Komitmen PCC:

Tentukan Nasib Sendiri & Dekolonisasi Masyarakat Adat di Papua Barat

Senin, 29/04/2024 12:28 WIB
Tentukan Nasib Sendiri & Dekolonisasi Masyarakat Adat di Papua Barat. (jubi).

Tentukan Nasib Sendiri & Dekolonisasi Masyarakat Adat di Papua Barat. (jubi).

Jakarta, law-justice.co - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Rev. James Shri Bhagwan menyatakan bahwa setelah melakukan diskusi internal dan melakukan banyak refleksi dengan rasa hormat yang mendalam kepada anggota gereja-gereja di Pasifik dan masyarakat di tanah Papua, pihaknya berkomitmen terhadap Penentuan Nasib Sendiri dan dekolonisasi holistik masyarakat adat tanah Papua.

“Saya menulis untuk berbagi dengan anda tetang pendirian Pacific Conference of Churches (PCC) atau Konfrensi Gereja gereja Pasifik dan masyarakat di tanah Papua. Konferensi Gereja-Gereja Pasifik tetap berkomitmen terhadap Penentuan Nasib Sendiri dan dekolonisasi holistik masyarakat adat tanah Papua (umumnya dikenal sebagai Papua Barat di luar Negara Indonesia) dan pelaksanaan hak-hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan ekologi yang melekat pada mereka,” katanya dalam press release seperti melansir Jubi, Minggu (28/4/2024).

“Kami menyadari bahwa sejak 1961 masyarakat di tanah Papua belum dapat secara bebas menggunakan haknya untuk menentukan nasib sendiri sebagaimana tercantun dalam Pasal 1 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Pasal 1 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,” tambahnya bahwa hak ini juga tertuang dalam Pasal 3 Deklarasi Hak hak masyarakat adat.

“Kami mengakui bahwa Negara Republik Indonesia secara sistematis telah menolak masyarakat tanah Papua untuk menggunakan hak-hak tersebut, meskipun sudah ada Undang-Undang Otonomi Khusus 2021,” katanya.

Dikatakan bahwa negara Republik Indonesia telah terlibat dalam banyak kasus yang terdokumentasi dan juga ada dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan pembunuhan di luar proses hukum serta pemindahan paksa internal yang dialami masyarakat Tanah Papua.”

Lihat Laporan Tahunan Human Rights Monitor 2023 terbaru

Dia menambahkan Konferensi Gereja-Gereja Pasifik sangat menyesalkan adanya penyiksaan sadis terbaru terhadap penduduk asli Melanesia di West Papua, yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui anggota TNI (Tentara Indonesia) di salah satu daerah dataran tinggi di West Papua.

“Sayangnya, insiden mengerikan ini hanyalah yang terbaru dalam 6 dekade penindasan yang dilakukan Indonesia terhadap rakyat West Papua,” katanya.

Dia mengatakan perlu dicatat juga bahwa Indonesia, yang ingin dianggap sebagai anggota terhormat komunitas internasional, telah terpilih kembali untuk masa jabatan berikutnya sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB (2024-2026).

“Apakah negara-negara yang mendukung upaya Indonesia untuk bergabung dalam UNHRC mengatakan bahwa mereka merasa nyaman dengan pelanggaran HAM?,” kata Sekjen Konfrensi Gereja gereja Pasifik yang berkantor pusat di Suva, Fiji.

Dikatakan untuk mengantisipasi Pertemuan Pemimpin MSG yang akan datang, pertanyaan yang harus diajukan adalah, bagaimana MSG dapat terus membiarkan Indonesia, yang dalam kebijakan dan praktiknya telah melakukan dehumanisasi.

“Hal ini tidak pula memberdayakan dan kehilangan hak perempuan, anak-anak dan laki-laki Melanesia – yang merupakan sesama anggota MSG, tetap menjadi anggota?,” katanya.

Dia menegaskan atas nama keadilan, yang merupakan ekspresi cinta Ilahi, “Kami menyerukan penangguhan, atau bahkan pengusiran Indonesia dari Melanesian Spearhead Group (MSG) jika mereka tidak setuju untuk memfasilitasi kunjungan Hak Asasi Manusia PBB ke Papua Barat.”

Dikatakan bahwa PCC akan terus mendukung masyarakat di tanah Papua, dan bekerja sama dengan gereja-gereja anggota kami di Papua yang terdiri dari Dewan Gereja Papua Barat untuk mewujudkan upaya mereka untuk Penentuan Nasib Sendiri.

Dikatakan atas permintaan Gereja Kristen Vanuatu, PCC akan mendukung proses yang mengarah pada Deklarasi Saralana dan pembentukan beragam gerakan pembebasan di Tanah Papua yang bersatu untuk membentuk United Liberation Movement for West Papua pada 2014.

“Atas permintaan Dewan Gereja Papua Barat, yang terdiri dari 4 gereja anggota PCC kami, PCC terus mendukung ULMWP sebagai lembaga dialog politik atas nama masyarakat Tanah Papua. Kami terus menegaskan dan mengadvokasi keanggotaan ULMWP dalam Melanesian Spearhead Group, yang didirikan dengan semangat pembebasan dan penentuan nasib sendiri serta kemajuan komunitas Melanesia,” katanya seraya menambahkan sangat prihatin.

Bahwa perpecahan telah terjadi di dalam ULMWP karena perbedaan pandangan dan kontestasi mengenai konstitusi dan badan pengambilan keputusannya.

“Kami mengingat semangat persatuan untuk pembebasan yang menandai Deklarasi Saralana, kami menyerukan pembaruan perjanjian yang dibuat antara kelompok-kelompok yang tergabung dalam ULMWP. Kami menyerukan dukungan dari masyarakat Papua Barat yang lebih luas,” katanya seraya menambahkan bahwa gerakan solidaritas yang memungkinkan ULMWP terlibat dalam proses pemulihan ini.

“Kami menegaskan peran Dewan Gereja Papua Barat untuk bekerja sama dengan ULMWP dan narasumber untuk memandu proses perjanjian ulang ini,” katanya.

Dia mengatakan bahwa untuk memastikan saluran komunikasi yang jelas antara ULMWP dan PCC, Sekretaris Jenderal kedua organisasi akan menjadi titik kontak untuk korespondensi.

“Kami berdoa bagi persatuan dan penentuan nasib sendiri masyarakat Tanah Papua agar mereka bisa berkembang secara damai. Kami mengajak orang lain untuk bergabung dengan kami dalam doa dan solidaritas yang bermakna,” kata Sekjen Pdt James Shri Bhagwan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar