Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua Menolak PSN di Merauke
Gagalnya proyek MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) menyisakan kerusakan alam dan kerugian negara (Foto:faperta.ugm.ac.id)
Jakarta, law-justice.co - Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua resmi mendeklarasikan sikap mereka untuk menolak Proyek Strategis Nasional atau PSN di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Deklarasi penolakan itu dibacakan dalam acara doa dan ratapan Jalan Salib Merah di Lapangan Zakheus, Padang Bulan, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua, Selasa (10/12/2024).
Sikap itu dideklarasikan di hadapan umat Kristiani yang menghadiri acara doa dan ratapan Jalan Salib Merah. Deklarasi itu dibacakan Ketua Badan Pekerja Gereja Kristen Injili Klasis Padaido Aimando, Biak, Pdt John Baransano STh MTh setelah umat selesai menjalani prosesi Jalan Salib di Lapangan Zakheus.
Dalam pembacaan deklarasi itu itu, Pdt John Baransano mengatakan pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 10 Desember 2024, Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua bersama mahasiswa serta masyarakat adat dari tujuh wilayah adat di Tanah Papua bersama-sama menyatakan sikap menolak pelaksanaan PSN di Merauke. Pasalnya, PSN di Merauke dinilai telah merampas hak ulayat masyarakat adat Marind di sana.
“Dengan ini, [kami] menyatakan sikap tegas kami, bahwa kami menolak Program Strategis Nasional cetak sawah baru dan perkebunan tebu yang menggusur wilayah adat saudara-saudara kami di Merauke,” kata Pdt John Baransano saat membacakan deklarasi itu.
Pdt John Baransano mengatakan Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua mendukung perjuangan masyarakat adat di Merauke yang tengah menolak PSN itu. “Dewan Gereja Papua yang ada di Tanah Papua dan Pastor Pribumi [menyatakan] bahwa kami berdiri dalam solidaritas yang sama bersama dengan masyarakat adat Marind yang melakukan penolakan dari Distrik Tabonji, Kimaam, Ilwayab, Tubang, Nguti, dan Elikobel,” katanya.
Baransano menyampaikan Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua berdiri dalam solidaritas sebagai orang Papua dari tujuh wilayah adat di atas Tanah Papua. Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua menolak PSN yang dikelola Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Lingkungan Hidup.
“Hari ini, secara resmi kami masyarakat adat dengan tegas menyatakan penolakan terhadap PSN. Pertama, [kami menolak] rencana cetak sawah wilayah masyarakat adat Suku Makleuw dan Kimahima. Kedua, [kami menolak proyek] swasembada gula dan bioetanol yang akan beroperasi di wilayah masyarakat adat Yeinand. Kami lakukan [penolakan] berdasarkan [latar belakang bahwa] tujuh wilayah adat [di Tanah Papua merupakan] bagian yang tidak terpisahkan, [kami memiliki] aliran darah yang sama, budaya yang sama, pergerakan yang sama, penderitaan yang sama. Dalam perlawanan yang sama, kami solider [dengan perjuangan masyarakat adat Marind],” jelas Baransano dilansir dari Jubi.
Deklarasi Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua itu menyeru kepada Perserikatan Bangsa Bangsa dan pemerhati kemanusiaan di dunia untuk melihat bahwa Orang Asli Papua sudah lama menderita di atas tanahnya sendiri karena alasan pembangunan dan sebagainya.
“Papua bukan tanah kosong, ada suku dan manusia yang mendiami di atas tanah ini. Negara stop lakukan perampasan tanah-tanah [masyarakat] adat dengan alasan apa pun. Kami bersama masyarakat adat Marind menolak PSN di Merauke,” katanya.
Anggota Dewan Gereja Papua, Pdt Dorman Wandikbo STh yang diwawancarai seusai deklarasi itu mengatakan deklarasi Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua disampaikan pada peringatan Hari HAM Sedunia. “Seruan dan deklarasi kami pada peringatan Hari HAM Sedunia itu harus didengar Bapak Paus Fransiskus, Dewan Gereja Sedunia, Dewan Gereja Fasifik, Komisi Nasional HAM di Indonesia. Deklarasi kami didengarkan negara-negera yang punya hati untuk HAM,” ujarnya.
Wandikmbo mengatakan Dewan Gereja Papua dan Pastor Pribumi Papua melihat bahwa PSN cetak sawah dan penanaman padi di Merauke hanya kedok. Ia khawatir dua atau tiga tahun lagi lahan PSN itu tidak lagi ditanami padi, namun beralih menjadi perkebunan kelapa sawit.
“Nanti kelapa sawit itu akan mematikan dan membunuh kita semua. Yang terjadi adalah kehilangan tanah adat, kehilangan orang pribumi, dan kehilangan segalanya juga. Jadi, Jalan Salib [hari] ini adalah perjuangan perlawanan tanpa kekerasan,” kata Wandikbo. ***
Komentar