jauh. Termasuk soal aliran dana yang diduga menyasar ke Gubernur Bobby. Ia menegaskan, ranah hukum sepenuhnya menjadi kewenangan KPK. "Saya tidak tahu fakta hukumnya. Tapi kalau sudah OTT, berarti ada fakta hukum, kan? Di luar itu, saya tidak tahu. Yang tahu ya KPK dong," imbuhnya.

Sementara itu, terkait OTT yang dilakukan oleh KPK selain menyeret Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Bendahara DPD Golkar Tapanuli Selatan Akhirun Piliang juga ikut terseret dalam kasus tersebut. Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD Golkar Provinsi Sumatera Utara, Musa Rajekshah menegaskan bahwa tertangkapnya bendahara DPD Tapanuli Selatan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak ada kaitannya dengan partai. "Benar itu infonya Bendahara Golkar Tapsel ikut terjaring. Tapi ini tidak ada kaitannya dengan Partai Golkar," tegas Politisi yang akrab disapa Ijeck tersebut melalui keterangan yang diterima, Jumat (04/07/2025).

Ijeck mengatakan bahwa dugaan korupsi yang menjerat Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting tersebut, murni perbuatan pribadi. "Ini kan atas nama pribadi dengan usahanya sendiri," katanya.

Ijeck sendiri mendukung ketegasan KPK dalam mengupas tindak pidana korupsi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Dari Golkar sendiri, kata Ijeck tidak ada memberikan bantuan hukum apapun terhadap Akhirun Piliang. "Kita mendukung KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi. Kami tak ada pendampingan hukum,” jelasnya.

Sejauh ini, Ijeck yang juga Anggota Komisi V DPR RI tersebut belum mengetahui secara pasti peran dari Akhirun Piliang dalam tangkap tangan KPK tersebut.  Secara jelasnya, DPD Golkar Sumut akan memberikan ketegasan, bilamana seluruh kader mencoba untuk melakukan tindakan-tindakan yang merugikan negara maupun partainya. “Kalau nanti terbukti bersalah pasti akan kita copot ya. Kami Golkar tegas, kalau anggota siapapun itu, kalau bermasalah dengan hukum pasti kita keluarkan. Belum (dicopot), karena kan baru OTT ya, statusnya nanti tersangkanya kalau sudah terdakwa pasti akan kita copot, tapi nanti dengan tersangka pun kalau sudah pasti (keterlibatannya), kita nggak nunggu persidangan, kita copot,” ujarnya.

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan bahwa pengaturan proyek yang dilakukan oleh para tersangka dengan menggunakan e-katalog untuk memenangkan penyedia yang terlibat. “Terbongkarnya kasus korupsi pembangunan dan pemeliharaan jalan di Provinsi Sumatera Utara membuktikan bahwa platform katalog elektronik tidak serta-merta menutup celah korupsi dalam proyek pemerintah. Alih-alih menjadi alat pencegah korupsi, sistem digital justru kerap dijadikan kedok legal untuk meloloskan penyedia yang telah bersekongkol dengan oknum pelaku pengadaan,” kata Wana, Kamis (3/7/2025).

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah. (iNews) 

Banyaknya kasus korupsi yang ditangani oleh penegak hukum membuktikan bahwa adanya sistem elektronik tidak cukup untuk mencegah korupsi. Penggunaan platform digital wajib disertai dengan keterbukaan informasi kontrak pengadaan sesuai dengan Pasal 15 ayat (9) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021, yang mencakup informasi tahap perencanaan, tahap pemilihan, dan tahap pelaksanaan. Sayangnya, hingga saat ini Peraturan di atas tidak dijalankan sehingga menyulitkan publik untuk melakukan pengawasan.

“Sejak 2023 ICW telah mengidentifikasi delapan potensi kecurangan dalam metode e-purchasing pada proses pengadaan publik. Salah satu modusnya yakni adanya persekongkolan antara penyedia dengan pejabat pengadaan untuk pengaturan proyek. Kasus korupsi di Dinas PUPR Sumatera Utara membuktikan bahwa modus tersebut patut dilakukan oleh para pihak”, ucap Wana.

Bahkan, berdasarkan penelusuran melalui sumber terbuka pada tanggal 27 Juni - 3 Juli 2025, diketahui bahwa Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution ikut meninjau jalan yang rencananya akan dibangun melalui proses pengadaan. “Dengan terlibatnya Bobby Nasution meninjau jalan, maka patut diduga ia mengetahui adanya proyek yang akan dilaksanakan pada lokasi tersebut dan berpotensi mengetahui persekongkolan yang dilakukan oleh Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera utara,” ucap dia.

Keberanian, integritas dan independensi Komisi Pemberantasan KOrupsi dipertaruhkan dalam penanganan kasus ini. Jika KPK mmeilih untuk menuntaskan kasus ini secara profesional, tentunya akan menjadi laverage bagi citra KPK yang semakin merosot. Posisi KPK sebagai monster pemberantas korupsi, kini senyap. Belakangan, KPK hanya menangani kasus-kasus recycle yang sebenarnya sudah pernah ditangani.

Dalam menangani kasus ini pun, nyali KPK masih dipertanyakan. Sebab, pagi-pagi KPK sempat meralat pernyataan untuk segera memeriksa Bobby Nasution, alih-alih menyatakan akan menunggu perkembangan penyidikan. Tak salah jika masyarakat ramai-ramai bakal memelototi kinerja KPK dalam pennaganan perkara ini. Bagaimana pun, kedigdayaan KPK di masa lalu diharapakan akan bangkit dan menuntaskan sejumlah kasus korupsi yang nyaris musykil diselesaikan.

Kita hanya bisa menungug, apakah KPK mampu menjadikan OTT di Mandailing Natal ini sebagai pintu masuk untuk membongkar kasus dugaan korupsi yang lebih besar dan berdampak. Kasus seperti Blok Medan dan adanya dugaan korupsi penyalahgunaan jabatan di asa lalu oleh Gank Solo tampaknya teah emnjadi daftar tunggu. Sejumlah aktifis telah melaporkan kasus-kasus tersbet ke KPK. Kita tunggu saja.

 

Rohman Wibowo

Ghivary Apriman 

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar