Proyeksi Megaholding Danantara Pengelola Rp14.000 Triliun aset BUMN, Pusat Pertumbuhan atau Bakal Jadi Ladang Korupsi?
Membongkar Aroma Oligarki Di Danantara

Ilustrasi.
law-justice.co - Presiden Prabowo mengenalkan konsep Danantara. Mulanya ini dikonsepsikan sebagai badan yang menaungi BUMN. Badan ini diyakini bakal menggantikan Kementerian BUMN yang terlalu birokratis. Badan ini didaku akan menjadi induk dari superholding ala Temasek. Setidaknya, itu yang dipahami publik. Nyatanya, saat diresmikan oleh Presiden Prabowo pada Senin (24/2/2025) badan yang bernama resmi Badan Penyelenggara Investasi Dana Aganata Nusantara (BPI Danantara) ternyata fungsinya tak lebih kepada SWF yang bakal mengelola aset dan investasi BUMN. Setidaknya aset senilai Rp14.000 triliun yang bakal terlibat di badan ini.Namun, punggawanya ternyata tak lebih merupakan pindahan dari Tim Sukses Prabowo-Gibran.
Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak menyambut positif kelahiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai bagian dari penguatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Pembentukan Danantara oleh Presiden Prabowo Subianto sejalan dengan visi besar Astacita yang bertujuan membawa perekonomian Indonesia ke tingkat lebih tinggi melalui investasi berkelanjutan dan inklusif.
Meskipun demikian, Amin menyebut setiap investasi yang dilakukan Danantara harus diumumkan secara terbuka dan berbasis kajian ekonomi yang kuat. Hal ini untuk mencegah potensi benturan kepentingan, intervensi politik, dan moral hazard dalam pengelolaan. “Saya mendorong pengelola Danantara untuk selalu bersikap profesional, menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, dan terbuka kepada publik. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat dapat terjaga dan Danantara bisa menjadi contoh holding BUMN yang berintegritas,” ujar Amin kepada Law-Justice, Selasa (25/02/2025).
Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS itu menegaskan peran strategis Danantara dalam mendukung pencapaian Asta Cita yang menjadi visi besar pembangunan nasional. Amin menambahkan Danantara ini bisa berperan sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi nasional dengan berinvestasi di sektor-sektor prioritas.
Kemajuan di sektor energi terbarukan, manufaktur maju, industri hilir, dan produksi pangan dapat meningkatkan daya saing global Indonesia dan mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dalam lima tahun ke depan, sesuai dengan misi Astacita. “Lahirnya Danantara adalah momentum penting untuk memperkuat ekosistem BUMN dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Saya berharap pengelola Danantara dapat bekerja keras, profesional, dan inovatif dalam menjalankan mandat besar ini,” ujar Amin.
Ia menyebut bahwa dengan pengelolaan investasi yang efektif, Danantara dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri menyambut baik peluncuran Danantara dan menyebutnya sebagai niat baik dan komitmen bersejarah dari Presiden Prabowo. Hanif menyambut hal tersebut karena niat baik dan komitmen bersejarah Presiden Prabowo untuk mengelola kekayaan negara secara produktif dan berkelanjutan. "Kita wajib mendukungnya, harus menjaga dan mengawalnya", ujar Hanif usai acara kepada Law-Justice, Jumat (28/02/2025).
Namun demikian, Hanif yang juga Wakil Ketua Umum DPP PKB menekankan pentingnya tata kelola yang transparan, profesional, dan berorientasi jangka panjang. “Ini langkah maju dalam pengelolaan aset negara, tapi tantangannya besar. Danantara harus dikelola secara profesional dan bebas dari intervensi politik agar tidak menjadi masalah di kemudian hari dan membebani negara,” imbuhnya.
Dengan nilai aset yang diproyeksikan lebih dari 900 miliar dolar AS, Danantara digadang-gadang sebagai salah satu Sovereign Wealth Fund (SWF) terbesar di dunia. Lembaga ini akan berinvestasi di sektor strategis seperti energi hijau, infrastruktur, dan industri manufaktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Menteri Ketenagakerjaan RI periode 2014-2019 ini menegaskan Komisi XI DPR akan mengawasi kinerja Danantara agar tetap akuntabel dan transparan. “Setiap keputusan investasi harus berbasis kajian yang matang dan jelas manfaatnya bagi rakyat. Kita tidak ingin ada kasus seperti 1MDB di Malaysia yang justru merugikan negara,” tegasnya.
Resistensi Pasar
Lahirnya Danantara sebagai lembaga yang akan mengelola dana BUMN ini menghadirkan mimpi sebuah superholding yang akan bekerjad alam dua aras, ivestasi dan operasional holding. Jika melihat dalam struktur BPI, dua sektor ini akan digarap secara paralel. Mimpi dari pembentukan badan ini tentunya adalah memiliki superholding BUMN ala Temasek milik Singapura. Danantara diharapkan akan mampu menjadi pusat pertumbuhan ekonoi baru, dengan meningkatkan efisensi dan efektifitas BUMN.
Namun, minimnya sosialisasi mengenai Danantara ini, ditambah lagi rilisnya yang terkesan serna mendadak. Walhasil, kemunculannya justru lebih memantik keraguan dan kecemasan. Pasar pun merespon negatif peluncuran badan ini. Mantan Sekteratis BUMN Said Didu menilai dari simpang-siurnya Danantara, tidak mengherankan ketika tingkat kepercayaan pasar terhadap perusahaan pelat merah merosot tajam, bahkan sebelum peluncuran. Adapun harga saham bank negara year to date di bursa turun serempak. Mulai dari BNI turun 8,59 persen, Bank Mandiri terjun ke 16,07 persen dam BRI melemah 4,75 persen. Di sektor lain, nilai saham BUMN seperti PT Semen Indonesia Tbk pun melorot 22,49 persen.
Ditambah, IHSG terkoreksi negatif saat peluncuran Danantara. Adapun IHSG ditutup melemah pada level 6.749,60 atau minus 0,78 persen dibanding penutupan perdagangan pada akhir pekan sebelumnya. Rinciannya ada 351 saham melemah dan 218 saham stagnan. Belum lagi, sejumlah emiten dari BUMN juga anjlok saat Danantara diresmikan. BNI ditutup turun 2,33 persen atau 100 poin di level 4.200 pada perdagangan terakhir. Juga, saham Bank Mandiri yang turun 0,99 persen atau 50 poin ke level 5.025. “Sinyal pasar in bisa menjadi sinyal yang tidak baik sekaligus kekhawatiran soal risiko ekonomi dan politik dari Danantara,” kata Said Didu.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola menilai dana besar berada di bawah kendali Danantara. Sebagai badan yang didorong sebagai pengelola modal terbesar di Indonesia, BPI Danantara diproyeksikan akan dapat mengelola aset hingga US$ 900 miliar atau sekira Rp 14,715 triliun. Namun, di awal operasinya, BPI Danantara akan mengelola dana sebesar Rp 300 triliun. Pada tahap ini, kata dia, dana sebesar triliunan rupiah itu berasal dari hasil efisiensi atau pemangkasan anggaran beberapa lembaga pemerintahan, baik kementerian maupun pemerintah daerah, termasuk lembaga yang secara langsung bertanggung jawab pada layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan.
Dia mewanti-wanti pembiayaan Danantara bakal digunakan untuk menjalankan 20 Proyek Strategis Nasional (PSN) di antaranya proyek yang berkaitan dengan hilirisasi tambang seperti: nikel, bauksit, tembaga, kilang minya, petrokimia, serta proyek energi baru dan terbarukan. Selain proyek hilirisasi tambang, kucuran juga digunakan untuk pembangunan pusat data, pembangunan kecerdasan buatan, produksi pangan dan protein serta akuakultur.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengatakan bila DPR akan mengawasi ketat kinerja Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Pengawasan untuk memastikan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau investasi negara digunakan sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas guna mencegah potensi terjadinya korupsi. "Kami memastikan bahwa BPI Danantara diawasi dengan baik sehingga dapat menjadi instrumen kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Darmadi kepada Law-Justice, Kamis (27/02/2025).
Ia menghimbau masyarakat agar tidak khawatir dengan pembentukan BPI Danantara dan tidak terburu-buru menarik dana dari bank pemerintah. Pemerintah, ia menambahkan, telah memastikan dana tabungan masyarakat tetap aman serta tidak terdampak keberadaan lembaga investasi baru ini. "Kunci dari keberhasilan lembaga ini adalah implementasi dan pengawasannya. DPR akan terus mengevaluasi kinerja Danantara agar tetap kredibel dan efektif," ujar politikus PDIP ini.
Kredibilitas, Oligarki dan Potensi Ladang Korupsi
Darmadi berharap Danantara dapat menjadi motor penggerak ekonomi nasional yang berintegritas serta mampu membawa Indonesia ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Untuk itu, Darmadi meminta Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) harus independen dan jangan diintervensi secara politik. Hal demikian dikatakan Durmadi demi mencegah nasib Danantara seperti 1Malaysia Development Berhad (1MDB). "Makanya, nanti intervensi politik ini enggak boleh ada lagi dalam Danantara ini," imbuhnya.
Diketahui, 1MDB didirikan di Malaysia semasa kepemimpinan Najib Razak. Lembaga itu awalnya dibentuk sebagai badan investasi demi menumbuhkan perekonomian Negeri Jiran. Belakangan, terjadi penyalahgunaan dalam pengelolaan dana 1MDB yang menyeret Najib Razak dalam kasus korupsi. Legislator Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan persoalan 1MDB akibat intervensi politik sehingga muncul kerugian negara akibat pengelolaan dana. "1MDB itu, kan, juga ada intervensi politik. Begitu intervensi politik ini masuk, saya pikir semuanya akan berantakan juga begitu, kan," ujarnya.
Legislator Dapil III Jakarta itu berharap pemerintahan menjaga Danantara dari intervensi politik dan meminta politikus tidak merecoki kerja lembaga tersebut. "Jangan sampai banyak politikus, banyak pejabat-pejabat yang ikut mengintervensi Danantara ini," ujarnya.
Dia mengatakan Danantara seharusnya bisa dikelola seperti Temasek di Singapura yang tak terkena intervensi politik. "Kalau seperti di Singapura, kan, semuanya serba bagus, Jadi bersih, tidak parasit, dan tidak koruptif," katanya.
Pemerintah diminta untuk berhati-hati dalam pengelolaan Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Sebab, ujar Darmadi ini akan menentukan eksistensi badan baru tersebut akan menjadi malaikat atau monster bagi bangsa ini. “Makanya saya selalu menekankan, ini kita menciptakan malaikat yang mensejahterakan bangsa, atau kita menciptakan monster,” ujarnya.
Ia berpandangan, bila pengelola BPI Danantara bekerja dengan integritas maka sovereign wealth fund (SWF) milik Indonesia itu akan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di tanah air. “Kalau tidak diawasi baik, dia akan menjadi monster ini, tapi kalau diawasi dengan baik, dia bekerja dengan baik, kami harapkan integritasnya baik,” ucap politikus dari Fraksi PDI Perjuangan ini. “Maka dia akan menjadi malaikat penyelamat bagi bangsa ini, dan dia akan membawa negara Indonesia ini terbang tinggi begitu,” sambungnya.
hal serupa juga disampikan Alvin. Dia menilai dana sebesar itu bisa berpotensi menjadi lahan bancakan jika tidak ada pengawasan yang cukup. Adapun kekhawatiran soal fungsi pengawasan di Danantara terletak pada siapa saja yang mengisi pos jabatan badan pengelola dana investasi itu. “Dana yang dikelola begitu banyak, dan bisa saja rawan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu yang tentu menyimpang,” kata Alvin kepada Law-justice, Kamis (27/2/2025).
Apalagi dia melihat nama-nama yang menjadi punggawa badan ini terkesan homogen, nyaris emuanya merupakan oranga dekat Parbowo yang menjadi bagian dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu. Dilihat dari struktur terdapat nama Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono hingga Tony Blair sebagai dewan penasehat. Kemudian, Rosan Roeslani yang juga sebagai Menteri BKPM ditunjuk sebagai CEO. Juga ada Pandu Sjahrir, salah satu petinggi PT Toba Bara dan Dony Oskaria yang juga sebagai Wakil Menteri BUM sebagai Chief Investment Officer. Selain itu terdapat nama Menteri BUMN Erick Thohir yang menjadi Ketua Dewan Pengawas dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di jajaran dewan pengawas.
Menurut Alvin, munculnya nama-nama yang terpapar sebagai politically exposed person (PEPs) dalam struktur Danantara menjadi sebuah indikasi yang mengarah potensi konflik kepentingan. “Di mana yang paling mencolok adalah munculnya nama-nama yang di satu sisi adalah bagian dari kabinet pemerintah sebagai regulator, juga merangkap sebagai eksekutor. Peran garda ini tentu akan menimbulkan kegamangan bagi para investor mengenai keamanan dan keberlanjutan investasi serta menajemen risiko yang harus dihadapi,” ujar Alvin.
Kata Alvin, karena orientasi pembentukan Danantara ditujukan pada pengelolaan investasi yang besar, maka kerangka regulasi yang ada harusnya mencakup sampai dengan mekanisme pengawasan independen, pelibatan masyarakat secara partisipatif hingga penilaian dan manajemen risiko bagi perusahaan. “Ketiga syarat ini harus ditempatkan pada regulasi yang mengikat dan ketat. Seperti pelibatan lemabga negara DPR dengan fungsi pengawasannya. Juga BPK dengan auditnya dan KPK melalui instrumen penegakan hukum dan integritasnya,” uja dia.
Selain itu, ujarnya, jika berkaca dari Temasek di Singapura, bahwa Temasek diawasi oleh parlemen dan diaudit oleh auditor independen yang secara kredibilitas sangat mumpuni. Sebaliknya, dia pun mewanti-wanti agar Danantara tak seperti 1MDB Malaysia yang terkena skandal korupsi. “Bagi Danantara penting untuk membuat peta jalan pengelolaan investasi yang berisi tentang cetak biru bisnis proses, model investasi berkelanjuan, pencegahan dan pengawasan korupsi yang terkait dengan pengendalian konflik kepentingan hingga penerapan business judgement rule yang ketat.
Alvin menyoroti dalam konteks Danantara, hal ini tampak dalam pasal di UU BUMN yang mengatur Menteri, Badan Pelaksana, dan pegawai BPI Danantara, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang ditimbulkan saat mengelola dana. “Tentu pengaturan bertentangan dengan aturan antikorupsi bahwa setiap kekayaan negara yang menyaratkan jika ada indikasi kerugian, maka sudah selayaknya harus bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Adapun merujuk revisi UU BUMN, persisnya pada Pasal 71, disebutkan bahwa pemeriksaan laporan keuangan perusahaan tahunan dilakukan oleh akuntan publik yang ditetapkan oleh RUPS. Sedangkan, Badan Pemeriksa Keuangan hanya dapat berwenang melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap BUMN jika ada permintaan dari alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN.
Potensi korupsi karena lemahnya pengawasan ini besar terjadi. Sebab, Alvin bilang sejumlah skandal korupsi di BUMN yang masih terjadi bisa dilihat pada dua dimensi, yakni korupsi politik dan korupsi manajemen. “Korupsi yang terjadi di BUMN marak terjadi karena ketiadaan usaha untuk mencegah korupsi politik terjadi, seperti pengaturan dan pengendalian konflik kepentingan, pelibatan masyarakat secara partisipatif, independensi badan pengawas dan komisi antikorupsi,” ucap dia.
Di sisi lain, potensi korupsi manajerial bisa dilihat dari ketiadaan dokumen cetak biru yang memulai bisnis proses yang bisa diakses oleh masyarakat. Padahal cetak biru Danantara penting untuk mengetahui soal apa saja yang bakal dilakukan Danantara, mulai dari investasi hingga pengelolaan aset BUMN. “Misalnya dalam cetak biru atau Rencana Kegiatan Anggaran, baik jangka menengah dan jangka panjang harus membuat orientasi keberlanjutan, bukan untuk profit semata, bahkan menyumbang pertumbuhan ekonomi. Kaidah-kaidah environment, social, governance perlu diformulasi dengan mempertimbangkan model investasi yang tidak hanya padat modal, tapi memberikan kebermanfaatan bagi rakyat,” kata dia.
Pengelolaan Danantara yang beririsan dengan BUMN, kata Alvin perlu diatur dan mendapat perhatian serius. Semisal PLN yang mengelola PSO untuk ketenagalistrikan. Sebab akan fatal saat terjadi kesalahan dalam orientasi bisnis dan pengelolaannya akan menimbulkan kerugian. Ujung-ujungnya berakibat pada hilangnya aset negara. “Kami menilai peluncuran Danantara seabgai sebuah peluang sekaligus tantangan. Namun, jika pemerintah dan Danantara tidak menyelesaikan masalah mendasari seperti penegakan integritas dan pelibatan publik secara pro-aktif, maka berpotensi terhadap buruknya tata kelola dan indikasi korupsi di masa mendatang,” ujar dia.
“Investasi yang besar perlu diimbangi dengan standar nilai integritas yang tinggi. Prinsip transparansi dan akuntabilitas tidak bisa diabaikan. Karena prinsip ini adalah pondasi dalam membangun kepercayaan bagi iklim investasi yang berkelanjutan,” ia menambahkan.
Alvin juga mendesak agar potensi korupsi melalui konflik kepentingan bisa diatasi segera. “Kami juga mendesak agar para pejabat yang merangkap pada posisi strategis di Danantara untuk mundur. Sehingga bisa memilik untuk berkonsentrasi pada salah satu bidangnya. Desakan menteri dan wakil menteri untuk mundur bukan berarti meragukan kompetensi para pengurus Danantara. Tapi, agar para pengurus di Danantara bisa lebih fokus dalam mengelola investasi demi menghasilkan keuntungan yang berguna bagi kesejahteraan rakyat,” kata dia.
Mantan Sektretaris BUMN Said Didu mengatakan Prabowo Subianto mengambil risiko dengan membentuk Danantara. Sebab, ini menjadi preseden bahwa presiden ingin melakukan penswastaan BUMN. Sebab, Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara yang disahkan pada 4 Februari 2025 menyebutkan Danantara akan menguasai 99 persen saham perusahaan negara. Adapun sisanya dipegang Kementerian BUMN. Secara garis besar, tugas Danantara adalah mengelola semua aset BUMN, termasuk dividen yang selama ini menjadi penerimaan negara bukan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Menurut Said Didu, dengan menempatkan Danantara langsung di bawah kekuasaan eksekutif, Prabowo tidak akan kesulitan memanfaatkan perusahaan negara untuk kepentingan di luar kepentingan publik. “Dana bukan dikembangkan untuk investasi dan kepentingan publik yang urgent, tapi bisa saja digunakan untuk membiayai program prioritas Prabowo semisal proyek makan gratis dan pembentukan pasukan pertahanan militer yang baru,”ujar Said kepada Law-justice, Kamis (27/2/2025).
Said Didu bilang Danantara bakal lebih mirip dengan 1Malaysia Development Berhad (1MDB), lembaga pengelola investasi Malaysia, alih-alih Temasek. Sebab, badan investasi Singapura itu bertumpu pada kelebihan dana pemerintah, yang nantinya digunakan untuk investasi dengan profit besar. Sedangkan, 1MDB memakai asetnya untuk agunan demi menggaet nvestasi. “Skema ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah. Risiko utang di masa depan akan sulit dihindari jadinya,” ujar Said.
Said Didu melihat pembentukan Danantara bisa menjadi bumerang, jika dilihat dari kacamata makro ekonomi. Sebab, penghitungan rasio utang Indonesia terhadap PDB selama ini cuma menampilkan utang pemerintah tapi tanpa utang BUMN. Dia menyadari utang BUMN tidak sedikit. “Rasio utang terhadap PDP memang bisa diklaim aman karena di bawah 40 persen, tapi kalau diakumulasikan dengan utang dari BUMN, itu tidak bisa dikatakan aman lagi,” tuturnya.
Said juga menyoroti soal rangkap jabatan pejabat Danantara. Baginya, struktur jabatan di Danantara sarat konflik kepentingan, yang bisa mengaburkan tujuan Danantara dalam menggenjot investasi. “Kalau orangnya diisi oleh loyalis kekuasan, ya bisa saja semua tersandera kepentingan kekuasaan juga kan,” kata dia.
Sementara itu, pejabat Danantara seperti Rosan hingga Erick Thohir belum menanggapi respons soal kekhawatiran potensi konflik kepentingan. Namun, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu menilai rangkap jabatan Rosan merupakan bagian dari strategi konsolidasi BPI Danantara, yang ditujukanmempercepat masuknya investasi strategis dan kebijakan hilirisasi. "Pak Rosan berada di situ (Danantara) sebenarnya ini merupakan suatu strategi konsolidasi yang cepat. Jadi beliau juga yang paham, selama beliau berada di Kementerian Investasi, selama beliau sebagai Menteri Investasi, beliau paham strategi investasi hilirisasi di mana yang mau masuk," kata Todotua di Jakarta pada Kamis.
Pernyataan Todotua ini mirip dengan pernyataan Rosan sesaat didapuk menjadi pejabat Danantara. Dia tidak ambil pusing soal isu rangkap jabatan dirinya di kabinet sehingga tidak akan mundur dari jabatannya. “Justru akan melakukan suatu sinergi yang sangat-sangat baik ke depan,” katanya yang merujuk jabatannya sebagai menteri bakal mempermudah kinerjanya di Danantara.
Perlu menjadi masukan untuk Presiden Prabowo, besarnya dana yang bakal dikelola oleh Danantara ini mestinya dibarengi dengan mekanisme dan instrumen pengawasan yang memadai dan kredibel. Kesan tiba-tiba dan dipaksakan dalam proses pembentukan badan ini mestinya tak perlu terjadi, jika Prabowo bijak menyikapi polemik di awal pemerintahannya. Apalagi, kemudian diketahui, dana awal Danantara justru berasal dari efisiensi anggaran yang tengah memantik polemik panas. Bahkan, berpotensi mengganggu kinerja kementerian dan lembaga.
Pilihan Prabowo yang menempatkan orang yang secara politik dekat dengannya, meskipun memiliki latas belakang bisni dan investasi. Tetap saja, memunculkan penilaian bakal terjadi oligarki baru dalam manajemen Danantara. Ditambah, nyaris seluruh personel inti dari badan ini juga merupakan anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Gibran 2024. Publik bahkan tak perlu googling untuk mengetahui latar belakang dan orientasi politik personal yang ada di badan ini.
The show must go on, lembaga ini sudah diresmikan. Meskipun, musykil untuk mengehentikan ataupun mengubah total struktur badan ini. namun, Prabowo bisa memberikan perhatian lebih dengan, misalnya, memberikan target jangka pendek 100 hari sebagai bahan evaluasi. Reaksi negatif pasar, bisa dijadikan parameter awal. selain tentu saja upaya untuk memilih dan memilah personal yang akan diberi kepercayaan.
Rohman Wibowo
Ghivary Apriman
Komentar